Starbucks Israel Bangkrut di Sebabkan Baikot?

Noer Huda By Noer Huda - Content Creator
3 Min Read
Starbucks Israel Bangkrut Di Sebabkan Baikot?
Starbucks Israel Bangkrut Di Sebabkan Baikot?

jfid – Starbucks, perusahaan kopi global yang mendunia, saat ini tengah dihadapkan pada tantangan serius: boikot yang dipicu oleh konflik politik dan sosial.

Meski klaim bahwa gerai Starbucks di Israel bangkrut akibat boikot tidak akurat, dampaknya terasa di berbagai penjuru dunia.

Pada April 2003, Starbucks memutuskan untuk menutup semua gerainya di Israel, sehingga klaim bahwa boikot baru-baru ini menyebabkan kebangkrutan gerai Starbucks di Israel tidak tepat.

Namun, boikot ini tidak hanya memengaruhi citra Starbucks di Israel, melainkan juga berdampak signifikan pada penjualan di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.

Ad image

Di Amerika Serikat, seorang karyawan Starbucks melaporkan penurunan pesanan yang mencolok, sementara di Indonesia, gerai Starbucks di kawasan Sudirman, Jakarta, memilih untuk tutup sebagai tindakan solidaritas.

Boikot ini dimulai pada Oktober 2023 setelah Starbucks terlibat dalam pertempuran hukum dengan serikat pekerja, Workers United.

Starbucks menggugat serikat pekerja tersebut atas tuduhan pelanggaran merek dagang setelah serikat tersebut mendukung Palestina melalui media sosial.

Seruan boikot mulai meluas di media sosial, dengan mahasiswa Loyola Marymount University yang melakukan aksi protes di depan toko Starbucks dekat kampus mereka.

Aksi boikot juga merambat ke berbagai negara lainnya. Sebuah video yang diunggah di TikTok pada 31 Oktober menunjukkan protes terhadap Starbucks di negara-negara seperti Turki, Qatar, dan Malta.

Protes ini dipicu oleh pernyataan dukungan resmi Starbucks terhadap Israel, yang dianggap kontroversial oleh sebagian masyarakat.

Dampak boikot ini tidak hanya terasa di level sosial dan politik, tetapi juga secara finansial. Starbucks, sebagai perusahaan publik, mengalami penurunan nilai sahamnya karena reaksi pasar terhadap kontroversi ini.

Perhatian terhadap kasus Starbucks menyoroti betapa pentingnya bagi perusahaan multinasional untuk mempertimbangkan dampak politik dan sosial dari tindakan mereka.

Dalam era globalisasi ini, persepsi publik terhadap sikap perusahaan terhadap isu-isu kontroversial seperti konflik Israel-Palestina dapat berdampak signifikan pada reputasi dan keberlanjutan bisnis mereka.

Situasi ini mencerminkan kompleksitas dalam mengelola reputasi perusahaan di tengah ketegangan politik global.

Meski beroperasi di ribuan gerai di seluruh dunia, Starbucks, seperti perusahaan multinasional lainnya, harus terus memperhatikan dan merespons dinamika politik dan sosial yang mempengaruhi citra dan keberlanjutan bisnis mereka.

Kini, tugas perusahaan bukan hanya mencari keuntungan finansial, tetapi juga menjaga keseimbangan di tengah tantangan politik dan sosial yang terus berkembang.

Share This Article