Pemicu Banjir di Kota Sumenep

Deni Puja Pranata
3 Min Read
Pemulung melintasi genangan air di jalan Trunojoyo, Kolor, Sumenep (foto: jurnalfaktual.id)
Pemulung melintasi genangan air di jalan Trunojoyo, Kolor, Sumenep (foto: jurnalfaktual.id)

Opini jfid – Banyak pemicu yang menyebabkan banjir atau genangan air di kota Sumenep. Dalam sejarah banjir di kota Sumenep, itu hanya terjadi di tahun 80 an, saat luapan sungai Kebunagung tidak bisa dibendung. Dan itu sudah teratasi, dengan adanya perbaikan bendungan.

Beberapa tahun terakhir, kota Sumenep sering kali dikeluhkan banjir atau lebih sederhana, saya menyebutnya genangan air. Ini bukan faktor luapan sungai Kebunagung. Tapi banyak hal pemicu yang menjadikan kota Sumenep di beberapa titik sering kali tergenang air.

Hujan deras yang tak henti-henti dengan debit air yang tinggi, juga menjadi pemicu banjir. Namun tidak, jika daerah hutan kota memiliki rimbun pohon sebagai daerah serapan air.

Diagnosa pertama, saya menyebutnya penebangan pohon di wilayah hutan kota (Kebunagung dan Kasengan). Fakta itu terjadi beberapa tahun lalu, saat saya bersafari ke Gua Jeruk. Dengan mata kepala, saya menyaksikan pepohonan disana bertumbangan menjadi balok-balok kayu.

Selain itu, daerah hutan kota yang seharusnya juga dapat berguna untuk mengatasi banjir. Namun pada realitanya, banyak lahan yang telah dialih fungsi menjadi perumahan-perumahan.

Kesalahan pada sistem tata kelola ruang di daerah perkotaan biasanya seringkali menyebabkan terjadinya banjir. Dengan adanya kesalahan tersebut, biasanya air akan sulit menyerap ke dalam tanah dan menyebabkan aliran air menjadi lambat. Sementara pada musim penghujan, air yang datang ke daerah tersebut akan lebih banyak jumlahnya dari biasanya sehingga dapat cepat menyebabkan banjir.

Hal yang paling fatal dan merugikan keuangan negara adalah kesalahan pemerintah daerah dalam Pengaturan drainase yang diubah tanpa mengindahkan Analisis dampak lingkungan (Amdal). Karena drainase merupakan salah satu infrastruktur yang penting bagi suatu kota dalam mencegah terjadinya banjir. Biasanya drainase banyak diubah tanpa mengindahkan amdal. Semisal, kurangnya perencanaan yang matang.

Dilain hal, Sampah yang dibuang sembarangan kesaluran air menjadi menumpuk, sehingga menyumbat aliran air dan memicu banjir. Kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan adalah upaya untuk mencegah terjadinya banjir atau genangan air.

Tumpukan sampah di aliran sungai desa Babbalan (foto: jurnalfaktual.id)

Sebagaimana foto yang anda lihat, adalah fenomena yang menggambarkan rendahnya kesadaran moral masyarakat Sumenep untuk tidak membuang sampah ke saluran air.

Dataran rendah di wiliyah perkotaan, seperti desa Kolor, Gunggung, Babbalan, Gedungan, Pajagalan dan Nambekor adalah korban paling utama dari banjir dan genangan air. Jika pemerintah daerah tidak berfikir serius, Sumenep akan menjadi Jakarta kecil yang langganan banjir.

Di desa Nambekor, sekolah dan rumah-rumah warga terendam air. Bagaimana jika peristiwa itu terjadi setiap tahun? Aaah APBD, anggaran khusus banjir, semoga tak hanyut ke sungai.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article