Inflasi Hijau: Harga yang Harus Dibayar untuk Masa Depan yang Lebih Hijau

Shofiyatul Millah
6 Min Read
Inflasi Hijau: Harga yang Harus Dibayar untuk Masa Depan yang Lebih Hijau
Inflasi Hijau: Harga yang Harus Dibayar untuk Masa Depan yang Lebih Hijau

jfid – Apakah Anda pernah mendengar istilah greenflation atau inflasi hijau?

Istilah ini sempat menjadi bahan perdebatan antara dua calon wakil presiden, Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD, dalam debat cawapres pada Minggu (21/1/2024).

Greenflation adalah kenaikan harga material dan energi akibat transisi ke energi hijau. Transisi ini dilakukan untuk mengurangi emisi karbon dan memerangi perubahan iklim.

Namun, ternyata transisi ini tidak semudah yang dibayangkan. Ada biaya yang harus dikeluarkan, baik oleh pemerintah, produsen, maupun konsumen.

Apa saja contoh greenflation yang terjadi di dunia?

Bagaimana dampaknya bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat? Dan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi inflasi hijau ini?

Pajak Karbon dan Rompi Kuning

Salah satu contoh greenflation yang paling nyata adalah pajak karbon.

Pajak ini dikenakan terhadap penggunaan bahan bakar fosil, seperti minyak, gas, dan batu bara, yang merupakan sumber utama emisi karbon.

Tujuannya adalah untuk mendorong penggunaan energi terbarukan, seperti surya, angin, dan hidro.

Namun, pajak karbon juga berdampak pada kenaikan harga bahan bakar, yang berpengaruh pada biaya produksi dan transportasi.

Akibatnya, harga barang dan jasa juga ikut naik, dan daya beli masyarakat menurun.

Hal ini terjadi di Prancis pada tahun 2018, ketika pemerintah menaikkan pajak bensin dan solar sebagai bagian dari rencana transisi energi hijau.

Kebijakan ini memicu kemarahan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, yang merasa terbebani dengan biaya hidup yang semakin tinggi.

Mereka kemudian melakukan protes dengan mengenakan rompi kuning, yang menjadi simbol gerakan Yellow Vests (Rompi Kuning).

Protes ini berlangsung selama berbulan-bulan, dan berujung pada kekerasan, kerusakan, dan korban jiwa.

Pemerintah Prancis akhirnya menurunkan pajak bahan bakar dan memberikan konsesi lainnya, seperti kenaikan upah minimum dan subsidi transportasi.

Namun, protes masih berlanjut hingga kini, dengan tuntutan yang lebih luas, seperti reformasi politik dan sosial.

Permintaan Litium dan Aluminium

Contoh greenflation lainnya adalah kenaikan permintaan terhadap bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan energi hijau, seperti litium dan aluminium.

Litium adalah salah satu komponen utama pembuatan baterai mobil listrik, yang diharapkan dapat menggantikan mobil berbahan bakar fosil.

Sementara itu, aluminium adalah logam yang ringan dan tahan karat, yang cocok untuk membuat panel surya dan turbin angin.

Kedua bahan baku ini memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi karbon dan menciptakan energi yang lebih bersih dan efisien.

Namun, permintaan terhadap litium dan aluminium juga meningkatkan harga mereka di pasar global.

Menurut data Bloomberg, harga litium naik sebesar 400 persen di tahun 2021, dan diperkirakan akan terus naik hingga 40 kali lipat di tahun 2040.

Sementara itu, harga aluminium naik dua kali lipat di tahun 2021 dan 2022, dan mencapai titik tertinggi sepanjang masa.

Kenaikan harga ini tentu berdampak pada biaya pembuatan mobil listrik, panel surya, dan turbin angin, yang kemudian berpengaruh pada harga jualnya.

Hal ini menjadi tantangan bagi produsen dan konsumen, yang harus menanggung biaya yang lebih tinggi untuk beralih ke energi hijau.

Selain itu, ketersediaan litium dan aluminium juga terbatas, dan tidak merata di seluruh dunia.

Sebagian besar cadangan litium berada di Amerika Selatan, terutama di Chili, Argentina, dan Bolivia.

Sementara itu, sebagian besar produksi aluminium berada di China, yang juga merupakan konsumen terbesar.

Hal ini menimbulkan masalah geopolitik dan ketimpangan, karena negara-negara penghasil dan pengguna litium dan aluminium memiliki kepentingan dan kebijakan yang berbeda.

Misalnya, China yang menguasai pasar aluminium, dapat memanfaatkan posisinya untuk menekan negara-negara lain yang membutuhkan logam tersebut.

Solusi untuk Mengatasi Inflasi Hijau

Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi inflasi hijau ini? Salah satu solusi yang diusulkan oleh para ahli adalah melakukan transisi energi hijau secara bertahap dan berkeadilan.

Artinya, transisi ini harus mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta melibatkan semua pihak yang terkait, seperti pemerintah, produsen, konsumen, dan masyarakat sipil.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:

– Memberikan insentif dan subsidi bagi produsen dan konsumen yang beralih ke energi hijau, seperti pembebasan pajak, bantuan modal, dan diskon harga.

– Meningkatkan investasi dan inovasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi energi hijau, seperti mencari bahan baku alternatif, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi limbah.

– Melakukan kerjasama dan koordinasi antara negara-negara penghasil dan pengguna bahan baku energi hijau, seperti membentuk pasar bersama, menetapkan standar kualitas, dan menyelesaikan sengketa.

– Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya transisi energi hijau, seperti menyampaikan manfaat, risiko, dan solusinya, serta mengajak partisipasi dan dukungan.

Dengan melakukan transisi energi hijau secara bertahap dan berkeadilan, diharapkan inflasi hijau dapat diminimalisir, dan masa depan yang lebih hijau dapat terwujud.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article