Menguak Spiritualitas Semu di Balik Gerakan Op(l)osan

Heru Harjo Hutomo
4 Min Read
"Penakna Lungguhmu," 40x50 cm, media campur di atas kertas, Heru Harjo Hutomo, 2014
"Penakna Lungguhmu," 40x50 cm, media campur di atas kertas, Heru Harjo Hutomo, 2014

jfIDSerat Wulangreh, bagi saya, adalah salah satu pustaka yang mencerminkan Islam Nusantara—meskipun tak dapat diklaim pula bahwa hanya Islam Nusantara belaka yang dicerminkannya. Merunut pada pengarangnya, Serat Wulangreh ditulis oleh seorang raja Jawa yang, dalam catatan sejarah, terkenal sebagai seorang santri (Wulangreh dan Deradikalisasi: Menggali Sisi Praktis Islam Nusantara, Heru Harjo Hutomo, https://jurnalfaktual.id/webdev). Raja itu bergelar Pakubuwana IV atau juga dikenal sebagai Sunan Bagus, pun Sinuwun Bagus dalam sanad keilmuan tarekat Akmaliyah yang bertransformasi pula menjadi aliran kapitayan: PDKK dan PAMU.

Serat Wulangreh beranjak dari sebuah kritik atas realitas sosial yang sudah mengalami pergeseran nilai—untuk tak menyebutnya sebagai sebuah pendangkalan. Di zaman itu lumrah banyak orang tiba-tiba laiknya seorang pujangga, padahal batinnya masih muda. Dengan kata lain, agama maupun spiritualitas di sini hanyalah sebuah kemasan atas praktik yang jauh menyimpang dari tujuan yang seharusnya.

Seandainya dahulu kebiasaan yang berkembang adalah dimana murid mencari guru, tapi di masa Sinuwun Bagus, justru gurulah yang mencari murid.

Ingkang lumrahing mangsa puniki

Mapan ki guru kang golek sabat

Tuhu kuwalik karepe

Kang wis lumrah karuhun

Jaman kuna mapan ki murid

Ingkang padha ngupaya

Kudu anggeguru

Ing mengko iki ta nora

Kyai guru naruthuk ngupaya murid

Dadia kanthinira

Yang jamak di hari ini

Biasanya adalah guru yang mencari murid

Sangat berkebalikan

Dengan zaman yang silam

Dahulu adalah murid

Yang bersusah-payah

Untuk mencari guru

Tapi sekarang tak demikian

Para guru bernafsu mencari murid

Sebagai pengikutnya 

Tak jauh berbeda dengan kondisi di hari ini dimana tiba-tiba ada banyak orang yang ingin mewejang, mengajar atau mengatur, padahal mereka sama sekali tak memiliki keahlian dan rekam jejak atas klaim keahliannya tersebut, yang celakanya justru tak membuat sesuatu menjadi terang dan tertata, tapi semakin kabur dan kacau. Ternyata, fenomena the death of expert yang disebut oleh Tom Nichols belakangan ini sudah terjadi di masa PB IV yang berkuasa pada tahun 1788-1820.

Dapat kita saksikan dalam pengalaman sehari-hari dimana ujug-ujug orang-orang yang tak kita kenal secara personal—atau yang saya sebut sebagai “Barisan Berani Malu”—menghampiri dan kemudian menguliahi laiknya kita seorang udik yang tak terdidik. Ada yang ingin menguliahi perkara agama seperti para ustadz dan ustadzah dadakan yang penuh semangat di jagat media-media sosial. Ada yang ingin sekedar mengajari bagaimana caranya menulis. Dan bahkan, ada yang—maaf—laiknya pelacur yang ingin mengajari bagaimana caranya bercinta.

Yang patut digarisbawahi, fenomena “Berani Malu” yang terjadi pada masa Sinuwun Bagus tersebut ternyata juga menstrukturisasi gerakan-gerakan yang selama ini cukup kental mewarnai perjalanan politik (keagamaan) bangsa Indonesia yang gamblang tercatat sejak 2017 (Histeria dan Neurosis Obsesional dalam Diskursus Politik Indonesia, Heru Harjo Hutomo dan Ajeng Dewanthi, https://www.idenera.com). Saya kira gerakan-gerakan sosial-politik yang selama ini mengambil peran sebagai oposan, entah yang terang-terangan memakai kemasan agama maupun non-agama, sama sekali hanyalah embrio—atau kalau luput untuk diperhatikan—bagi gerakan-gerakan radikal dan teroristik (“Bertolak Dari yang Ada” dan Hikayat Binatang Beragama,Heru Harjo Hutomo, https://jalandamai.org). Oleh karena sifatnya yang campur-baur—agama rasa premanisme, sufisme (khumul) rasa HTI (infiltrasi) ataupun Katolik (kenosis), nasionalisme rasa Ratu Adil atau khalifah, “kiri” rasa “kanan,” modernisme rasa konservatisme, dan populisme rasa borjuasi—laik saya sematkat predikat op(l)osan pada mereka.    

(Heru Harjo Hutomo: penulis kolom, peneliti lepas, menggambar dan bermain musik)

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article