jfid – Dunia sastra Indonesia hari ini kehilangan salah satu bintangnya yang paling bersinar.
Joko Pinurbo, penyair karismatik yang akrab disapa Jokpin,
meninggal dunia pada usia 61 tahun di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.
Jokpin, lahir di Sukabumi, Jawa Barat, pada 11 Mei 1962, namun Yogyakarta telah menjadi rumah bagi jiwa kreatifnya.
Seperti layaknya seorang pelukis yang menggoreskan warna pada kanvas kosong,
Jokpin menorehkan kata-kata pada lembaran sastra Indonesia dengan gaya yang unik dan penuh warna.
Perjalanan Jokpin sebagai penyair dimulai dengan terbitnya puisi berjudul “Celana” pada tahun 1999.
Puisi tersebut bukan hanya sekadar rangkaian kata,
melainkan sebuah pintu gerbang menuju kebangkitan Jokpin di dunia sastra.
Ia mengungkapkan bahwa awalnya ingin berhenti menulis karena frustrasi,
namun ide untuk menulis tentang celana atau sarung membawanya pada titik balik.
Jokpin meninggalkan warisan yang tak terlupakan,
bukan hanya bagi keluarganya yang terdiri dari seorang istri, tiga anak,
dan dua cucu, tetapi juga bagi para pembaca dan penikmat sastra.
Seperti kata-katanya yang mengalir bebas, kini Jokpin telah berpulang ke alam bebas,
meninggalkan kita dengan kenangan dan inspirasi yang akan terus hidup dalam setiap bait puisinya.
Mari kita mengenang Jokpin tidak hanya sebagai penyair,
tetapi sebagai sumber inspirasi yang mengajarkan kita bahwa dalam setiap celana, ada cerita yang menunggu untuk diceritakan.
Selamat jalan, Jokpin, semoga puisi-puisimu terus menginspirasi generasi yang akan datang.