jf
  • Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
    • Advertorial
    • Birokrasi
    • Budaya
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Profil
    • Surat Publik
    • Wisata
No Result
View All Result
Nulis
jf.
  • Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
    • Advertorial
    • Birokrasi
    • Budaya
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Profil
    • Surat Publik
    • Wisata
jf.
Menulis
  • Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
Home Siasat

Pilkada dan Politik Melankolia

by Heru Harjo Hutomo
08/28/2020
in Siasat
Reading Time: 5 mins read
2.2k
A A
0
"Ketika burung-burung tak lagi bernyanyi," 60x100 cm, tinta China di atas kertas, Heru Harjo Hutomo

"Ketika burung-burung tak lagi bernyanyi," 60x100 cm, tinta China di atas kertas, Heru Harjo Hutomo

Share on FacebookShare on Twitter

lire liru lakumu

pangraos rinaos ros satuhu

Baca Juga

No Content Available

bungah iku mung sarah munggwing jaladhi

mobah-mosik datan dangu

tansah kumambang gumeyong

Advertisement. Scroll to continue reading.
Order Order Order

—Kandha Manyura, Heru Harjo Hutomo

jfId – Pilkada serentak akan dihelat pada bulan Desember esok di berbagai daerah di Indonesia. Saya kira, berdasarkan pengalaman yang ada, pola dan suasana yang dikemas masih akan berkisar pada bentuk gorengan “mengiba diri” untuk menumbuhkan simpati seperti halnya berbagai pilkada dan pilpres tahun-tahun yang lalu. Kandidat tertentu akan digoreng sedemikian rupa laiknya orang yang terzalimi. Kriteria zalim di sini memang semena-mena, tak tunggal. Ada yang benar-benar terzalimi sebagaimana Jokowi pada pilpres tahun 2014 sehingga melahirkan euphoria yang berkisar pada rasa “mesakke,” “sayang,” atau bahkan “cinta,” yang membuat ratusan atau bahkan ribuan orang rela “berjuang” tanpa berharap imbalan.

Pada tahun 2019 lalu pola dan suasana yang serupa berupaya disajikan oleh kubu Prabowo-Sandi demi mendulang suara, tapi, saya kira, upaya itu tak berjalan mulus. Melankolia yang mewabah pada tahun 2014, yang secara diskursif dicoba untuk direstrukturisasi, justru berbuah histeria dan neurosis sosial hingga menumbuhkan perilaku-perilaku yang irasional (Histeria dan Neurosis Osesional dalam Diskursus Politik Kontemporer Indonesia, Heru Harjo Hutomo dan Ajeng Dewanthi, https://www.idenera.com).

Dalam realitas politik kontemporer yang sarat dengan budaya “tontonan” memang tak penting apakah kandidat yang bersangkutan terzalimi atau tak terzalimi. Sebab, dalam corak masyarakat tontonan, klambrangan atau pencitraan diri adalah sebuah kelaziman (Kelam Zaman Masyarakat Tontonan, Heru Harjo Hutomo, https://jalandamai.net). Apalagi kandidat yang secara rekam jejak buram atau tak jelas benar pernah melakukan apa ia, maka yang akan di-klambrangkan sudah pasti tak jauh dari kehidupan personalnya—laiknya selebritis yang rela digossipkan sampai serendah tanah asal laku di mata publik.

Pada corak masyarakat tontonan sebagaimana sekarang tak banyak diketahui tentang apa yang saya sebut sebagai politik diskursif (Hikayat Kebohongan, Heru Harjo Hutomo, https://islami.co). Perkembangan dunia digital di hari ini telah menggantikan peran “akal sehat” dan—untuk meminjam istilah Weber—“karisma” seseorang. Tak jarang seorang yang selama ini dikenal karismatik tiba-tiba dapat dicacimaki di hari ini, dijadikan bahan guyon dan direndahkan sedemikian rupa hanya untuk menumbuhkan simpati. Dengan demikian, di zaman ini, kita tengah mengalami pergeseran kriteria kepemimpinan dimana pada corak masyarakat tradisional masih dijadikan faktor penentu yang kuat.

Politik diskursif selama ini memang tak lagi menjadikan “aksi lapangan” sebagai pilihan utama. Kekuatan diskursus, yang berserak mulai dari berbagai media sosial, media massa, dan “lontaran verbal” dalam kehidupan sehari-hari (Hikayat Kebohongan II, Heru Harjo Hutomo, https://jalandamai.org), tak urung menggantikan peran tubuh dan keringat dalam sebuah kontestasi politik. Citra diri dalam bentuk rupa dan suara yang mampu mengendap dalam benak ternyata lebih memikat daripada tubuh. Tubuh dapat digandakan, tapi citra tetap satu jua berkat kekuatan diskursus.

Politik tontonan dalam masyarakat tontonan tak ayal lagi telah menggeser kriteria-kriteria lama dalam menentukan seorang pemimpin: kiprah atau rekam jejak, kinerja, visi, kualitas diri, dst. Karena itu, seandainya pun terpilih, para pemimpin yang lahir dari budaya politik tontonan hanya akan bernasib sekedar sebagai “janggol” atau simbol belaka. Tak urung masyarakat tontonan yang melahirkannya akan menguburnya hidup-hidup ketika dirasa tak lagi sedap untuk ditonton. 

(Heru Harjo Hutomo/ Penulis kolom, peneliti lepas, menggambar dan bermain musik)

Share3667Tweet2292Pin826

Dapatkan pembaruan langsung di perangkat Anda, berlangganan sekarang.

Unsubscribe

Pos Terkait

Ilustrasi Keadilan Hukum

Konstitusi dan Tradisi Politik Kita

1 tahun ago
10k

jfid - Pada masa ketika perubahan konstitusi masih merupakan hal yang mustahil, Profesor Sri Soemantri...

Pemilu Serentak 2024: Jangan Jumawalah

1 tahun ago
10k

jfid - ADA pepatah Jawa yang acap dijadikan "pakem" dalam setiap kali terjadi pesta demokrasi...

"Sangkan," 60x100 cm, kapur di atas papan, Heru Harjo Hutomo, 2020

Politik Keseharian

2 tahun ago
10k

Beating me down Beating me, beating me Down, down Into the ground Screaming so sound...

Megawati Soekarnoputri, foto: CNN.com

Pidato Megawati: Komunikasi Politik yang Gagap

2 tahun ago
10.1k

jfId - Berpuluh tahun lampau, Bung karno berpidato untuk kaum muda,”Beri aku 1000 orang tua...

Load More
Next Post

Peringati HUT Ke 112, Ikatan Notaris Indonesia Santuni Anak Yatim

Leave Comment
ADVERTISEMENT

Recommended

Kapolrestabes Medan Sholat Subuh Berjamaah di Mesjid Al-Ikhwan

Kapolrestabes Medan Sholat Subuh Berjamaah di Mesjid Al-Ikhwan

08/09/2019
10k

Pendaftaran Calon Sekda Bangkalan Dibuka, Ini Keriteria Harapan Bupati

02/28/2020
10.1k

Popular Story

  • Ilustrasi Petruk Dadi Ratu: neo-vista.com

    Cerita Wayang Petruk Dadi Ratu: Kritik Sepanjang Zaman

    9475 shares
    Share 3790 Tweet 2369
  • Politik Rendahan dan Lebaran di Pedesaan Jawa

    9170 shares
    Share 3668 Tweet 2292
  • Pengamat: KH. Khoiron Zaini, Jalan Pembebasan Sampang dari Kemiskinan Ekstrem

    9944 shares
    Share 3978 Tweet 2486
  • Beda Perbup, Perda dan Instruksi Bupati dalam Perspektif Hukum

    10860 shares
    Share 4344 Tweet 2715
  • Simbol dan Makna Baju Adat Suku Bajo

    9259 shares
    Share 3704 Tweet 2315
Jurnal Faktual

© 2022

Informasi

  • Pedoman
  • Redaksi
  • Periklanan
  • Privacy Policy
  • Tentang
  • Saran Translate

Terhubung

  • Login
  • Sign Up
No Result
View All Result
  • Arta
  • Siasat
  • Tahta
  • Sasana
  • Histori
  • Rupa-Rupa
  • Flash
  • Kolumnis
  • Warta
    • Advertorial
    • Birokrasi
    • Budaya
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Profil
    • Surat Publik
    • Wisata

Welcome Back!

Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.