Optimisme Lalui Pandemi, dengan Pancaran Ayat Suci yang Membelah Langit

Rasyiqi
By Rasyiqi
5 Min Read
Ilustrasi Pancaran Ayat Suci membelah Langit
Ilustrasi Pancaran Ayat Suci membelah Langit

jfID – Mencoba menjelajah di malam hari di bulan puasa ini, mulai dari ujung Timur hingga ujung Barat Pulau Madura, terdengar dengan lantang lantunan ayat-ayat suci Alquran melalui pengeras suara. Warga Madura yang mayoritas ummat muslim tampaknya berlomba-lomba memperbanyak amal kebaikan yang salah satunya secara bersama-sama membaca Ayat Suci Alquran atau yang dikenal dengan istilah “Tadarusan” baik di Masjid maupun di Mosolla.

Karena bagi ummat muslim Madura pada umumnya telah terdoktrin secara dogmatis keutamaan bulan puasa dibanding bulan lainnya. Sehingga mereka tidak menyia-nyiakan, membiarkan bulan puasa berlalu begitu saja, melainkan dimanfaatkan sebaik mungkin dengan cara memperbanyak amal kebaikan. Baik amal ibadah yang sifatnya vertikal maupun ibadah sosial.

Bahkan masyarakat Madura secara sepontanitas sadar diri. Bahwa di bulan suci ini, sepakat mengerem perbuatan maupun kebiasaan buruknya, karena saking meyakininya dan memulyakan bulan yang penuh dengan ampunan ini. Penulis membayangkan, seandainya di bulan lainnya, tradisi keagamaan tetap seperti bulan puasa. Rasanya yakin badai apapun yang akan menerpa di Madura, termasuk wabah covid-19 akan terhadang sendirinya oleh gerakan spritual dengan pancaran energi positifnya yang mengitari dan mengelilingi bumi Pulau Madura.

Dengan begitu, rasa optimisme lambat laun mampu mengalahkan ketakutan di tengah pandemi covid 19 yang tengah mendera negeri ini. Pengaruh energi positif yang dipancarkan begitu sangat terasa. Hal itu bisa dilihat di saat sore hari, dimana ummat muslim dengan penuh kebahagian menunggu tibanya berbuka puasa. Meski di tengah pandemi dengan zona merahnya, mereka seraya tak peduli dikalahkan dengan kesibukan masing-masing untuk menyiapkan berbuka puasa. Apalagi bisa berkumpul-kumpul bersama keluarga sambil menunggu suara adzan dikumandangkan yang menandakan buka puasa telah tiba.

Sontak dengan riang gembira menyambar sejumlah menu makanan yang beranika ragam, dengan rasa puas seolah terbayarkan karena telah mampu menjalani ibadah puasa selama satu hari lamanya. Di mana tubuh ini rela tidak ada asupan secuil makanan apapun. Yang tentunya berkat kekuatan, keyakinan, kepercayaan, keimanan dan ketakwaan kepada yang maha kuasa.

Namun, Sebaliknya bila menganggap bulan puasa tidak ubahnya seperti bulan lain di luar bulan puasa, maka bisa dipastikan sebuah petaka dan bencana akan semakin mengalir dan bertubi-tubi. Karena telah berani menafikan kekuatan irasional yang sejatinya mengendalikan semua apa yang ada di muka bumi ini. Jadi, tidak ada alasan lain untuk tidak kembali kepada kekuatan spritualitas sebagai jalan penentu untuk mengembalikan kondisi negeri ini yang mulai rapuh di segala sisinya.

Yang tentunya perlu mengejahwantahkan nilai-nilai spritulitas yang terjadi di bulan puasa ini, menjadi aksi nyata untuk memperbaiki semua sendi kehidupan, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Karena dengan balutan nilai-nilai spritualitas itu, dengan sendirinya mampu menjadi kontrol penyeimbang terwujudnya kesetabilan baik dalam ranah sistem kemasyarakatan maupun dalam roda pemerintahan.

Contoh kongkritnya dengan adanya wabah corona, semua negara di dunia, baik negara yang maju maupun negara berkembang, tidak mampu mengatasi monster virus corona ini, sebuah makhluk dari sekian makhluk ciptaan Tuhan. Hal itu membuaktikan se-modern dan secanggih apapun manusia di bumi ini tidak berdaya dan tidak punya kekuatan apa-apa bila di hadapan Sang Maha Pencipta.

Oleh karena itu, ketika kita mampu tunduk dan patuh kepada yang telah menciptakan alam dan makhluknya, dengan ikhlas dan jujur menjalankan ibadah puasa, apakah kita masih harus dihantui rasa ketakutan yang berlebihan kepada sesama makhluknya seperti halnya serangan virus corona. Penulis berkeyakinan, bila kita betul-betul berusaha semaksimal mungkin meningkatkan gerakan spritualitas dengan serius membangun kedekatan dengan Sang Maha Pencipta, minimal selama bulan puasa. Haqqul yakin segera mungkin akan lepas dari jeratan pendemi covid 19 ini. Wallahualam Bissoweb.

Ahmad Sa’ie

Ketua Komunitas Jurnalis Sumenep (KJS) tinggal di Bluto Sumenep

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article