Susu Kuda Liar: Pendekatan Otonomi Pangan Untuk Kemandirian Lokal

Rasyiqi
By Rasyiqi
13 Min Read
Gambar Ilustrasi Susu Kuda Liar (gambar: bernas.id)
Gambar Ilustrasi Susu Kuda Liar (gambar: bernas.id)

Penulis: Rusdianto Samawa, Petualang Pesisir Indonesia, Menulis dari Rumah Nelayan Penangkap – Pembudidaya Lobster dan Ladang Kandang Kuda Sumbawa, Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel).


“Ingat, periode swasembada Kuda Sumbawa yang jutaan ekor itu sejak tahun 1418 – 1990-an. Rentang tahun ini juga, bagian perjalanan terkikisnya kuda Sumbawa. Siapa yang habiskan? 1) Belanda: jual beli kuda ke NTT, Sulawesi, Francis, Belanda dan Eropa. 2) Masyarakat Sumbawa tidak suka pemberdayaan: ternak, tetapi suka Male (Main Kuda Pacuan). 3) Masyarakat Sumbawa berbeda dengan Sulawesi, tidak pemakan daging kuda (omnikuda). 4) Masyarakat Sumbawa senang kuda penjantan: untuk kerja, dokkar, male, dan kegunaan lainnya. Kira – kira faktor diatas penentu kepunahan Kuda Sumbawa. Ini dampak masyarakat egois beternak Kuda Betina.”


jfID – Ketahanan pangan salah satu isu strategis dalam visi pembangunan kedepan. Lebih-lebih Kabupaten Sumbawa yang sedang berkembang sehingga membutuhkan peran lebih besar untuk mencapai sasaran utama pembangunan ekonomi lokal. Pendekatan pertama: fungsi ketahanan pangan sebagai prasyarat untuk terjaminnya akses pangan bagi semua masyarakat dengan kualitas yang cukup untuk eksistensi hidup, sehat, dan produktif.

Perlu dijamin akses kebutuhan terhadap pangan yang cukup sebagai hak dasar dijamin pemerintah untuk masyarakat. Sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Ketahanan Pangan No.7 tahun 1996. Implikasi dari fungsi ketahanan pangan sebagai syarat dalam pembangunan daerah dan sumberdaya manusia yang kreatif dan produktif karena menjadi determinan utama dari inovasi ilmu pengetahuan, teknologi dan tenaga kerja produktif serta fungsi ketahanan pangan sehingga perekonomian stabil dan kondusif daerah.

Karena itu, pemerintah Daerah Sumbawa harus berusaha mulai dari sekarang, membangun sistem ketahanan pangan yang mantap melalui produksi SKL (Susu Kuda Liar) — selanjutnya akan disingkat SKL. Sangat rasional dan wajar kalau pemerintah daerah Sumbawa menjadikan program pemberdayaan kuda sebagai ujung tombak pemantapan ketahanan pangan masyarakat sebagai instrumen pembangunan sumber daya manusia.

Pendekatan kemandirian pangan lokal seperti yang tercantum pada UU No.7 tahun 1996, bahwa pemerintah berkewajiban menjamin kecukupan pangan dengan mutu yang baik serta stabilitas harga yang dapat dijangkau masyarakat yang pendapatan rendah. Dengan demikian, pemerintah daerah harus melakukan pendekatan kemandirian pangan lokal terhadap eksistensi produksi SKL melalui pendekatan: pertama, perlindungan hak ekonomi masyarakat sebagai faktor utama pengembangan pangan lokal daerah.

Kedua, mengambil kebijakan dalam mensejahterakan masyarakat melalui pemenuhan pangan yang berkesinambungan, seperti insentif program pemberdayaan kerato (tempat pacuan kuda). Ketiga, pembangunan ekonomi bisa berkelanjutan jika pemenuhan hak dasar masyarakat atas pangan terpenuhi dengan model pendekatan pemberdayaan masyarakat pada sektor kerato sebagai basis ekonomi dan penunjang pangan.

Selain pendekatan diatas, pemerintah daerah Sumbawa harus menggunakan prioritas otonomi pangan yang merupakan kewenangan untuk menentukan kebijakan strategis terkait persoalan pangan. Kebijakan tersebut mencakup kualitas, ketersediaan, distribusi dan konsumsi masyarakat terhadap SKL.

Kabupaten Sumbawa sebagai daerah otonom pangan, idealnya harus mampu memproduksi, mengolah, dan memasarkan SKL sebagai Potensi Usaha Daerah (PUD) yang sudah dikategorikan bahan pangan yang berkualitas serta sesuai dengan karakteristik konsumsi masyarakat.

Otonomi pangan Kabupaten Sumbawa setidaknya memiliki empat kelebihan: pertama, SKL berbasis sumber daya lokal yang tahan krisis ekonomi. Fluktuasi perekonomian yang sulit diprediksi menyebabkan ketidakpastian harga pangan. Dengan begitu, harga pangan SKL tidak dipengaruhi biaya produksi dan juga kurs mata uang.

Kedua, SKL memperpendek rantai perdagangan. Faktor utama tingginya harga pangan karena rantai perdagangan yang panjang. Penguasaan lahan, infrastruktur, teknologi, kontinuitas, dan produksi yang relatif rendah dari peternak lokal menjadi ladang subur bagi rentenir dan pengepul untuk meraup keuntungan. Sehingga otonomi pangan SKL dengan cakupan pemasaran yang luas akan berdampak positif pada perkembangan produksi SKL dengan skala besar.

Ketiga, SKL menggerakkan dan memperkukuh perekonomian lokal. Harga yang terjangkau karena rantai perdagangan pendek akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dapat perkuat stabilitas perekonomian daerah. Keempat, SKL memperkuat kelembagaan pemberdayaan masyarakat. Teritori yang sempit dan kedekatan masyarakat menjadi modal sosial yang baik untuk perkembangan kelembagaan pemberdayaan masyarakat, seperti kelembagaan kelompok masyarakat.

Sistem ketahanan pangan meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dibarengi bantuan anggaran dari pemerintah. Peranan pemerintah daerah dan pusat hanya membuat regulasi strategis dan teknis dilapangan diserahkan pada masyarakat maupun kelompok pemberdayaan. Daerah sebagai basis ketahanan pangan untuk menyambung hidup yang selalu berdinamika.

Pemerintahan Daerah Kabupaten Sumbawa masih hadapi permasalahan untuk ketahanan pangan di sektor SKL, antara lain: pertama, tidak Efektifnya pemerintah daerah dalam mempromosikan SKL sebagai bahan pokok ketahanan pangan. Sehingga tidak diprioritas dalam musrenbang. Bahkan, daerah lebih mementingkan meningkatkan PAD daripada perpanjang strategi kebijakan ketahanan pangan pada sektor SKL. Tanpa disadari ancaman bahaya gizi buruk dan kelaparan di Sumbawa setiap saat dialami masyarakat. Kedua, pemerintah Sumbawa kurang paham terhadap pengelolaan potensi lahan pemberdayaan. Tentu hal ini pemerintah harus diimbangi untuk menarik investor sehingga penggunaan lahan dapat dimaksimalkan dengan baik.

Dengan demikian, Pemerintah Daerah Sumbawa harus membuat program pengelolaan SKL sebagai bahan pangan konsumsi melalui keunggulan komoditas untuk membentengi kerawanan dan kelangkaan menuju kemandirian pangan lokal.

Adapun strategi Pemerintah Daerah Sumbawa adalah Pertama, ekstensifikasi lahan peternakan kuda ditujukan untuk penyiapan ternak dan tempat produksi yang akan dilakukan oleh masyarakat, sehingga produksi SKL secara lokal dan nasional dapat ditingkatkan. Kedua, intensifikasi SKL diarahkan pada peningkatan produksi yang berbasis masyarakat.

Ketiga, diversifikasi, ternak harus diuji dalam program SKL untuk meningkatkan produksi sebagai bahan pokok pangan alternatif selain beras, ketela, pisang, ikan dan lain sebagainya. Peningkatan konsumsi SKL pangan pokok alternatif yang berimbang dan bergizi serta berbasis pangan lokal. Diversifikasi dilakukan dengan mempercepat implementasi teknologi pengolahan SKL pangan lokal yang telah diteliti sebelumnya untuk pasokan pengolahan dan manajemen distribusi.

Keempat, revitalisasi industri pengolahan SKL, diarahkan pada penekanan hasil mutu yang baik sehingga pengolahan bahan baku mendapat nilai baik sebagai produk pangan. Implementasi pengolahan SKL yang efektif dan efisien sangat menentukan daya serap ekonomi sehingga industri pangan SKL disentra produksi dorong pengembangan mengolah bahan mentah menjadi produk pangan. Dengan demikian, industrialisasi pangan SKL akan tumbuh dengan baik. Program ini akan berdampak luas kepada penyediaan lapangan kerja dan penurunan laju urbanisasi.

Kelima, revitalisasi kelembagaan pangan SKL, keberadaan, peran dan fungsi lembaga pangan SKL dalam bentuk kelompok ternak kuda perahan, UKM kuda perahan, dan koperasi kuda perahan perlu diadakan dalam rangka merevitalisasi proses penyediaan pangan untuk mendukung pembangunan kemandirian pangan lokal. Kemitraan perlu dilakukan dengan kementerian untuk tumbuhnya usaha pangan SKL.

Keenam, kebijakan makro, hal ini perlu diatur kembali dengan peraturan khusus agar SKL dapat didorong tercapainya ketahanan pangan dalam waktu 10 – 25 tahun kedepan. Keragaman daerah melahirkan perbedaan karakteristik dan besaran persoalan pangan yang ada.

Maka, Pemerintah daerah Sumbawa perlu diberi kewenangan untuk menentukan SKL sebagai produk unggulan daerah dengan cirri-ciri kelebihan, yakni Pertama, akseptabilitas masyarakat terhadap SKL sebagai pangan daerah yang merupakan sebuah konsensus masyarakat sejak lama. Modal sosial SKL seperti ini akan membentengi pasar lokal dari serbuan pangan impor.

Kedua, kelestarian SKL, pihak yang untung adalah masyarakat untuk memproduksinya sebagai pangan lokal. Maka, produksi pangan SKL tetap terjaga kelestarian dan kelanjutannya. Ketiga, komoditas SKL sebagai pangan unggulan daerah menjadi aset mahal yang harus terus dipelihara dan di jaga dengan cara mendukung produksinya meningkatkan pendapatan daerah.

Upaya Fasilitasi Ekonomi Kerakyatan

Pengembangan potensi usaha daerah (PUD) SKL (Susu Kuda Liar) sebagai produk pangan unggulan sudah pasti dapat memfasilitasi kekuatan ekonomi kerakyatan yang diproduksi oleh masyarakat dan hasilnya diperuntukkan bagi masyarakat maupun pemerintah daerah. SKL (Susu Kuda Liar) optimis dapat memfasilitasi ekonomi rakyat sebagai kunci kemajuan ekonomi daerah dan kebanggaan nasional di masa depan. Ekonomi kerakyatan yang berbasis SKL adalah proses pembentukan struktur ekonomi kerakyatan yang berdampak pada kesejahteraan rakyat kecil seluruh aktivitas perekonomian yang dilakukan.

Menurut San Afri Awang (2015), sistem ekonomi kerakyatan memiliki ciri-ciri, yakni memiliki peranan vital pemerintah, yakni menjaga efisiensi ekonomi berdasarkan keadilan, mekanisme perencanaan, mekanisme pasar, dan kerja sama (cooperatif). Karakter pengembangan SKL utamanya sebagai basis ekonomi kerakyatan.

Secara mikro bahwa kegiatan pengembangan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa hal: Pertama, perluasan sumber pembiayaan, khususnya investasi dan penyediaan pembiayaan untuk pengembangan SKL melalui pemerintah daerah dan lembaga pedesaan maupun melalui Bank-Bank pemerintah serta perusahaan swasta.

Kedua, Penggunaan jaringan pasar domestik untuk distribusi produk SKL melalui jaringan kemitraan usaha. Ketiga, Penguatan infrastruktur pembiayaan bagi peternak kuda dipedesaan dan pengembangan badan pembiayaan alternatif, seperti pembiayaan oleh pemerintah secara gratis. Keempat, Fasilitasi penjaminan kredit melalui kerjasama bank dan lembaga asuransi dan fasilitasi bantuan teknis untuk meningkatkan penyaluran SKL. Kelima, Penyediaan dukungan pengembangan usaha dengan penyediaan infrastruktur pedesaan yang bagus.

Karena itu, perlu adanya perhatian utama pemerintah agar program SKL mampu merangsang kegiatan ekonomi produktif lainnya sekaligus memupuk jiwa kewirausahaan pada generasi akan datang. Tidak dapat disangkal bahwa membangun ekonomi kerakyatan berbasis SKL membutuhkan komitmen dan praktek yang serius dari pemerintah Sumbawa dengan memberi dukungan modal agar masyarakat dapat membuka lapangan pekerjaannya sendiri.

Selain itu, pemerintah harus mempunyai perencanaan yang pasti tentang SKL untuk mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat berbasis pada pemberdayaan SKL berasas kekeluargaan. Karena, sistem ekonomi kerakyatan yang mencakup produk unggulan daerah yang tahan terhadap kondidi apapun.

Program SKL dapat memberikan jaminan pertumbuhan out put perekonomian daerah secara mantap dan berkesinambungan sehingga terciptanya keadilan bagi masyarakat dengan sumber daya yang dimiliki untuk memproduksi secara maksimal. Ternak kuda dan produksi susu merupakan modal dasar yang dimiliki pemerintah dalam meningkatkan ekonomi kerakyatan yang harus ditumbuh kembangkan secara sehat dan baik.

Penutup

Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa harus mendukung pemberdayaan ekonomi kerakyatan berbasis SKL (Susu Kuda Liar) dengan tujuan memperkuat ekonomi masyarakat Sumbawa. Karena memang sudah terbukti bahwa SKL belum menjadi sentra produksi ekonomi. Maka sebaiknya pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membuka investasi yang didukung sepenuhnya dan bertanggungjawab menjaga stabilitas pangan dengan menggali potensi produk unggulan daerah Sumbawa.

Sebaiknya pemerintah memberikan peluang kepada masyarakat dengan cara pemberian modal usaha kepada masyarakat dan jaminan pemeliharaan kuda ternak yang didasarkan pada peraturan daerah tentang produk unggulan yang harus di kembangkan secara baik dan benar. Tentu hal ini akan mendorong kemandirian ekonomi lokal dan terjaminnya ketahanan pangan masyarakat. Menarik, bagi pemerintah daerah untuk fokuskan program ini sebagai basis ekonomi masyarakat menuju kemakmuran.[]

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article