jfid – Pada tanggal 29 Januari 2024, dunia dikejutkan oleh tragedi yang menimpa Hind Rajab, seorang bocah Palestina berusia enam tahun, yang tewas setelah kendaraan keluarganya dihujani peluru oleh tank Israel di Kota Gaza.
Kejadian ini mengakibatkan kematian lima anggota keluarganya dan dua paramedis yang berusaha menyelamatkannya.
Menurut investigasi dari Forensic Architecture, tank Israel yang menembaki mobil keluarga Rajab berada pada jarak 13 hingga 23 meter, menjadikan tidak mungkin bagi penembak untuk tidak melihat bahwa mobil tersebut diisi oleh warga sipil, termasuk anak-anak.
Investigasi ini menggunakan analisis kinetik, citra satelit, dan rekaman dari lokasi kejadian yang menunjukkan bahwa senjata yang digunakan memiliki tingkat tembakan antara 750 hingga 900 peluru per menit, yang sesuai dengan persenjataan yang dikeluarkan oleh militer Israel seperti senapan serbu M4 atau senapan mesin FN MAG yang dipasang pada tank Merkava.
UN experts menambahkan bahwa kematian Hind Rajab dapat dianggap sebagai kejahatan perang, menekankan bahwa tidak adanya investigasi yang memadai dan akuntabilitas oleh pihak Israel sangat mengkhawatirkan.
Sementara itu, laporan dari Middle East Eye menunjukkan bahwa mobil yang ditumpangi keluarga Rajab dan paramedis telah diberondong 335 peluru, yang sekali lagi membuktikan adanya penggunaan kekuatan yang berlebihan dan tidak pandang bulu terhadap warga sipil.
Kisah tragis Hind Rajab tidak hanya menyedot perhatian internasional tetapi juga memicu tuntutan hukum terhadap militer Israel di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Organisasi Justice For All mengajukan kasus ini sebagai kejahatan perang, mengutip pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa dan hukum humaniter internasional.
Menurut presiden organisasi tersebut, Imam Abdul Malik Mujahid, tindakan militer Israel menunjukkan penghinaan total terhadap nyawa warga sipil yang tidak bersalah, khususnya anak-anak.
Rekaman audio dari Palang Merah Palestina memperdengarkan permohonan terakhir Hind yang terperangkap di dalam mobil keluarganya. “Aku hidup, tapi Layan telah gugur. Ibu, aku takut, mereka semua mati. Datang dan jemput aku,” demikian kata-kata terakhir Hind kepada ibunya melalui telepon.
Israel, melalui kedutaan besarnya di Jenewa, mengklaim bahwa pasukannya tidak berada di lokasi saat kejadian, sebuah pernyataan yang dibantah oleh berbagai bukti investigasi.
Hingga saat ini, insiden yang menewaskan Hind Rajab dan keluarganya tetap menjadi simbol penderitaan warga sipil Palestina dalam konflik berkepanjangan di Gaza.
Tragedi ini menambah panjang daftar anak-anak Palestina yang menjadi korban kekerasan militer, dengan rata-rata satu anak tewas setiap empat menit di Gaza sejak Oktober 2023.
Masyarakat internasional terus menyerukan investigasi yang transparan dan akuntabilitas bagi para pelaku untuk menghentikan siklus kekerasan yang merenggut nyawa tak berdosa.