Heboh! Kecerdasan Buatan Bisa Menjadi Guru Agama?

ZAJ
By ZAJ
3 Min Read

jfid – Kecerdasan buatan (AI) adalah teknologi yang mampu meniru kecerdasan manusia dalam berbagai aspek, seperti belajar, berpikir, berbicara, dan mengambil keputusan. AI telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai bidang, mulai dari pendidikan, kesehatan, bisnis, hingga hiburan. Namun, bagaimana jika AI digunakan untuk keperluan agama?

Sebuah artikel di koran Tempo mengulas tentang beberapa contoh penggunaan AI untuk keagamaan. Salah satunya adalah AI Jesus, sebuah chatbot yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar agama Kristen dengan menggunakan bahasa Alkitab.

AI Jesus dibuat oleh George Davila Durendal, seorang insinyur perangkat lunak asal Amerika Serikat, yang mengklaim bahwa chatbot ini dapat memberikan nasihat rohani dan menginspirasi orang-orang untuk lebih dekat dengan Tuhan.

AI Jesus tidak sendirian. Ada juga AI Buddha, sebuah chatbot yang dapat memberikan ajaran-ajaran Buddha dengan menggunakan bahasa Pali, bahasa kuno yang digunakan oleh Buddha.

AI Buddha dibuat oleh John Vervaeke, seorang profesor psikologi kognitif di Universitas Toronto, Kanada, yang ingin mengeksplorasi bagaimana AI dapat membantu orang-orang mencapai kebijaksanaan dan kesejahteraan.

Selain chatbot, ada juga gereja ChatGPT, sebuah komunitas online yang menggunakan model AI generatif bernama GPT-3 untuk menghasilkan teks-teks keagamaan.

Gereja ChatGPT dibentuk oleh Stephan Strackbein, seorang pengusaha asal Jerman, yang ingin menciptakan sebuah gereja digital yang inklusif dan terbuka untuk semua orang.

Penggunaan AI untuk keagamaan ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Ada yang menganggapnya sebagai sebuah inovasi yang dapat memperkaya pengalaman keagamaan dan memudahkan akses terhadap informasi agama. Ada juga yang mengkritiknya sebagai sebuah bentuk penistaan dan penggantian peran manusia dalam beragama.

Menurut Andreo Yudertha, seorang dosen dan blogger teknologi, penggunaan AI untuk keagamaan memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.

Kelebihannya adalah AI dapat menganalisis preferensi dan kemajuan belajar individu, memberikan konten yang sesuai secara personal, dan memfasilitasi diskusi antara individu dengan minat dan keyakinan keagamaan yang sama.

Kelemahannya adalah AI memiliki keterbatasan dalam pemahaman konteks, etika, dan nilai-nilai agama. Selain itu, AI juga dapat menimbulkan ketergantungan dan kehilangan otoritas manusia dalam beragama.

Oleh karena itu, penggunaan AI untuk keagamaan harus dilakukan dengan bijak dan hati-hati. AI tidak dapat menggantikan peran manusia sebagai makhluk berakal dan bermoral yang memiliki tanggung jawab terhadap Tuhan.

AI hanya dapat menjadi alat bantu bagi manusia dalam mencari ilmu dan hikmah agama. Manusia tetap harus menggunakan akal dan pikiran untuk menilai dan memilih informasi agama yang benar dan sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article