Pemangkasan Anggaran Pendidikan 2025: Benarkah Hanya untuk Mendanai Program Makan Bergizi Gratis?

Deni Puja Pranata
7 Min Read
Mitos vs Fakta: Benarkah Makan Malam Bikin Gendut? (Ilustrasi)
Mitos vs Fakta: Benarkah Makan Malam Bikin Gendut? (Ilustrasi)
- Advertisement -

jfid – Kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan tahun 2025 menjadi sorotan tajam publik. Di tengah upaya pemerintah untuk mendorong efisiensi belanja negara, sektor pendidikan justru terkena dampak signifikan.

Salah satu alasan utama yang diungkapkan adalah untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah inisiatif besar Presiden Prabowo Subianto.

Namun, apakah pemangkasan anggaran ini benar-benar hanya demi MBG? Atau ada faktor lain yang melatarbelakangi kebijakan ini? Artikel ini mengupas tuntas isu tersebut dari berbagai sudut pandang.

Efisiensi APBN 2025: Mengapa Pendidikan Jadi Sasaran Utama?

Pada awal 2025, pemerintah resmi mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, yang menargetkan penghematan anggaran sebesar Rp 306,6 triliun.

Ad imageAd image

Kebijakan ini bertujuan meningkatkan efisiensi belanja negara dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi dan mempercepat pertumbuhan.

Namun, salah satu sektor yang paling terdampak adalah pendidikan tinggi dan pendidikan dasar, dengan total pemangkasan mencapai puluhan triliun rupiah.

Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Keuangan, anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dipangkas hingga Rp 8 triliun, sementara Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiksaintek) mengalami pengurangan anggaran sekitar Rp 14,3 triliun.

Pemangkasan ini menyasar berbagai pos penting, mulai dari bantuan operasional sekolah, beasiswa mahasiswa, hingga tunjangan dosen non-PNS.

Namun, apa tujuan utama dari langkah ini? Pemerintah menyatakan bahwa salah satu prioritas penggunaan dana hasil efisiensi adalah untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis, yang bertujuan memberikan makan siang bergizi kepada 82,9 juta anak sekolah dan ibu hamil di seluruh Indonesia.

Program ini digadang-gadang sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama kelompok rentan.

Program Makan Bergizi Gratis: Solusi atau Beban Baru?

Program MBG memang memiliki niat baik. Dalam kampanye Pilpres 2024, Presiden Prabowo Subianto menjanjikan program ini sebagai bagian dari visinya untuk membangun sumber daya manusia unggul. Namun, realisasinya ternyata lebih kompleks dari yang dibayangkan.

Awalnya, anggaran yang disiapkan untuk MBG adalah Rp 71 triliun. Namun, setelah cakupannya diperluas dari 17 juta menjadi 82,9 juta penerima manfaat, biaya program membengkak hingga membutuhkan tambahan Rp 100 triliun.

Tambahan dana ini berasal dari pemangkasan anggaran di berbagai kementerian dan lembaga, termasuk sektor pendidikan.

Namun, pertanyaan besar muncul: apakah program ini benar-benar layak mendapatkan prioritas utama atas pemangkasan anggaran pendidikan? Sejumlah pihak menyatakan bahwa dampak MBG tidak sebesar yang diharapkan.

Ekonom Bhima Yudhistira menyoroti minimnya keterlibatan UMKM dalam rantai pasok program ini, sehingga kontribusinya terhadap perekonomian lokal masih rendah. Selain itu, kapasitas fiskal daerah yang berbeda-beda juga membuat pelaksanaan MBG menjadi tantangan tersendiri.

Dampak Pemangkasan Anggaran Pendidikan: Ancaman bagi Masa Depan Bangsa

Sementara MBG menjadi prioritas, pemangkasan anggaran pendidikan justru menimbulkan dampak serius yang tidak bisa diabaikan. Berikut beberapa contoh nyata:

  1. Terancamnya Program Beasiswa KIP-Kuliah
    Salah satu korban utama pemangkasan anggaran adalah program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Dari total 844.174 mahasiswa yang seharusnya menerima beasiswa ini, sebanyak 663.821 mahasiswa terancam tidak mendapatkan bantuan pada tahun 2025. Hal ini berpotensi memutus akses pendidikan bagi keluarga miskin dan menghambat upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan dalam pendidikan tinggi.
  2. Naiknya Biaya Kuliah di PTN
    Pemangkasan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) hingga 50% akan berdampak langsung pada mahasiswa PTN. Subsidi UKT yang semula membantu meringankan beban biaya kuliah kini berkurang, sehingga mahasiswa harus membayar lebih tinggi.
  3. Penurunan Kualitas Layanan Pendidikan
    Pengurangan anggaran untuk infrastruktur, peralatan laboratorium, dan pelatihan guru dapat menurunkan kualitas layanan pendidikan secara keseluruhan. Ini berpotensi memengaruhi pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia di masa depan.

Efisiensi Brutal atau Prioritas yang Salah?

Kritik terhadap kebijakan ini datang dari berbagai kalangan. Ekonom Awalil Rizky menyebut pemangkasan anggaran sebagai “efisiensi brutal” karena dinilai tidak proporsional.

Ia menyoroti bahwa pengecualian terhadap beberapa kementerian, seperti Kementerian Pertahanan dan Polri, menunjukkan ketidakadilan dalam distribusi beban efisiensi.

Selain itu, banyak pihak mempertanyakan apakah MBG benar-benar merupakan prioritas utama. Mengingat besarnya dampak pemangkasan anggaran pendidikan, seharusnya pemerintah mempertimbangkan ulang alokasi dana agar tidak mengorbankan sektor strategis seperti pendidikan.

“Jika anggaran pendidikan dikorbankan untuk program populis, maka kita sedang memilih jalan pintas yang berisiko merugikan generasi mendatang,” ujar Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira.

Solusi Alternatif: Bagaimana Memenuhi Kebutuhan Tanpa Mengorbankan Pendidikan?

Untuk menghindari dampak buruk jangka panjang, pemerintah perlu mencari solusi alternatif yang lebih adil dan berkelanjutan. Berikut beberapa rekomendasi:

  1. Optimalisasi Dana yang Ada
    Alih-alih melakukan pemangkasan besar-besaran, pemerintah dapat mengoptimalkan penggunaan anggaran yang sudah ada. Misalnya, dengan memangkas belanja seremonial, ATK, dan percetakan yang tidak esensial.
  2. Libatkan Swasta dan Komunitas
    Program MBG dapat dioptimalkan dengan melibatkan UMKM lokal sebagai mitra penyedia makanan. Ini tidak hanya membantu pelaksanaan program, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah.
  3. Prioritaskan Sektor Strategis
    Pendidikan harus tetap menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional. Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk menunda proyek-proyek infrastruktur non-urgensi guna mengalokasikan anggaran lebih besar ke sektor pendidikan.

Kesimpulan: Apakah MBG Layak Mengorbankan Pendidikan?

Pemangkasan anggaran pendidikan 2025 untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis memang menimbulkan dilema.

Di satu sisi, MBG memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun di sisi lain, dampak negatif terhadap pendidikan tidak bisa diabaikan.

Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang menentukan masa depan bangsa, sehingga kebijakan yang mengorbankannya harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati.

Pemerintah perlu memastikan bahwa efisiensi anggaran dilakukan secara bijak, tanpa mengorbankan sektor-sektor strategis seperti pendidikan. Jika tidak, risiko terbesar adalah hilangnya harapan bagi generasi muda untuk membangun masa depan yang lebih baik.

- Advertisement -
Share This Article