jfid – Hingga akhir tahun 2023 Indonesia terus mengalami peningkatan impor beras.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, volume impor beras dari Januari sampai Oktober 2023 mencapai 2.098.342.325 kilogram (kg).
Impor beras tersebut mayoritas berasal dari Thailand sebesar 984.642.850 kg terhitung sejak awal 2023, kemudian disusul Vietnam sebanyak 946.300.250 kg.
Tahun ini Indonesia telah memutuskan untuk melakukan impor beras sebesar 3,5 juta ton. Angka tersebut bahkan mencetak rekor impor beras tertinggi dalam 2 dekade terakhir.
Bahkan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, memperkirakan Indonesia berpeluang untuk impor beras menjadi 5 juta ton di tahun 2024.
Total kuota impor beras 3,5 juta ton ditugaskan kepada Bulog dengan terbagi menjadi 2 juta ton di awal tahun dan tambahan sebesar 1,5 juta ton di akhir tahun.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat realisasi dari kuota impor tersebut sudah mencapai 1,712 juta ton per 3 November 2023.
Seperti diketahui, Indonesia sebagai negara agraris memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Sektor pertanian menjadi sektor utama dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Walaupun merupakan negara agraris, Indonesia masih belum bisa lepas dari impor beras. Ungkapan “negara agraris yang selalu impor beras” selalu menjadi topik yang menempel dengan Indonesia hingga saat ini.
Beras merupakan sumber makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Konsumsi beras meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk.
Luas lahan sawah yang terus menurun per tahun juga berdampak pada menurunnya produksi beras sebagai bahan pangan pokok penduduk Indonesia.
Upaya pemenuhan ketersediaan pangan nasional terus dilakukan untuk menjaga stabilitas di dalam negeri. Berbagai strategi dilakukan Mentan dalam peningkatan produksi beras.
Selain upaya dalam peningkatan produksi, diperlukan peran masyarakat dalam mengurangi ketergantungan konsumsi beras dengan mengkonsumsi variasi makanan pokok, yakni upaya diversifikasi pangan.
Apa itu Diversifikasi Pangan?
Diversifikasi pangan atau penganekaragaman pangan adalah upaya untuk mengajak masyarakat memberikan variasi terhadap makanan pokok yang dikonsumsi, sehingga tidak terfokus pada satu jenis saja.
Program diversifikasi pangan terus dijalankan secara masif di seluruh wilayah Indonesia. Tujuan program diversifikasi pangan yaitu untuk meningkatkan produksi berbagai komoditas pangan guna menjaga ketahanan pangan dengan ketersediaan yang beragam sehingga terwujudnya penganekaragaman konsumsi pangan di masyarakat.
Diversifikasi pangan tidak hanya bertujuan dalam menjaga ketahanan pangan tetapi juga berperan dalam pembangunan nasional dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dari pemenuhan kebutuhan pangan yang beragam sehingga memperoleh asupan gizi yang lebih seimbang.
Pencapaian diversifikasi pangan di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan keragaman hayati yang melimpah. Kondisi tersebut tentunya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terutama pada kebutuhan pangan.
Namun, Indonesia masih menghadapi permasalahan ketahanan pangan sehingga harus mengimpor pangan dalam skala besar.
Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan telah mengamanatkan diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras dengan meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam dan berbasis potensi sumber daya lokal.
Berdasarkan data konsumsi pangan yang bersumber dari Susenas 2019 dan 2020, konsumsi padi-padian oleh masyarakat Indonesia sudah melebihi capaian proyeksi. Pada tahun 2020, realisasi konsumsi padi-padian sebesar 112,9 kg/kap/tahun dengan proyeksi sebesar 111,5 kg/kap/tahun.
Selama periode 2015-2020, perkembangan konsumsi pangan sumber karbohidrat didominasi oleh kelompok pangan padi-padian terutama beras dan terigu, sedangkan kontribusi umbi-umbian masih rendah.
Dilihat dari parameter kualitas konsumsi pangan masyarakat atau pola pangan harapan (PPH), skor realisasi PPH (menggunakan AKE 2.100 kkal/kap/hari) mencapai 92,9 kkal/kap/hari di atas target 92,8 kkal/kap/hari. Itu artinya program diversifikasi pangan sudah mencapai keberhasilan.
Meskipun begitu konsumsi pangan sumber karbohidrat lainnya yakni umbi-umbian serta pangan sumber protein dan vitamin masih jauh harapan.
Mewujudkan diversifikasi pangan lokal
Saat ini pemerintah fokus mengembangkan pangan lokal pengganti beras yaitu singkong, jagung, pisang, talas, kentang, dan sagu.Untuk memperkuat pengembangan program diversifikasi pangan diperlukan berbagai strategi.
Seiring dengan peningkatan konsumsi diperlukan penambahan produksi pangan agar meningkatnya ketersediaan pangan lokal.
Upaya dilakukan melalui perluasan areal tanam serta peningkatan produktivitas dengan penggunaan teknologi, mekanisasi pertanian, hingga penggunaan pupuk dan benih unggul.
Pemerintah perlu meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan lokal. Stabilisasi pasokan dan harga pangan harus dijaga dengan memberikan bantuan seperti alat dan fasilitas pengolahan, penyuluhan petani dan pelatihan UMKM, dan adanya riset terkait inovasi pengolahan pangan.
Memperluas skala usaha dan kemitraan juga diperlukan dalam pengembangan UMKM pengolahan pangan.
Selain itu adanya upaya untuk mendorong pemanfaatan pangan lokal yang dapat dilakukan melalui edukasi serta promosi terus-menerus kepada masyarakat sehingga timbul kesadaran bahwa pangan lokal dapat menggantikan beras serta memiliki keunggulan gizi guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi.