jfid – Kasus percakapan tidak pantas antara seorang dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan seorang mahasiswinya telah menggemparkan dunia pendidikan dan masyarakat Indonesia.
Isi chat yang viral ini memicu kemarahan publik setelah tersebar luas di media sosial, memperlihatkan ajakan tidur dan pembahasan mengenai keperawanan.
Isi Chat yang Menjadi Viral
Chat yang tersebar di media sosial menunjukkan percakapan di mana dosen tersebut secara terang-terangan mengajak mahasiswinya untuk tidur bersamanya selama tiga hari.
Dalam percakapan tersebut, dosen juga menanyakan status keperawanan mahasiswi dengan cara yang merendahkan.
Screenshot percakapan ini pertama kali diunggah di Twitter oleh akun anonim, yang kemudian dengan cepat menyebar dan menjadi perbincangan hangat.
Menurut sumber dari Kompas (12 Juli 2024), isi chat tersebut antara lain mencakup pertanyaan-pertanyaan vulgar seperti, “Apakah kamu masih perawan?” dan ajakan seperti, “Ayo kita tidur bersama selama tiga hari di villa.”
Percakapan ini mendapat kecaman luas dari netizen yang menuntut tindakan tegas dari pihak universitas.
Tanggapan Universitas
Universitas Muhammadiyah Surakarta segera merespons dengan pernyataan resmi yang menyatakan bahwa mereka akan melakukan investigasi mendalam terhadap kasus ini.
Rektor UMS, Dr. Abdul Haris, dalam konferensi pers pada 13 Juli 2024, menyatakan, “Kami sangat prihatin dan mengecam tindakan yang tidak pantas ini.
Kami berkomitmen untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dan akan memberikan sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran.”
Menurut Tempo (13 Juli 2024), universitas telah membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini dan menjamin perlindungan bagi korban.
“Kami tidak akan mentolerir tindakan pelecehan seksual dalam bentuk apapun di lingkungan akademik kami,” tambah Dr. Abdul Haris.
Reaksi Publik dan Media Sosial
Reaksi publik terhadap chat ini sangat kuat, dengan banyak netizen yang mengecam tindakan dosen tersebut.
Tagar #UMSHentikanDosenMesum menjadi trending di Twitter, menunjukkan besarnya perhatian dan dukungan publik terhadap korban.
Banyak pengguna media sosial yang menyuarakan pendapat mereka, mengharapkan agar dosen tersebut dipecat dan menghadapi sanksi hukum yang setimpal.
Seorang pengguna Twitter dengan akun @justice4students menulis, “Ini tidak bisa dibiarkan.
Dosen yang seharusnya mendidik malah melakukan pelecehan. UMS harus segera bertindak tegas.” Komentar serupa juga muncul di berbagai platform, memperlihatkan solidaritas publik terhadap mahasiswi korban pelecehan.
Langkah Hukum dan Kebijakan Institusi
Kasus ini juga mendapatkan perhatian dari berbagai pihak yang mendesak adanya tindakan hukum.
Menurut pakar hukum dari Universitas Indonesia, Dr. Anita Dewi, dalam wawancara dengan Detik (14 Juli 2024), “Tindakan dosen tersebut dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual yang melanggar Undang-Undang Perlindungan Perempuan dan Anak. Korban memiliki hak untuk melaporkan kasus ini ke pihak berwajib.”
UMS sendiri telah menyatakan akan bekerja sama dengan pihak berwajib untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan lancar.
“Kami akan mendukung penuh setiap langkah hukum yang diambil oleh korban,” ujar Dr. Abdul Haris dalam pernyataan resminya.
Dukungan dan Solidaritas Mahasiswa
Organisasi mahasiswa di UMS juga menyatakan dukungannya terhadap korban dan mengecam tindakan dosen tersebut.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UMS, Ahmad Fauzi, dalam pernyataannya yang dikutip oleh Liputan6 (14 Juli 2024), mengatakan, “Kami mendesak universitas untuk memberikan sanksi tegas dan memastikan lingkungan kampus yang aman bagi semua mahasiswa.
Kami juga akan mengadakan forum diskusi untuk meningkatkan kesadaran tentang pencegahan pelecehan seksual di kampus.”
Ahmad juga menyatakan bahwa BEM akan mendampingi korban dalam proses hukum dan mendesak universitas untuk melakukan reformasi kebijakan terkait pelecehan seksual.
Kesimpulan
Kasus chat viral ini tidak hanya mengejutkan namun juga membuka mata banyak pihak tentang pentingnya menjaga integritas dan keamanan lingkungan akademik.
Dengan tindakan tegas dari pihak universitas dan dukungan luas dari masyarakat, diharapkan kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan memberikan pelajaran penting bagi institusi pendidikan lainnya untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.