Frugal Travel: Tren Liburan Hemat yang Bisa Jadi Ancaman bagi Industri Pariwisata

ZAJ
By ZAJ
4 Min Read

jfid – Liburan merupakan salah satu kegiatan yang banyak diminati oleh masyarakat, terutama di masa yang membuat stres dan bosan.

Namun, liburan juga identik dengan biaya yang tidak sedikit, mulai dari tiket pesawat, hotel, hingga biaya makan dan wisata. Bagi sebagian orang, liburan menjadi hal yang sulit terwujud karena keterbatasan finansial.

Namun, belakangan ini muncul sebuah tren baru dalam dunia traveling, yaitu frugal travel. Frugal travel adalah konsep liburan cerdas dengan mengatur biaya untuk akomodasi, transportasi, hingga makanan dengan biaya minim. Konsep ini menekankan prinsip perjalanan atau liburan yang bermakna, bukan mewah.

Frugal travel berbeda dengan backpacker, yang biasanya lebih mengejar pengalaman dan petualangan.

Frugal traveler lebih mengutamakan efisiensi dan kenyamanan dalam berlibur. Mereka tidak segan untuk mencari promo, diskon, atau alternatif murah lainnya untuk menghemat pengeluaran.

Mereka juga lebih memilih destinasi yang dekat dan mudah dijangkau daripada yang jauh dan mahal.

Frugal travel sebenarnya bukan hal baru, tetapi semakin populer sejak pandemi Covid-19 melanda dunia.

Banyak orang yang merasa perlu untuk refreshing setelah mengalami tekanan psikologis akibat pandemi. Namun, di sisi lain, mereka juga harus menghadapi krisis ekonomi yang membuat penghasilan menurun.

Frugal travel menjadi solusi bagi mereka yang ingin berlibur tanpa menguras dompet.

Frugal travel juga sejalan dengan konsep frugal living, yaitu gaya hidup hemat dan bersahaja yang mulai digemari oleh banyak orang.

Frugal living mengajarkan kita untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan, serta mengatur keuangan dengan bijak untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Frugal living juga bermanfaat untuk lingkungan, karena mengurangi konsumsi sumber daya alam.

Namun, di balik manfaatnya bagi individu dan lingkungan, frugal travel ternyata bisa menjadi ancaman bagi industri pariwisata. Industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling terpukul akibat pandemi Covid-19.

Banyak hotel, restoran, agen travel, dan tempat wisata yang gulung tikar karena omzet menurun drastis.

Frugal travel bisa memperparah kondisi industri pariwisata, karena mengurangi pendapatan dari sektor-sektor tersebut. Frugal traveler cenderung tidak menggunakan jasa agen travel, melainkan merencanakan sendiri perjalanan mereka.

Mereka juga lebih memilih akomodasi murah seperti hostel atau homestay daripada hotel bintang lima. Mereka juga lebih suka makan di warung pinggir jalan daripada restoran mewah.

Frugal travel juga bisa berdampak pada kualitas pelayanan dan fasilitas pariwisata. Jika pendapatan menurun, maka pemilik usaha pariwisata akan kesulitan untuk mempertahankan standar kualitas mereka.

Mereka mungkin akan mengurangi jumlah karyawan, memotong gaji, atau bahkan menutup usaha mereka. Hal ini tentu akan merugikan baik pelaku usaha maupun wisatawan.

Oleh karena itu, frugal travel perlu diimbangi dengan kepedulian terhadap industri pariwisata lokal.

Frugal traveler bisa membantu industri pariwisata dengan cara-cara seperti berbagi pengalaman positif di media sosial, memberikan ulasan dan rating yang baik, memberikan tips atau saran kepada pemilik usaha pariwisata, atau bahkan memberikan donasi atau sumbangan sukarela.

Frugal travel bukan berarti tidak boleh menikmati liburan dengan maksimal. Tetapi, frugal travel juga harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan sosial dan ekonomi di sekitar destinasi wisata.

Dengan begitu, frugal travel bisa menjadi tren liburan yang positif dan bermanfaat bagi semua pihak.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article