Uang Mutilasi: Mengancam Kepercayaan Publik pada Rupiah

Ningsih Arini
6 Min Read
- Advertisement -

jfid – Uang mutilasi adalah uang asli yang disambung dengan uang kertas palsu. Fenomena ini baru-baru ini menjadi viral di media sosial, setelah seorang warga mengunggah video yang menunjukkan uang Rp 100 ribu yang memiliki nomor seri berbeda di sisi depan dan belakang, serta terlihat ada sambungan di tengahnya.

Uang mutilasi ini merupakan salah satu bentuk penipuan yang dapat merugikan masyarakat, serta merusak rupiah sebagai mata uang resmi negara. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter, telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat untuk berhati-hati dan mengenal ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Cerita dari Korban Uang Mutilasi

Salah satu korban uang mutilasi adalah Rina, seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Batuan, Jawa Timur. Rina menceritakan bahwa ia mendapatkan uang Rp 100 ribu yang ternyata merupakan uang mutilasi saat berbelanja di pasar tradisional.

Ad imageAd image

“Saya tidak sadar kalau itu uang mutilasi, karena saya tidak sempat memeriksa dengan teliti. Saya hanya melihat gambar pahlawannya saja, tidak lihat nomor serinya. Saya kira itu uang asli,” kata Rina.

Rina baru menyadari bahwa ia tertipu setelah ia mencoba membayar tagihan listrik di kantor pos. Petugas kantor pos menolak menerima uang tersebut, karena terlihat ada sambungan di tengahnya. Rina pun merasa bingung dan kecewa.

“Saya merasa dirugikan, karena saya sudah mengeluarkan uang Rp 100 ribu untuk belanja, tapi ternyata itu uang palsu. Saya tidak tahu harus bagaimana. Saya tidak bisa menemukan lagi pedagang yang memberikan uang itu kepada saya,” ungkap Rina.

Rina mengaku tidak berani menukarkan uang tersebut ke bank terdekat, karena takut dituduh sebagai pelaku penipuan. Ia juga tidak tahu apakah uang tersebut masih bisa ditukar atau tidak.

“Saya baca di internet, katanya uang mutilasi bisa ditukar kalau masih ada setengah bagian aslinya. Tapi saya tidak yakin, apakah itu benar atau tidak. Saya takut kalau saya bawa ke bank, malah dibilang saya yang membuat uang itu,” tutur Rina.

Pandangan dari Pakar Keuangan

Untuk memahami lebih jauh tentang dampak dan perkembangan isu uang mutilasi, kami menghubungi Dr. Agus, seorang pakar keuangan dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Dr. Agus menjelaskan bahwa uang mutilasi merupakan salah satu bentuk tindak pidana perusakan mata uang, yang dapat mengganggu stabilitas sistem moneter.

“Uang mutilasi adalah bentuk penghinaan terhadap simbol negara, yaitu rupiah. Uang mutilasi juga dapat menurunkan nilai rupiah, karena mengurangi jumlah uang beredar yang sah. Uang mutilasi juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap rupiah sebagai alat tukar yang sah,” papar Dr. Agus.

Dr. Agus menambahkan bahwa fenomena uang mutilasi ini harus segera diatasi oleh pihak berwenang, dengan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah. Selain itu, pihak berwenang juga harus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku penipuan uang mutilasi.

“BI sebagai otoritas moneter harus lebih gencar melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang cara mengenali uang rupiah yang asli. BI juga harus bekerja sama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan untuk menindak tegas pelaku penipuan uang mutilasi. Sanksi hukum yang tegas dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya penipuan uang mutilasi di masa depan,” ujar Dr. Agus.

Pandangan dari Praktisi Perbankan

Selain pakar keuangan, kami juga menghubungi Budi, seorang praktisi perbankan yang bekerja di salah satu bank swasta nasional. Budi mengatakan bahwa uang mutilasi merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan, karena dapat merugikan nasabah dan bank itu sendiri.

“Uang mutilasi adalah masalah serius bagi industri perbankan, karena dapat menimbulkan kerugian bagi nasabah yang menerima uang tersebut, maupun bagi bank yang melayani transaksi dengan uang tersebut. Uang mutilasi juga dapat merusak reputasi dan citra bank sebagai lembaga keuangan yang profesional dan terpercaya,” kata Budi.

Budi menjelaskan bahwa bank memiliki mekanisme dan prosedur yang ketat dalam menangani uang rupiah, baik dalam hal penerimaan, penyimpanan, pengeluaran, maupun penghitungan. Bank juga memiliki alat-alat pendeteksi uang palsu, seperti mesin hitung uang, ultraviolet lamp, dan magnifying glass.

“Bank sangat berhati-hati dalam menangani uang rupiah, karena itu adalah aset yang sangat penting bagi bank. Bank selalu memeriksa keaslian uang rupiah yang masuk dan keluar dari kas bank, dengan menggunakan alat-alat pendeteksi uang palsu. Bank juga selalu melaporkan kepada BI jika ada temuan uang palsu atau mutilasi,” jelas Budi.

Budi menyarankan kepada masyarakat untuk lebih teliti dan cermat dalam melakukan transaksi dengan uang rupiah, terutama di tempat-tempat yang rawan penipuan, seperti pasar tradisional, angkutan umum, atau pedagang kaki lima.

“Masyarakat harus lebih teliti dan cermat dalam melakukan transaksi dengan uang rupiah, dengan memeriksa ciri-ciri keaslian uang rupiah, seperti gambar utama, nomor seri, benang pengaman asli, logo BI berubah warna, tanda air, gambar saling isi, dan kode tuna netra. Masyarakat juga harus segera menukarkan uang mutilasi yang diterima ke BI atau bank terdekat, dengan membawa setidaknya 50% bagian asli dari uang tersebut,” tutup Budi.

- Advertisement -
Share This Article