Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
No Result
View All Result
Kirimkan
Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
Kirimkan
  • Login
  • Register
New & Opini
Home Opini

Pemilu Serentak 2024: Jangan Jumawalah

by Herry Santoso
1 minggu ago
in Opini
Reading Time: 6min read
0
Share on FacebookShare on Twitter

jfid – ADA pepatah Jawa yang acap dijadikan “pakem” dalam setiap kali terjadi pesta demokrasi atau pemilihan umum, baik itu pilpres, pileg, maupun pilkada. Pepatah itu berbunyi Asu gedhe menang kerahe (anjing besar selalu menang dalam pertarungan). Hal tersebut sudah menjadi rumus bahkan falsafah di tengah masyarakat Jawa terutama setiap kali menjelang pesta demokrasi (pemilu).

Permasalahannya adalah siapa yang jadi “asu gedhe” dan siapa pula yang dikonotasikan sebagai “asu cilik”. Dalam terminologi politik sudah tentu partai yang didukung koalisi banyak partai dan didukung oleh kekuasaan yang akan memenangi kontestasi politik. Sebab mereka selain punya banyak konstituen di lapisan grass roots sekaligus punya mesin partai yang bertenaga besar. Ini dalam hitungan matematis.

Semut vs Gajah

Tetapi jangan lupa, dalam sisi berbeda ada pepatah lain yang belakangan setiap menjelang Pemilu yang sanggup mematahkan adigium pertama yaitu semut musuh gajah, di banyak kenyataan si kecil (semut) semut mampu menumbangkan gajah yang besarnya jutaan kali lipat darinya.

Filsafat tersebut memberikan makna bahwa, jika rakyat bersatu pasti mampu menumbangkan besarnya sebuah kekuasaan (if the small people unite will be able to subvert the amount of power).

BACAJUGA

No Content Available

Fenomena terakhir sudah terbukti tatkala digelar pilkada di Kota Makassar. Paslon tunggal Munaffri Arifuddin-Rachmatika Dewi, tumbang oleh bumbung kosong. Ini sangat menarik dalam sejarah perpolitikan baru Indonesia, lantaran paslon tunggal yang tumbang di Kota Angin Mamiri tersebut justru dari keluarga mantan wapres Yusuf Kalla. Untuk itu pepatah yang menyatakan Asu gedhe menang kerahe tidak selalu mutlak kebenarannya, dan Semut versus gajah ternyata menang semut!

Di Pemilu Serentak 2024 nanti (kalau jadi digelar) sejatinya rakyat yang “punya gawe” bukan paslon, dan rakyat pula yang menentukan. Merujuk pilkada Makassar jangan-jangan rakyat (semut) lagi yang akan menumbangkan kejumawaan si gajah? Sebab menurut filsafat politik kekuasaan akan mudah tumbang jika: (1) penguasa dalam upaya membangun demokratisasi tidak pernah demokratis, (2) kurang menomorataskan marwah kesejahteraan sosial, (3) hukum tidak menjadi “panglima” dalam upaya menegakkan keadilan, dan (4) kekuasaan yang korup dan jumawa. Jika itu referensinya maka sebuah kekuasaan tinggal menunggu lonceng kematian.

Partisipasi Politik Rakyat

Ciri khas dari berhasilnya demokratisasi adalah semakin meningkatnya partisipasi rakyat setiap kali digelar pemilu. Untuk kasus Indonesia, semangat partisipasi dari pemilu ke pemilu ditengarai cenderung merosot. Kegairahan terhadap pemilu mengalami degradasi dan cenderung frigriditas. Menurunnya angka partisipasi tersebut dapat ditengarai kurang gairahnya rakyat menghadapi pemilu. Konon besaran tingkat kehadiran dari DPT cuma sekitar angka 35 – 45 %. Padahal Pemilu sendiri sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat (yang) didalamnya harus terdapat partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat menjadi salah satu pilar penting dalam pemilu.

Partisipasi menurut Rose Marie Nierras dimaknai dengan kehadiran dan representasi (2002). Menurut Miriam Budiarjo, (dalam Cholisin 2007:150) menyatakan bahwa partisipasi politik secara umum dapat didefinisikan sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara dan langsung atau tidak langsung memengaruhi kebijakan publik (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, mengahadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota perlemen, dan sebagainya. Dengan kata lain partisipasi masyarakat dalam pemilu dengan memberikan hak suaranya merupakan komponen penting dalam demokrasi.

Nah sehubungan dengan menurunnya partisipasi masyarakat tersebut, bisakah Pemilu Serentak (2024 ?) yang akan datang menjadi pilar demokrasi yang kuat? Atau sekadar seremoni konstitusi yang kerontang lantaran ketimbang dianggap inkonstitusional?

Trauma

Pergelaran pesta demokrasi serentak (2024 ?) agaknya masih dibayangi Pemilu 2019 lalu yang sempat memetik tragika sekitar 500-an orang petugas TPS gugur di medan kontetasi tersebut lantaran kelelahan. Untuk itu, ada baiknya teknis dalam pelaksanaan pemilu patut direvisi UU Pemilu agar lebih manusiawi dan elegan, dan tidak (justru) menjadi momok bagi rakyat. Setidaknya, bisa dipidahkan antara Pilpres, pileg, dan pilkada. Sebab yang “punya gawe” itu rakyat, jangan jumawalah….!


Herry Santoso, pemerhati sosial politik dan budaya, tinggal di Blitar, Jawa Timur

ShareTweetSendShare

Related Posts

Deklarasi Pemuda dan Mahasiswa untuk kabupaten kepulauan Sumenep pada tahun 2016

Menunggu Sumenep dalam Pertanyaan?

2 hari ago
Ilustrasi: Derrida dalam sampul buku Muhommad Al Hayad

Orang yang Masuk Surga Pertama adalah Perokok

1 minggu ago
Baju punggawa Bajau dalam perang mempertahankan Sulawesi dari Belanda

Pulau Sulawesi Sebagai Asal Usul Pertama Orang Bajau

1 minggu ago

Nelayan Lobster Santapan Hukum

2 minggu ago
Ilustrasi kartun politisi "gaek" (Isahamahameru)

Jika Politisi Gaek “Nyapres” di 2024

2 minggu ago
Achmad Fauzi, bupati Sumenep terpilih di pilkada 9 Desember 2020 (foto: kabarjatim.com)

Achmad Fauzi dan Kesadaran Pers yang Sublim

2 minggu ago
Load More
Next Post
H. Ghufron Haswal saat Pimpin rapat di Perusahaan Esto Group

Mengenal Sosok Dibalik Kesuksesan Perusahaan Esto Group

Discussion about this post

POPULER

  • Baca
  • Opini
  • Berita
Berita

Buruan Daftar! Kartu Pra Kerja Gelombang Dua Belas, Ini Tips untuk Lolos

25/02/2021
Peradilan Teleconferene di pengadilan Agama Sumenep (foto: jurnalfaktual.id)
Berita

Pertama di Pengadilan Agama Sumenep, Peradilan Digelar di Tiga Provinsi

24/02/2021
Berita

Diduga Akibat Kekerasan Seksual, Bocah 10 Tahun Meninggal

24/02/2021
Foto : Kapolresta Mataram, Kombes Pol Heri Wahyudi saat menunjukan alat Barang Bukti pembunuh di Mataram
Berita

Polresta Mataram ungkap Dua Orang Pembunuh Hayatul, Ini Kronologinya

24/02/2021
Jurnal Faktual

© 2020

Informasi

  • Pedoman
  • Redaksi
  • Periklanan
  • Privacy Policy
  • Tentang
  • Rilis Berita
  • Saran Translate

Terhubung

No Result
View All Result
  • Opini
  • News
    • Birokrasi
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Wisata
    • Profil
    • Polling
  • Kirim Tulisan
  • Login
  • Sign Up

© 2020

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.