Sumenep Jf.id – Paguyuban Kepala Desa Indonesia (PKDI) Sumenep meminta pemerintah pusat segera mencabut atau meninjau ulang PMK 81/2025. Aturan tersebut dinilai merugikan puluhan desa karena membuat pencairan Dana Desa tahap II tertahan sejak bulan September.
Ketua PKDI Sumenep, H Obet, menyampaikan bahwa banyak desa sudah melaksanakan program pembangunan dan pelayanan masyarakat, namun anggarannya belum bisa dicairkan. Menurutnya, dana tetap harus disalurkan karena kegiatan desa telah berjalan dan membutuhkan pembiayaan.
Hal senada disampaikan Abdul Hayat. Ia menjelaskan bahwa aturan baru tersebut membuat 74 desa non-earmark belum menerima pencairan tahap kedua. Padahal, pengajuan pencairan telah dilakukan sejak 17 September 2025. Masalah muncul karena PMK 81/2025 baru diterbitkan pada 25 November sehingga dianggap berlaku mundur dan memblokir pengajuan sebelumnya.
PKDI menilai kondisi ini tidak hanya terjadi di Sumenep, tetapi dialami banyak desa di seluruh Indonesia. Dana Desa tahap II, khususnya dana non-earmark, merupakan sumber utama untuk membiayai pembangunan fisik dan program pelayanan masyarakat yang sudah direncanakan sejak awal tahun.
Meski tidak memilih jalur demonstrasi seperti organisasi desa lainnya, PKDI tetap menyampaikan protes secara resmi melalui jalur organisasi. Mereka telah mengirim surat dan meminta audiensi dengan kementerian terkait, termasuk Kementerian Keuangan, Kementerian Desa, hingga Sekretariat Kabinet.
PKDI menegaskan bahwa keterlambatan pencairan membuat RKPDes dan APBDes tidak berjalan optimal. Banyak kegiatan desa akhirnya tertunda karena ketiadaan anggaran.
“Dana desa harus kembali kepada semangat Undang-Undang Desa yang berbasis musyawarah dan perencanaan dari bawah. Karena pencairan tahap dua tersendat, banyak program tidak bisa dilaksanakan,” ujar H Obet.


