jfid – Menjadi pegawai negeri sipil (PNS) atau aparatur sipil negara (ASN) adalah impian bagi banyak orang di Indonesia dan China.
Pekerjaan ini dianggap menjanjikan keamanan, kesejahteraan, dan prestise. Namun, di Jepang dan Korea Selatan, situasinya berbeda.
Generasi muda di kedua negara tersebut cenderung menghindari pekerjaan sebagai PNS. Apa alasan di balik fenomena ini?
Menurut data Badan Kepegawaian Negara (BKN), ada sekitar 4,28 juta ASN di Indonesia per semester I-2023. Mayoritas ASN tersebut merupakan PNS.
Setiap kali pemerintah membuka formasi CPNS, antusiasme masyarakat sangat tinggi. Misalnya, pada tahun 2021, terdapat sekitar 5,2 juta pelamar untuk 189.165 formasi CPNS.
Hal ini menunjukkan bahwa PNS masih menjadi profesi idaman di Indonesia.
Di China, minat menjadi PNS juga sangat besar. Menurut laporan Badan Pelayanan Sipil Nasional China (NCSA), ada sekitar 1,42 juta pelamar untuk 31.200 posisi PNS pada tahun 2021.
Persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sebagai PNS di China sangat ketat, dengan rasio rata-rata mencapai 45 banding 1.
Banyak orang China yang menganggap pekerjaan sebagai PNS sebagai “besi nasi” (iron rice bowl), yaitu pekerjaan yang aman dan stabil.
Namun, di Jepang dan Korea Selatan, minat menjadi PNS menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut data Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, jumlah pelamar untuk ujian masuk PNS tingkat nasional turun dari 590.000 pada tahun 2010 menjadi 440.000 pada tahun 2020.
Rasio pelamar terhadap posisi yang tersedia juga turun dari 10,6 banding 1 pada tahun 2010 menjadi 7,9 banding 1 pada tahun 2020.
Di Korea Selatan, situasinya serupa. Menurut data Kementerian Manajemen Personalia Korea Selatan, jumlah pelamar untuk ujian masuk PNS tingkat pemula turun dari 260.000 pada tahun 2014 menjadi 160.000 pada tahun 2020.
Rasio pelamar terhadap posisi yang tersedia juga turun dari 92 banding 1 pada tahun 2011 menjadi 23 banding 1 pada tahun 2020.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan generasi muda di Jepang dan Korea Selatan menolak menjadi PNS. Pertama, gaji PNS di kedua negara tersebut tidak sebanding dengan gaji sektor swasta.
Menurut data Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), rata-rata gaji PNS di Jepang adalah USD 49.000 per tahun, sedangkan rata-rata gaji sektor swasta adalah USD 51.000 per tahun.
Di Korea Selatan, rata-rata gaji PNS adalah USD 43.000 per tahun, sedangkan rata-rata gaji sektor swasta adalah USD 46.000 per tahun.
Kedua, budaya kerja PNS di kedua negara tersebut kurang sesuai dengan preferensi generasi muda.
Banyak generasi muda yang menginginkan fleksibilitas, kreativitas, dan mobilitas dalam pekerjaan mereka. Namun, pekerjaan sebagai PNS cenderung kaku, monoton, dan hierarkis.
Selain itu, banyak generasi muda yang tidak mau terikat dengan satu pekerjaan seumur hidup. Mereka lebih suka mencoba hal-hal baru dan mengembangkan kemampuan mereka.
Ketiga, nilai sosial PNS di kedua negara tersebut menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Banyak generasi muda yang merasa bahwa pekerjaan sebagai PNS tidak memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Mereka juga merasa bahwa pekerjaan sebagai PNS tidak menantang dan tidak memuaskan. Selain itu, banyak generasi muda yang mengkritik korupsi, nepotisme, dan diskriminasi yang terjadi di lingkungan PNS.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa generasi muda di Jepang dan Korea Selatan menolak menjadi PNS karena alasan ekonomi, psikologis, dan sosial.
Mereka lebih tertarik dengan pekerjaan yang memberikan mereka kesempatan untuk berkembang, berekspresi, dan berdampak. Hal ini menunjukkan perubahan paradigma dalam memilih pekerjaan di era globalisasi dan digitalisasi.