Sah Legal: Ekspor Benih Bening Lobster Diperbolehkan

Rusdianto Samawa
11 Min Read
Rusdianto Samawa, Tinjau Lokasi pembibitan benih bening Lobster
Rusdianto Samawa, Tinjau Lokasi pembibitan benih bening Lobster

Penulis: Rusdianto Samawa, Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI)


jfID – Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah melegalkan ekspor Benih Bening Lobster (BBL) melalui Permen KP Nomor 12 Tahun 2020. Permen itu ditanda tangani Menteri KKP per 4 Mei 2020 dan sudah masuk dalam Lembaran Negara yang disetujui Menteri Hukum dan HAM. Ekspor ini hanya sementara waktu, sembari menunggu kesiapan para investor, pengusaha, organisasi lobster untuk kegiatan budidaya.

Ada beberapa catatan penting dalam Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2020 tersebut, yakni: Pertama, harga benih bening lobster; nilai harga Benih Bening Lobster sangat ditentukan oleh tingkat permintaan negara tujuan ekspor terutama dari negara pembudidaya lobster (Panulirus, spp) yang tidak memiliki sumber benih.

Nilai jual lobster Mutiara (Panulirus ornatus) paling tinggi di bandingkan jenis lobster lainnya sedangkan lobster Pasir (Panulirus homarus) memilki nilai jual dibawah harga lobster Mutiara (Panulirus ornatus).

Deskripsi nilai jual atau harga ekspor Benih Bening Lobster Pasir pada tahun 2019 di pasar gelap adalah sekitar Rp 50 ribu-65 ribu dan tahun pada tahun 2020 sekitar Rp. 55 ribu. Untuk Nilai jual ekspor Benih Bening Lobster Mutiara pada tahun 2019 di pasar gelap adalah sekitar Rp. 130 ribu-160 ribu dan tahun pada tahun 2020 sekitar Rp. 145 ribu.

Sedangkan harga beli dari nelayan hanya berkisar rata rata sekitar Rp. 5 ribu – 8 ribu untuk Benih Bening Lobster Pasir dan Rp. 15 ribu – 20 ribu untuk Benih Bening Lobster Mutiara. Dari sini akan ditentukan harga secara resmi terhadap pola dan sistem tata niaga benih benih lobster.

Kedua, kewajiban pengekspor benih bening lobster untuk membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP); Ditetapkannya tarif spesifik pelayanan Kekarantinaan Ikan atas ekspor Benih Bening Lobster dengan selisih harga, yakni;

Pertama, Jenis BBL Pasir dengan rincian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp1.000/Ekor dengan jumlah ekspor 1 ekor – 10.000 ekor.

Kemudian, kalau ekspor BBL 10.000 – 25.000 ekor, maka PNBP-nya Rp2.000/Ekor. Kalau ekspor BBL 25.000 – 50.000 ekor, maka PNBP-nya Rp3.000/Ekor.

Kalau ekspor BBL 50.000 – 100.000 ekor, maka PNBP-nya Rp4.000/Ekor. Kalau ekspor BBL 100.000 ekor, maka PNBP-nya Rp5.000/Ekor.

Kedua, Jenis BBL Mutiara dengan rincian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp1.500/Ekor dengan jumlah ekspor 1 ekor – 10.000 ekor.

Kemudian, kalau ekspor BBL 10.000 – 25.000 ekor, maka PNBP-nya Rp3.000/Ekor. Kalau ekspor BBL 25.000 – 50.000 ekor, maka PNBP-nya Rp5.000/Ekor.

Kalau ekspor BBL 50.000 – 100.000 ekor, maka PNBP-nya Rp5.000/Ekor. Kalau ekspor BBL 100.000 ekor – Keatas, maka PNBP-nya Rp10.000/Ekor.

Demikian hitungan PNBPnya dalam rangka pemanfaatan benih bening lobster untuk budidaya dan ekspor pengaturan penangkapan sangatlah dibutuhkan kuota penangkapan, pemakaian alat tangkap yang baik dan sesuai, waktu penangkapan, sistem buka tutup, penentuan calon pembudidaya, penentuan dan pembatasan calon eksportir, kewajiban eksportir, restocking, kelayaan sosial dan ekonomi pengembangan usaha budidaya lobster yang harus diatur agar tidak terjadi kelangkaan atas komoditas ini, mengingat tingkat mortalitasnya yang tinggi.

Kewajiban membayar sebagai penerimaan negara per satuan ekor pada setiap Benih Bening Lobster (puerulus) akan diterapkan melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Khusus terhadap pengeluaran benih bening lobster (puerulus) dari wilayah negara Republik Indonesia.

Penerapan PNBP khusus bertujuan untuk menjaga keberlanjutan ketersediaan sumber daya perikanan, peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, kesetaraan teknologi budidaya, pengembangan investasi, peningkatan devisa negara, serta pengembangan pembudidayaan Lobster (Panulirus spp.) di Indonesia.

Diharapkan melalui pemanfaatan benih bening lobster, negara
mendapatkan manfaat ekonomi dari ekspor benih berupa pajak ekspor yang akan menambah nilai devisa.

Ketiga, syarat pengajuan pengekspor; beberapa kewajiban eksportir sebagai syarat pengajuan menjadi eksportir benih bening lobster (puerulus), maka;

1), sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2019 Pasal 6 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (1) huruf a, bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Khusus ini merupakan PNBP Pelayanan dasar yaitu pelayanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar warga negara dibidang pelayanan kesehatan dan keamanan hasil perikanan dengan penetapan tarif yang digunakan adalah tarif spesific yaitu tarif yang ditetapkan dengan nominal uang.

2) Kementerian Keuangan menetapkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Khusus Terhadap Pengeluaran Benih Bening Lobster (Puerulus) dari Wilayah Negara Republik indonesia.

3) Kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Khusus dimaksud diluar kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana telah diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

4) Penetapan Nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Khusus tersebut, adalah, melalui penetapan Tarif Spesifik sesuai dengan kisaran kenaikan harga Benih Bening Lobster pada harga dasar terendah yang ditetapkan.

Hal ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga di tingkat nelayan penangkap dengan tetap memperhatikan keuntungan yang didapat dari ekportir Benih Bening Lobster.

5) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Khusus tersebut akan dikelola oleh Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Keempat, Biaya Penyelenggaraan Layanan; Biaya pelayanan yang diberikan oleh pemerintah untuk benih bening lobster ini tidak terbatas pada saat pemberian ijin untuk ekspor saja. Untuk mengendalikan tata niaga benih bening lobster, pemerintah mengeluarkan biaya sejak penelitian, riset sumber daya yang terus menerus, serta menentukan kuota benih bening lobster.

Secara umum penangkapan benih adalah nelayan kecil sehingga pemerintah membutuhkan usaha dan sosialisasi yang tinggi agar penangkapan benih tidak melebihi kuota yang ditetapkan. Biaya-biaya yang dikeluarkan tersebut tidak dapat diimbangi dengan pengenaan PNBP SDA Non Migas, karena nelayan kecil menurut peraturan perundangan tidak dapat dikenakan pungutan perikanan.

Selanjutnya melalui pengawasan dari DJPSDKP pada titik kumpul penangkapan membutuhkan biaya dan belanja aparatur setiap musim panen berlangsung. Biaya lain yang dapat dihitung adalah kerugian negara yang selama ini teridentifikasi dari penyelundupan benih bening lobster yang tertangkap.

Untuk melakukan suatu operasi gabungan dengan berbagai pihak hingga mengawal para terdakwa ke pengadilan juga membutuhkan biaya yang cukup besar yang dibebankan kepada anggaran negara.

Dalam rangka memberikan jaminan mutu kesehatan dan kualitas benih bening lobster kepada para pembeli di luar negeri serangkaian proses kekarantinaan membutuhkan biaya untuk memastikan dan memberikan serifikasi CKIB dan HACCP.

Biaya-biaya yang timbul dari proses administrasi, penggunaan sistem aplikasi berbasis on-line, bahan laboratorium, serta tenaga penguji yang ahli juga menjadi bagian tidak terpisahkan dan dapat dibebankan kepada eksportir.

Kelima, kewajiban investor, pengusaha, kelompok dan siapapun pengekspor untuk melakukan kegiatan budidaya, yakni: berkewajiban kembangkan budidaya lobster melalui alih teknologi kepada para pembudidaya lobster di Indonesia.

Tentu berharap volume ekspor benih lobster ke depannya diharapkan dapat menambah performa peningkatan devisa negara dan memberi kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.

Apalagi, setiap orang yang melaksanakan ekspor Benih Bening Lobster (Puerulus) dikenakan kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) per satuan ekor Benih Bening Lobster (Puerulus) dengan nilai yang ditetapkan oleh Kementerian yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang keuangan negara.

Apalagi, penentuan pengeluaran benih bening lobster untuk kepentingan ekspor wajib menunjukkan Surat Keterangan Asal (SKA) yang diterbitkan oleh dinas yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang kelautan dan perikanan pada pemerintah daerah setempat.

Tentu sebelum eksportir (perusahaan swasta asing dan domestik) lakukan ekspor benih bening lobster, mereka harus terlebih dahulu membayar diawal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) per satuan ekor Benih Bening Lobster (Puerulus) dengan nilai yang ditetapkan oleh Kementerian keuangan negara.

Kemudian, jumlah pengekspor juga ditentukan jumlah. Sehingga setiap orang yang melaksanakan ekspor, menangkap Benih Bening Lobster (Puerulus) dan pembudidayaan Lobster (Panulirus spp.) ditetapkan oleh Direktorat Jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan budidaya.

Hitungan ekonominya bisa capai triliun rupiah, bisa pakai melunasi utang negara, pembangunan kesejahteraan dan penambahan target APBN. Misalnya: 1 ekor benih nilai PNBP-nya: 1000rupiah perekor x 100 juta kuota benih per 1 korporasi (perusahaan ekspor). Berarti jumlahnya: 100 miliar pertahun per 1 perusahaan (korporasi). Kalau 100miliar x 200 perusahaan berarti: 2 triliun.

Meskipun demikian, prinsip yang paling penting dalam pemanfaatan benih lobster ini adalah menyeimbangkan agar nelayan pengambil benih lobster dan nelayan penangkap lobster dewasa dapat hidup berdampingan, tidak kehilangan mata pencahariannya.[]

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article