CSIS dan Mafia Berkeley, Dua Kelompok Ekonom yang Mengubah ‘Nasib’ Indonesia

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
7 Min Read
CSIS vs Mafia Berkeley Dua Kelompok Ekonom yang Membentuk Indonesia (ilustrasi/jfid)

jfid – Indonesia, sebuah negara yang memiliki lebih dari 270 juta penduduk, lebih dari 17 ribu pulau, dan lebih dari 700 bahasa, adalah salah satu negara yang paling beragam dan dinamis di dunia. Namun, di balik kekayaan budaya dan sumber daya alamnya, Indonesia juga memiliki sejarah yang rumit dan penuh konflik, terutama dalam bidang politik dan ekonomi.

Salah satu periode yang paling menentukan dalam sejarah Indonesia adalah era Orde Baru, yang berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998, di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Pada masa itu, Indonesia mengalami transformasi yang luar biasa, dari sebuah negara yang miskin, terbelakang, dan terisolasi, menjadi sebuah negara yang makmur, modern, dan terbuka.

Namun, transformasi tersebut tidak terjadi begitu saja. Ada dua kelompok ekonom yang berperan besar dalam merancang dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang membawa Indonesia ke arah kemajuan. Mereka adalah CSIS dan Mafia Berkeley.

Siapa CSIS dan Mafia Berkeley?

CSIS adalah singkatan dari Centre for Strategic and International Studies, sebuah lembaga pemikir (think tank) yang berbasis di Jakarta, yang didirikan pada tahun 1971. CSIS adalah sebuah institusi independen dan bipartisan yang melakukan penelitian kebijakan dan analisis strategis dalam bidang politik, ekonomi, dan keamanan.

Ad image

Mafia Berkeley adalah julukan yang diberikan kepada sekelompok menteri bidang ekonomi dan keuangan pada tahun 1973 yang menentukan kebijakan ekonomi Indonesia pada masa awal pemerintahan Suharto.

Mereka disebut mafia karena pemikirannya dianggap sebagai bagian dari rencana CIA untuk membuat Indonesia sebagai boneka Amerika oleh seorang penulis muda Amerika Serikat. Mereka adalah lulusan doktor atau master dari University of California, Berkeley, yang berfokus pada mempromosikan kapitalisme pasar bebas di Indonesia dan membalikkan banyak reformasi ekonomi progresif yang telah diperkenalkan oleh pemerintahan Sukarno.

Para anggota CSIS antara lain adalah Jusuf Wanandi, Hadi Soesastro, Emil Salim, Dewi Fortuna Anwar, Rizal Sukma, dan Philips J. Vermonte. Para anggota Mafia Berkeley antara lain adalah Widjojo Nitisastro, Mohammad Sadli, Ali Wardhana, J.B. Sumarlin, dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.

Bagaimana CSIS dan Mafia Berkeley Berpengaruh?

CSIS dan Mafia Berkeley memiliki pengaruh yang berbeda, tetapi saling melengkapi, dalam membentuk Indonesia. CSIS lebih berperan dalam bidang politik dan keamanan, sedangkan Mafia Berkeley lebih berperan dalam bidang ekonomi dan keuangan.

CSIS memiliki hubungan yang baik dengan pemerintah, militer, parlemen, partai politik, bisnis, dan LSM, serta komunitas internasional. CSIS sering memberikan saran, gagasan, dan dukungan kepada pihak-pihak tersebut dalam menangani berbagai isu strategis, seperti demokratisasi, reformasi, desentralisasi, hubungan luar negeri, perdamaian, dan kerjasama regional.

Mafia Berkeley memiliki hubungan yang erat dengan Presiden Suharto, yang memberi mereka kepercayaan dan kewenangan untuk menetapkan arah dan prioritas pembangunan ekonomi Indonesia.

Mafia Berkeley berhasil mengatasi berbagai tantangan ekonomi, seperti inflasi, utang luar negeri, kemiskinan, ketimpangan, dan ketergantungan pada minyak. Mafia Berkeley juga berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, investasi, ekspor, cadangan devisa, dan stabilitas makroekonomi.

Apa Dampak CSIS dan Mafia Berkeley?

CSIS dan Mafia Berkeley memiliki dampak yang signifikan, baik positif maupun negatif, terhadap Indonesia. Di sisi positif, CSIS dan Mafia Berkeley berkontribusi dalam menciptakan Indonesia yang lebih sejahtera, demokratis, dan berdaulat. Di sisi negatif, CSIS dan Mafia Berkeley juga berkontribusi dalam menciptakan Indonesia yang lebih korup, otoriter, dan rentan.

CSIS membantu Indonesia dalam melakukan transisi dari Orde Baru ke Reformasi, yang mengakhiri era kekuasaan Suharto yang berlangsung selama 32 tahun. CSIS juga membantu Indonesia dalam menghadapi berbagai krisis politik dan keamanan, seperti pemisahan Timor Timur, konflik Aceh, konflik Maluku, konflik Papua, dan terorisme.

CSIS juga membantu Indonesia dalam memperkuat hubungan dengan negara-negara tetangga, seperti ASEAN, Australia, dan Tiongkok, serta negara-negara mitra, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa.

Mafia Berkeley membantu Indonesia dalam mencapai kemajuan ekonomi yang luar biasa, yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara berkembang terbesar dan tercepat di dunia.

Mafia Berkeley juga membantu Indonesia dalam mengurangi ketergantungan pada sektor pertanian dan minyak, dan meningkatkan diversifikasi dan industrialisasi ekonomi. Mafia Berkeley juga membantu Indonesia dalam mengembangkan sektor keuangan, infrastruktur, dan sumber daya manusia.

Namun, CSIS dan Mafia Berkeley juga memiliki kelemahan dan kesalahan, yang menimbulkan berbagai masalah dan kontroversi. CSIS sering dikritik karena terlalu dekat dengan pemerintah dan militer, yang membuatnya kurang kritis dan independen. CSIS juga sering dikritik karena terlalu pro-Barat dan pro-liberal, yang membuatnya kurang sensitif dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan rakyat Indonesia.

Mafia Berkeley sering dikritik karena terlalu neoklasik dan pro-pasar, yang membuatnya kurang peduli dan berpihak pada kesejahteraan dan keadilan sosial. Mafia Berkeley juga sering dikritik karena terlalu korup dan pro-kapitalis, yang membuatnya terlibat dalam berbagai skandal dan praktik monopoli, kolusi, dan nepotisme.

Bagaimana CSIS dan Mafia Berkeley Saat Ini?

CSIS dan Mafia Berkeley masih eksis dan aktif hingga saat ini, meskipun tidak sekuat dan seberpengaruh seperti dulu. CSIS masih menjadi salah satu lembaga pemikir terkemuka dan terpercaya di Indonesia, yang terus melakukan penelitian dan advokasi dalam berbagai bidang strategis. CSIS juga masih memiliki jaringan yang luas dan kuat dengan berbagai pemangku kepentingan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Mafia Berkeley sudah tidak lagi menjadi tim ekonom yang solid dan kompak seperti dulu. Beberapa anggotanya sudah meninggal dunia, seperti Widjojo Nitisastro, Mohammad Sadli, dan Ali Wardhana. Beberapa anggotanya sudah pensiun dari jabatan publik, seperti J.B. Sumarlin dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.

Beberapa anggotanya masih aktif dalam dunia akademik, bisnis, atau sosial, seperti Emil Salim. Meskipun begitu, CSIS dan Mafia Berkeley masih memiliki pengaruh dan warisan yang besar dan penting bagi Indonesia. Mereka adalah dua kelompok ekonom yang membentuk Indonesia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Mereka adalah dua kelompok ekonom yang layak untuk dihormati dan dipelajari, dengan segala prestasi dan kesalahannya. Mereka adalah dua kelompok ekonom yang menginspirasi dan menantang, dengan segala visi dan misinya.

Share This Article