jfid – Ada kecenderungan, semakin puitis dan semakin diplomatis kemampuan seseorang merangkai kata-kata, semakin tidak terus terang dalam menegur dan bernasihat.
Problem ini sama seperti sebaliknya. Ketidakmampuan seseorang untuk terampil dan bersopan-santun menjadikannya nyablak dan tak punya hati mengingatkan sesamanya.
Keduanya menyebalkan.
Jika kamu kenyang sakit hati disebut ‘goblok!’ wa akhwatuha, cobalah sekarang bayangkan kesalahan spesifikmu sengaja disyairkan meski tanpa nama, lalu ditampilkan di panggung miliknya. Kau menontonnya dari kejauhan di momen ketika dirimu sudah merasa bersalah karenanya. Kamu disakiti dengan indahnya.
Demikian kondisi yang mungkin perlu disadari (berpotensi) ada dalam lingkaran kehidupan kita. Agar pintar-pintar kita memaafkannya, mewajarkannya.
Kamu tak boleh bawel menuntut semua orang menuturimu senyaman harapan yang kau mau. Karakter orang berbeda-beda dan biarlah mereka menyelesaikan masalah mereka itu sendiri. Jika kamu tak mampu meminta itu dengan terus terang, janganlah dipuisikan pula. Puisi balas dendam.
Tugasmu tetap sama: memperbaiki kesalahan yang dapat mengganggu orang-orang di sekitarmu. Tak disukai orang-orang di sekelilingmu.
Sini kuberitahu padamu tentang sakit hati yang baik. Adalah sakit hati yang dapat memotivasimu, mengubahmu menjadi sosok baru yang lebih baik. Sedangkan tersinggung yang buruk adalah tersinggung yang menjadikanmu semakin kalap lagi ‘sarap’. Yang menjadikanmu lupa kesalahan yang semestinya lebih dulu kaugarap.
Lalu bagaimana dengan dua orang di atas itu, penyair dan preman pasar itu? Cukuplah jadikan pelajaran agar engkau tidak menjadi karakter yang telah kau benci itu. Agar sebisa mungkin, tak ada lagi orang yang sakit hati dan tersinggung atas nasihat-nasihatmu. Asah dan poleslah keterampilan bersosialmu. Selebihnya, jika yang disampaikannya adalah kebenaran, maka bersyukurlah, ia ‘menempelengmu’ agar cepat membangunkan sadarmu.
Semoga Allah melembutkan hati kita. Memperbaiki sifat buruk kita. Semuanya.
Bramada Pratama Putra