Njoto Sang Aktivis PKI dan Pencetus Ajaran Sukarnoisme

Faidi Ansori
5 Min Read

Menurut sumber Tempo, pemimpin umum koran PKI itu menganggap Marxisme terlalu asing bagi petani dan borjuis kecil yang ingin digarap PKI menjadi massa ideologinya. “Sedangkan Sukarnoisme itu lebih jelas, dan orangnya juga masih hidup.” Dikutip dari buku “Nyoto Peniup Saksofon di Tengah Prahara”, terbitan Majalah Tempo.

jfID – Ditengah kepopuleran Bung Karno sebagai seorang orator ulung dengan pidatonya yang membakar-bakar semangat juang rakyat, ternyata, dibalik itu terdapat tiga tokoh penulis handal si Bung saat berpidato di depan umum. Tiga tokoh itu antara lain adalah Soebandrio dan Ruslan Abdoelghani. Sementara satunya lagi merupakan salah satu tokoh Central Partai Komunis Indonesia (PKI) yaitu Njoto.

Njoto, seperti diketahui merupakan tokoh fenomenal di kepengurusan pusat PKI. Ia menjabat sebagai Wakil Ketua II Comite Central Partai Komunis Indonesia. Namun, walaupun Njoto adalah seorang yang berpengaruh di partainya, bagi Bung Karno ia tidak seperti tokoh PKI yang lain. Njoto terpikat kesamaan ideologi dengan si Bung yaitu ajaran Marhaenisme.

Antara Bung Karno dan Njoto bisa dikatakan terdapat beberapa hal yang sama-sama disukai. Itu bisa dilihat karena keduanya suka tampil seni, musik, berpenampilan rapi dan tidak berpandangan dogmatis.

Sebagaimana dikutip di dalam buku “Nyoto Peniup Saksofon di Tengah Prahara”, “Bung Karno menyukai Njoto karena ia satu-satunya pentolan PKI yang “liberal”, pragmatis, dan tak dogmatis”. Demikianlah kata Joesoef. Maka tak ayal jika Njoto tidak seperti tokoh PKI lainnya, bahkan oleh Bung Karno sendiri orang satu ini dijuluki sebagai seorang “Marhaenis sejati”.

Sebaliknya, Njoto pada April 1964 saat pidatonya di Palembang, ia kemudian melontarkan istilah “Sukarnoisme”. Maka jika kita bertanya siapa orang pertama kali yang mencetuskan ajaran “Sukarnoisme”, tentu jawabanya Njoto-lah orangnya.

Setelah pidato Njoto banyak didengar oleh orang-orang, maka istilah “Sukarnoisme” mulai dipakai oleh kawan atau pun musuh-musuh Bung Karno. Bahkan lama kelamaan kedua belah pihak baik Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) sama khawatir akan istilah “Sukarnoisme” tersebut.

Bagi kalangan nasionalis mereka pada khawatir jikalau Bung Karno pada nantinya akan masuk dengan pelukan PKI, sebaliknya PKI dengan kubu Dipa Nusantara Aidit-nya curiga jika pada akhirnya Njoto dipakai oleh Bung Karno untuk menggebosi pergerakan Partai Komunis yang diketuainya.

Ajaran “Sukarnoisme” oleh Njoto itu dianggap “lema baru” bagi partai Komunis Indonesia yang akan merongrong ajaran Komunisme yang telah berkembang pesat di Indonesia. Bahkan tidak hanya itu, ajaran “Sukarnoisme” oleh aktivis PKI dianggap suatu penghianatan (yang telah dilakukan Njoto) dalam wacana baru hal ideologi.

Sementara Njoto justru serius dalam wacana ideologi “Sukarnoisme” itu. Menurut Sumber Tempo  pemimpin umum koran PKI itu menganggap Marxisme terlalu asing bagi petani dan borjuis kecil yang ingin digarap PKI menjadi massa ideologinya. “Sedangkan Sukarnoisme itu lebih jelas, dan orangnya juga masih hidup.” Dikutip dari buku “Nyoto Peniup Saksofon di Tengah Prahara”, terbitan Majalah Tempo, halaman 39.

Karena sikap Njoto dengan “Sukarnoisme-nya” ini membuat tokoh-tokoh PKI hilang kepercayaan terhadapnya, bahkan lebih parahnya Njoto sampai-sampai dipecat dari jabatannya sebagai ketua Departemen Agitasi dan Propaganda.

Pemecatan Njoto dari jabatan sebagai Ketua Departemen Agitasi dan Propaganda lalu Bung Karno mendorong untuk mendirikan partai baru terhadap Njoto dengan nama Partai Rakyat Indonesia (PRI) (partai sementara) dengan azas yang dicetuskan oleh Nyoto sendiri yaitu “Sukarnoisme”. Bung Karno menganggap bahwa ajaran Sukarnoisme adalah merupakan penyempurnaan sendiri atas ajaran Marhaenisme.

Akhir cerita karena polimek dua kubu tak terhindarkan bahkan berujung hampir bentrok antara Badan Pendukung Sukarnoisme (BPS) dan Harian Merdeka (HR), akhirnya Bung Karno mengambil sikap dengan turun tangan dan melarang ajaran Sukarnoisme.

Sumber Bacaan

Seri Buku Tempo “Njoto Peniup Saksofon di Tengah Prahara”.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article