Selamat Tinggal Dolar

Rasyiqi
By Rasyiqi
6 Min Read

Burung di Tangan Dilepas untuk Menangkap Burung di Pohon (Mardigu Wowiek)

jfID – Bye bye dolar, rupiah dan yuan sekarang berkolaborasi untuk menggunakan mata uang lokal bilateral dua negara. Sebuah judul yang sederhana. Sesederhana jutaan rakyat bodoh seperti saya yang kagum akan keberanian keputusan tersebut.

Saya ini sangat bodoh urusan ekonomi, jadi kagum dengan keputusan yang baru saja diambil oleh pejabat keuangan negara dan pejabat tinggi lainnya.

Keputusan tersebut saya tidak bisa bandingkan, saya hanya rakyat jelatah, ilmunya abal-abal. Tapi ada banyak orang yang memiliki “common sense” atau akal sehat bertanya dalam hati.

Kalau kita kerja sama, maka status kita harus sama tinggi, duduk sama rendah. Maka kita bisa melakukan kerjasama yang saling menguntungkan.

Tetapi kalau berat sebelah, maka tidak ada hal yang sama dalam negosiasi agar saling untung, tetapi yang kuat atau yang posisinya diatas lah yang banyak diuntungkan atau yang menang.

Dalam hal transaksi dua negara Indonesia dan China saya berharap impor dan ekspor kita sama nilainya, ternyata kita defisit jauh alias import Indonesia kebanyakan dari Tiongkok.

Lalu kalau impor kita lebih banyak alias Indonesia kebanyakan beli YUAN maka posisi kita (rupiah) tertekan terus dengan yuan dong. Kita jadinya kalah terus. Alias kita jadi wajib nyetok YUAN.

Eh boss, kita dengan dolar saja kita tekor, ini sekarang dengan yuan, ya kita tekor lagi. Dan karena kita tekor terus, kita harus jadi ambil YUAN. Kalian ini nggak kapok ya dikadalin dolar dan IMF, dan sekarang mau dikadalin YUAN dengan OBOR nya.

Nggak ada yang namanya kerjasama yuan rupiah di saat neraca perdagangan NJOMPLANG minus gede seperti ini.
Kita jadi harus punya yuan. Kita kok jadi mirip provinsinya China nih sebentar lagi. Rupiah kita kurang terus, dan Tiongkok apa yang dilakukan, ya cetak saja yuannya sesuka suka mereka, toh ada Indonesia yang beli. Gitu kan?

Masih belum faham juga ya ?
Gini, ini versi saya lho ya, yang bodoh ini loh ya, bukan versi menteri mega bintang atau menteri multi talent, ini si sontoloyo ilmunya abal-abal.

Di Tahun 2009 puncaknya sub prime morgage Amerika printing money gede-gedean. Dimana di mata anda para ahli ekonomi yang terhormat nanti Amerika inflasi. Silahkan ilmu kalian pertahankan sampai mati tuh ilmu inflasi.

Faktanya di tahun 2010, 2011, 2012 dan seterusnya, inflasi Amerika kecil. Bisa dijelasin?

Jadi, pada saat masalah ekonomi di sebuah negara yang pakai printing money tadi selesai, maka uang beredar tadi kebanyakan atau banyak.

Sementara produksinya ya sama saja.
Jadi solusinya adalah uang tersebut di sebar ke seluruh dunia terutama di negara berkembang yang mana kenaikan produksinya masih tinggi. Jadi salah satunya banjir dolar di tahun 2011, 2012, 2013 yang banyak datang ke Indonesia pada saat itu.

Saat itu, Venture capital dan banyak lagi lembaga keuangan lempar uang ‘dolar” tadi agar ketemu sektor produktif di Indonesia secara gede-gedean. Boleh tanya deh ke beberapa pebisnis di tahun-tahun tersebut, kita-kita saat itu lagi ngegas-ngegasnya.

Kembali ke awal covid, banyak negara yang printing money untuk solusi ekonominya dimana di tahun 2022 ke atas akan ada banyak dolar yang banjir masuk ke negara dunia ketiga, ke negara berkembang yang akan dipadukan dengan sektor produktif.

Karena di negara pencetak uang tadi, sektor produksinya terbatas atau terhitung. Dan tidak bisa menelan semua uang yang mereka udah cetak tadi. Inilah pentingnya kita berteman dengan negara pengendali dan negara-negara sekutunya. Alias nanti di tahun 2022 kita akan kebanjiran dolar murah tapi saya pesimis hal itu akan datang lagi.

Karena kelolaan negara saat ini sangat pragmatis, karena ingin cuan cepat dengan Tiongkok terlihat lebih sexy. Nggak faham banget geopolitik luar negeri banyak negara, jadi ya oke lah.


Jadi kembali ke masalah yang sekarang sudah kadung dan strategi Tiongkok di awal covid solusinya juga sama yaitu printing money, sehingga akhir tahun ini dan tahun depan akan banjir yuan sementara sektor produksi di China tidak terlalu baik amat karena dunia belum recover.

Paling enak yuan tadi dipakai untuk dagang atau untuk “bait” atau untuk umpan dagang.
Eh disambut loh sama Indonesia.
Saya mikir, lah cetak uang rupiah sendiri juga bisa, kenapa mesti yuan kenapa mesti dolar apalah itu lah namanya?

Lalu kalau nanti efek rupiah beredar banyak karena kita printing money, ya kita tinggal kerjain negara tetangga dengan pura-pura kerjasama dedolarisasi. Ya kayak kalian sekarang lah dengan Tiongkok. Gitu lah mirip-mirip

Negara Vanuatu yang ngocol itu kita kerjain, Solomon island kita garap, Timor Timur, Papua Nugini kita garap. Itu baru namanya pejuang bernegara.
Kalau saat ini, kok selalu jadi victim sih bernegaranya, ini otak kita rakyat yang bodo atau memang pejabat negara yang terlalu pintar hingga rakyat yang jelantah ini memang nggak bisa faham langkah mengelola negara kalian.

Mudah-mudahan kalian benar, kalau suatu hari nanti kelihatan hasilnya negatif apa nggak takut sama dosa kalian itu. Dosa karena tidak berilmu dan dosa karena tidak mau dengar. #peace #dinaran

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

TAGGED:
Share This Article