Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
No Result
View All Result
Kirimkan
Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
Kirimkan
  • Login
  • Register
New & Opini
Home Berita Budaya

Mengungkap Sejarah yang Tak Terucap dalam Sastra Sengkalan

by Heru Harjo Hutomo
4 bulan ago
in Budaya, Fokus, Opini
Reading Time: 5min read
0
"Pelung," 42x53 cm, goresan jari, abu rokok di atas kertas, Heru Harjo Hutomo, 2017

"Pelung," 42x53 cm, goresan jari, abu rokok di atas kertas, Heru Harjo Hutomo, 2017

Share on FacebookShare on Twitter

jfid – Dalam khazanah budaya Jawa terdapat apa yang disebut sebagai sengkalan: ungkapan-ungkapan yang merujuk pada angka waktu tertentu. Tak banyak orang yang melihat dan membedah hal ini sebagai salah satu bentuk kesusastraan. Saya pribadi, secara konvensional, meletakkan sengkalan sebagai salah satu bentuk kesusatraan Jawa karena beberapa kriteria sastra seperti puisi ada padanya.

Ungkapan bahwa “Jawa nggone semu” sekali lagi tampak pada bagaimana orang Jawa di masa silam memperlakukan waktu. Waktu, bagi mereka, tak sekedar dapat direduksi pada sederet angka, tapi juga rangkaian kata yang ringkas seperti haiku dalam kesusastraan Jepang. Taruhlah, sengkalan yang menandai akhir penulisan Serat Centhini: “Paksa Suci Sabda Ji.” Secara konvensional ungkapan ini mengacu ke angka waktu 1942 J. Atau sengkalan yang menandai akhir kekuasaan Brawijaya V di Majapahit, “Sirna ilang kertaning Bumi,” yang mengacu ke angka waktu 1400 S.

Saya kira, secara diskursif, kesusastraan Jawa klasik lebih radikal daripada para pemerhati linguistik yang menyatakan bahwa bahasa merupakan pembentuk realitas. Tapi bagi para pujangga Jawa tak hanya bahasa yang ternyata membentuk realitas, angka atau bilangan pun adalah setali tiga uang. Taruhlah bilangan “0” yang bagi para pujangga Jawa masa silam merujuk pada kesirnaan atau kehilangan, sebagaimana yang mengacu pada akhir kekuasaan kerajaan Majapahit. Tak perlu seterang kata “sirna” ataupun “hilang” untuk melukiskan pudarnya kekuasaan kerajaan yang dibangun oleh Raden Wijaya beserta sekutunya itu, para pujangga Jawa cukup melambangkannya dengan bilangan “0.”

Pasemon tingkat tinggi memang terdapat pada tradisi sengkalan yang dilihat dari segi kesusastraan, sangat beragam makna yang dikandungnya. Bagi yang tak tahu tentang tradisi sengkalan tentu akan memaknai ungkapan yang tertera dalam sengkalan itu secara kata per kata. Pada sengkalan “Paksa suci sabda ji,” akan terbaca bahwa “sabda seorang raja ibarat burung suci” dimana, ketika melihat konteks pemrakarsa penulisan Serat Centhini, PB V yang waktu itu masih berstatus sebagai seorang putra mahkota, tengah mengalami kehidupan yang nyleneh. Kisah tentang Mas Cebolang dan utamanya Serat Centhini jilid V konon ditulis oleh sang putra mahkota sendiri. Ketika orang membacanya, maka akan tampak bagaimana imajinasi seksual sang putra mahkota tersebut sedemikian tak lazimnya. Hubungan sesama jenis yang pernah dialami oleh Mas Cebolang, oral seks yang dilakukan oleh Banikem dan Kulawirya, gaya seks threesome, dan persanggamaan dengan seekor kuda yang dilakukan oleh Kulawirya dalam rangka menyembuhkan penyakit spilisnya, adalah beberapa contoh betapa radikalnya imajinasi seksual sang putra mahkota yang direpresentasikan beberapa karakter dalam Serat Centhini. Dengan demikian, secara tersirat, sengkalan “Paksa suci sabda ji,” adalah sebuah gambaran pula bahwa kata-kata yang dirangkai oleh sang putra mahkota dalam Serat Centhini adalah seperti halnya burung liar yang masih suci karena ditulis oleh seorang calon Pakubuwana V, raja Kasunanan Surakarta.

Demikian pula halnya dengan sengkalan “Sirna ilang kertaning Bumi,” yang selain mengacu ke angka waktu 1400 S, adalah juga sebuah pasemon tentang apa yang sebenar-benarnya terjadi pada kurun itu. Lazimnya, orang akan mengartikannya sebagai “hilangnya kemakmuran kerajaan.” Sebab, dalam Negarakretagama, istilah “Bhumi” mengacu pada keseluruhan wilayah kerajaan. Tapi saya memiliki pemaknaan yang lain. Ungkapan “kertaning Bumi” adalah merujuk pada Kertabumi atau nama lain Brawijaya V. Peristiwa historis yang sebenar-benarnya terjadi pada tahun 1400 S tersebut adalah hilangnya Brawijaya V karena menjadi seorang buruan atau secara kepercayaan dianggap mokswa (Lenyapnya Sisi Politis Reyog, Heru Harjo Hutomo, https://www.idenera.com). 

BACAJUGA

No Content Available

(Heru Harjo Hutomo: penulis kolom, peneliti lepas, menggambar dan bermain musik)

ShareTweetSendShare

Related Posts

Rusdianto Samawa, Tinjau Lokasi pembibitan benih bening Lobster

KKP Belum Memberi Perlindungan untuk Nelayan Lobster

11 jam ago
Foto: kompas.com/Nansianus Taris

Bagaimana Jokowi Bisa Ditahan?

1 hari ago
Deklarasi Pemuda dan Mahasiswa untuk kabupaten kepulauan Sumenep pada tahun 2016

Menunggu Sumenep dalam Pertanyaan?

5 hari ago
Ilustrasi: Derrida dalam sampul buku Muhommad Al Hayad

Orang yang Masuk Surga Pertama adalah Perokok

2 minggu ago
Baju punggawa Bajau dalam perang mempertahankan Sulawesi dari Belanda

Pulau Sulawesi Sebagai Asal Usul Pertama Orang Bajau

2 minggu ago

Pemilu Serentak 2024: Jangan Jumawalah

2 minggu ago
Load More
Next Post

Sungai Kebunagung, Revitalisasi Wisata Gua Jeruk

Discussion about this post

POPULER

  • Baca
  • Opini
  • Berita
Indra Wahyudi di Senayan (foto: dok redaksi)
Profil

Indra Wahyudi dan Masa Depan DPC Demokrat Sumenep

28/02/2021
Berita

JPU Kasus Buni Yani, Jadi Kepala Kejari Muara Enim

28/02/2021
Slamet Ariyadi, saat memberikan masukan riset dan inovasi garam di UTM
Berita

Universitas Trunojoyo Madura Direkom Sebagai Fasilitator Garam Nasional

27/02/2021
Pengurus DPC Partai Demokrat Sumenep, menggelar potong tumpeng (foto: tribunnews.com/Ali Hafizd)
Berita

DPC Demokrat Sumenep Hadiahi AHY dengan Potong Tumpeng

27/02/2021
Jurnal Faktual

© 2020

Informasi

  • Pedoman
  • Redaksi
  • Periklanan
  • Privacy Policy
  • Tentang
  • Rilis Berita
  • Saran Translate

Terhubung

No Result
View All Result
  • Opini
  • News
    • Birokrasi
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Wisata
    • Profil
    • Polling
  • Kirim Tulisan
  • Login
  • Sign Up

© 2020

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.