Perayaan tahun baru kemudian berkembang di berbagai peradaban kuno, seperti Mesir, Mesopotamia, Babel, Yunani, dan Romawi. Mereka memiliki penanggalan yang berbeda-beda, yang mengikuti siklus bulan, matahari, atau bintang. Salah satu penanggalan yang paling berpengaruh adalah penanggalan Romawi, yang diciptakan oleh Romulus pada abad ke-8 SM. Penanggalan Romawi hanya memiliki 10 bulan dan 304 hari, yang kemudian ditambahkan dua bulan lagi oleh Numa Pompilius, yaitu Januarius dan Februarius.
Namun, penanggalan Romawi masih tidak akurat, karena tidak sesuai dengan revolusi matahari. Oleh karena itu, pada tahun 46 SM, Kaisar Romawi Julius Caesar mengubah sistem penanggalan Romawi dengan bantuan Sosigenes, seorang astronom dari Iskandariyah, Mesir. Mereka merancang kalender baru yang mengikuti revolusi matahari, yang disebut kalender Julian. Kalender Julian menetapkan bahwa tahun baru jatuh pada tanggal 1 Januari, yang dinamai dari Dewa Janus, dewa yang memiliki dua wajah untuk memandang masa lalu dan masa depan.
Tradisi Perayaan Tahun Baru Masehi
Perayaan tahun baru Masehi kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia, terutama setelah munculnya agama Kristen. Gereja Katolik mengakui kalender Julian sebagai kalender resmi, dan mengaitkan perayaan tahun baru dengan peringatan sunat Yesus Kristus. Namun, tidak semua negara mengikuti kalender Julian, karena masih terdapat perbedaan beberapa hari dengan revolusi matahari. Oleh karena itu, pada tahun 1582, Paus Gregorius XIII mengeluarkan kalender baru yang lebih akurat, yang disebut kalender Gregorian. Kalender Gregorian masih digunakan hingga sekarang sebagai kalender internasional.