Si Jambul Kuning, Obat Langka untuk Pilkada

Moh. Busri
8 Min Read

Oleh : Moh. Busri

jf.id – Terlaksananya pemilu yang aman, jujur, dan adil merupakan cita-cita semua masyarakat Sumenep dalam pemilihan Bupati dan wakil Bupati pada tahun ini. Dilihat dari study kasus pada tahun-tahun sebelumnya seringkali terjadi konflik dalam perjalanan pemilu, baik pada masyarakat tataran menengah kebawah atau bahkan dari tataran menengah keatas, bahkan terkadang sampai memecah erat tali kekeluargaan.

Oleh karena itu, sangat tidak heran apabila pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan upaya penyadaran terhadap masyarakat melalui filosofi maskot Pilbub 2020, yang didalamnya terkandung makna sangat mendalam dan juga merupakan sebuah tujuan yang setidak-tidaknya harus tercapai dalam pemilu tersebut.

Burung kakaktua berjambul kuning yang merupakan jenis Abbotti resmi dijadikan maskot Pilbub tahun ini. Menurut info yang dilansir dilansir dari jurnalfaktual.id, pada 17 Januari yang lalu, alasan dari dipilihnya burung kakaktua tersebut sebagai maskot adalah untuk mengingatkan kepada seluruh masyarakat bahwa burung itu merupakan hewan langka yang harus dilindungi. Sebab burung kakaktua tersebut juga merupakan kekayaan yang dimiliki oleh Sumenep yang bertempat di Pulau Masalembu, Kecamatan Masalembu, Desa Masakambing.

Dalam maskot itu terdapat lima jambul kuning yang bermakna kesetiaan terhadap Pancasila sebagai dasar negara. Hari ini seringkali terjadi konflik antar bangsa dikarenakan kurangnya jiwa nasionalisme dalam jiwa setiap individu. Sehingga krisisnya rasa nasionalisme itu melahirkan egosentrisme yang lebih mementingkan kepentingan sepihak dibandingkan kepentingan sosial secara luas. Andaikan saja nilai-nilai Pancasila tertanam secara baik dalam setiap individu maka konflik semacam itu minimalnya mampu diredam, sebab lebih mengutamakan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Yang kedua terdapat paku pada sayap kanan burung kakaktua yang artinya siap dalam memilih calon Bupati dan wakil Bupati. Kata “siap”disini tidak hanya terpaku pada makna secara eksklusif, akan masih memiliki makna subtansial yang inklusif. Siap dalam segala hal yang salah satunya meliputi siap memilih langsung, siap objektif dalam memilih tanpa di intervensi oleh pihak manapun, siap memilih tanpa adanya money politik, dan siap menerima dengan lapang dada siapapun nantinya yang terpilih tanpa melahirkan konflik yang dilatarbelakangi oleh sakit hati. Alasan dipilihnya seorang pemimpin adalah untuk menyatukan pemikiran masyarakat agar tercipta sosia yang aman, damai, dan sejahtera.

Ketiga, filosofi dari perisai yang terletak pada sayap kiri burung kakaktua bermakna penyelenggara dan masyarakat siap menangkal segala propaganda dan dinamika politik. Ancaman dari luar ataupun dari dalam tentu tidak akan dapat dihindari dalam proses pemilu tersebut, namun sejatinya masyarakat dan penyelenggara memang harus siap pasang badang untuk menangkal serangan dari segala sudut.

Permainan money politik menjadi salah satu ancaman yang sampai saat ini masih belum selesai teratasi, belum lagi ancaman akan jatuhnya suatu kedudukan dari kursi-kursi jabatan tertentu. Hal sedemikian akan memicu konflik berkepanjangan yang dilahirkan oleh dendam beberapa orang atau kelompok yang tidak dapat menerima keberlangsungan Pilbub dengan baik. Oleh karenanya segala propaganda yang demikian memang harus mulai ditangkal dari saat sekarang.

Yang terakhir filosofi dari burung kakaktua yang berdiri diatas peta, yaitu terpenuhinya hak-hak politik masyarakat Sumenep baik yang berada di daratan ataupun yang berapa di kepulauan. Dalam hal ini tidak ada pengecualian hak politik bagi setiap individu masyarakat Sumenep untuk mendukung kesuksesan Pilbub 2020. Seluruh penduduk Sumenep boleh memilih calon Bupati dan wakil Bupati yang dianggapnya pantas menjadi pemimpin, bahkan dirinya juga memiliki hak untuk mendaftarkan diri sebagai calon dengan catatan memenuhi syarat dan ketentuan. Dengan adanya kesetaraan hak politik bagi seluruh masyarakat Sumenep tentu sudah sangat jelas bahwa tidak ada sedikitpun yang dapat memotong atau menghalangi hak setiap individu untuk memilih pemimpinnya yang sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa ada intervensi dari pihak lain.

Kakaktua berjambul kuning itu sengaja disebut “Sijambul” yang mempunyai arti “Siap, Jurdil, Aman, Memilih Bupati Langsung”. Bukan tanpa sengaja sebutan itu diberikan, sebab maskot merupakan simbol dari segala harapan yang diinginkan dalam pemilu tersebut. Seperti yang telah diterangkan dari atas bahwa kata “Siap” merupakan bentuk kata sikap dari masyarakat Sumenep yang tidak gentar dengan segala ancaman yang akan menghantam suksesnya Pilbub tahun ini. Selain itu juga merupakan kesiapan untuk menolak adanya adanyamoney politik dan penindasan dalam hak politik setiap individu. Memang bukan hal yang mudah untuk menghalau segala rintangan itu namun usaha keras dengan kesunggungguhan yang benar-benar ditanamkan dalam setiap diri masyarakat Sumenep pastinya membuahkan hasil yang luar biasa pula.

Tidak cukup dengan kata siap karena sikap jujur dan adil tidak kalah pentingnya untuk ditanamkan dalam diri masyarakat Sumenep, baik sebagai penyelenggara ataupun rakyat pemilih. Jujur dalam hal memilih yang didasarkan oleh suara hati, bukan karena adanya tawaran kursi kedudukan dan bentuk money politik lainnya. Begitu pula bagi penyelenggara harus mampu bersikap jujur dan transparan dalam segala hal pelaksanaannya, karena jika saja terdapat kongkalikong didalam pelaksanaan pemilu tersebut maka jelas akan ada kelompok yang merasa cemburu akan hal itu, sebab ketidak transparanan tersebut memicu penilaian yang berbeda-beda bagi setiap kepala, dan hal itulah yang mendorong adanya kecemburuan sosial yang nantinya akan membangun konflik.

Selain itu rasa aman dan nyaman merupakan kebutuhan bagi setiap individu. Seringkaliada ancaman dari berbagai sudut terhadap pemilik suara guna tercapainya politik praktis. Oleh karena itu penyelenggara ataupun masyarakat secara umum harus bisa saling memberikan keamanan agar bisa tercapai pemilu yang objektif menurut suara hatinya sendiri, bukan lantas karena diintervensi. 

Persaingan dalam politik merupakan hal yang sudah biasa, akan tetapi tidak perlu dijadikan suatu kebiasaanadanya konflik yang hanya untuk kepentingan sepihak. Kesatuan dalam berbangsa merupakan tujuan utama yang seharusnya dijadikan pertimbangan utama, maka selayaknyaperbedaan dalam memilih pemimpin tidak dijadikan pemicu datangnya konflik, melainkan dijadikan sebuah dorongan untuk semakin mempererat tali persaudaraan antar sesama bangsa.

Tentang Penulis: Moh Busri, warga Matanair, Rubaru, Sumenep. Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep. Program Study, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI).

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article