DPD II KNPI Lobar Soroti Pernyataan Kemendag RI Tentang Minyak Curah

Syahril Abdillah
4 Min Read
Minyak Curah (foto: Muh Rizwan)
Minyak Curah (foto: Muh Rizwan)

Lombok Barat,- Pemerintah melalui Kementrian Perdagangan beberapa tempo yang lalu telah menyatakan melalui laman detik.com, bahwa “minyak curah, kurang higenis dan tidak sehat”, tidak luput dari sorotan dan kajian DPD II KNPI Lombok Barat, Selasa, 08/10/2019.

Melalui Sekertaris Jendral DPD II KNPI Lombok Barat, diterangkan bahwa pernyataan mengenai minyak curah yang dianggap kurang higenis dan tidak sehat merupakan sebuah bom waktu, terkhusus bagi masyarakat Lombok Barat.


“kami rasa, pernyataan Kementrian Perdagangan RI tentang minyak curah di laman detik.com tersebut merupakan letupan bom bagi masyarakat, terlebih kaum ibu rumah tangga, sebab minyak curah yang saya ketahui bukan baru saja dipakai oleh ibu rumah tangga, akan tetapi jauh sebelum minyak kemasan dijual”. Imbuh Taufiqurrahman, Sekjend KNPI Lombok Barat.

Kebutuhan akan minyak curah adalah kebutuhan dapur masyarakat, oleh sebab itu pemerintah semestinya harus mempertimbangkan dampak baik dan buruk nya dibandingkan hanya sekedar sebuah larangan tentang suatu hal yang menjadi kebutuhan dapur masyarakatnya.


“rata-rata kita ini masyarakat menengah ke bawah dalam perekonomian, oleh sebab itu pemerintah hendaknya berfikir keras tentang keputusan regulasi yang berkaitan dengan kebutuhan dapur masyarakatnya,” sentil Opik.

Diakui, kebutuhan akan minyak goreng bagi masyarakat merupakan kebutuhan pokok, terlebih kepada masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang. Sehingga keberadaan minyak curah ini dianggap bisa membantunya dan sebagai oxigen baru dalam hal permodalan.


“minyak curah bisa saya katakan sebuah oxigen baru bagi masyarakat pedagang, sebab jika kita konparasikan harganya dengan minyak kemasan, maka jelas masyarakat akan memilih minyak curah, dan ini merupakan pilihan terakhir masyarakat ditengah kurang stabilnya kondisi perekonomian”. Tambahnya.

Regulasi apapun tentang perekonomian dianggap tidak ada gunanya dan relevan jika regulasi tersebut tidak pro terhadap kebutuhan masyarakat.


“sangat tepat sekali bahwa regulasi apapun tidak ada gunanya jika memperumit keadaan masyarakat, apalagi di Lombok Barat sendiri baru saja pulih dari bencana alam, maka kami kira regulasi Kemendag RI tersebut tidak akan berpengaruh di Pemerintah Kabupaten Lombok Barat”. Terang Taufiq.

Dampak negative jika nanti per 1 Januari 2020, pemerintah melalui Kementrian Perdagangan melarang minyak curah dengan alasan kurang higenis dan tidak sehat adalah nasib masyarakat akan tergadaikan.


“kondisi ini bagaikan dua mata sisi uang yang mesti dicarikan jalan keluarnya, tidak fare kiranya jika pemerintah Kabupaten dan masyarakat yang dipaksakan untuk mengikuti semua regulasi yang dibuat oleh pemerintah pusat yang hanya menguntungkan satu korporasi saja akan tetapi sisi lain juga mesti dipertimbangkan mengenai nasib masyarakat”. Imbuh Taufiq.

Selain dampak di atas, Taufiq menghawatirkan terdapat dampak psikologis masyarakat jika regulasi tentang minyak curah diimplementasikan.


“yang paling parah mungkin dampak psikologi masyarakat, terutama yang berada di bawah garis kemiskinan, mau beli gak ada uang, untuk makan sehari saja mereka sudah susah apalagi jika dibebankan dengan harga minyak kemasan yang relative tinggi, sedangkan mau memakai minyak curah, pemerintah sudah menyatakan tidak higenis dan tidak sehat,” Keluhnya.

Dengan kondisi tersebut, DPD II KNPI Lombok Barat melalui Taufiqurrahman, Sekertaris Jendral mengharapkan agar Pemerintah tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan.

“kami berharap Pemerintah Kabupaten tidak terburu-buru menyikapi masalah ini, mohon pemerintah pusat untuk dipertimbangkan, mari kita kaji bersama secara mendalam dan kami di DPD II KNPI Lombok Barat siap bermitra untuk kepentingan masyarakat, dalam perkara ini,” tutupnya.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article