Memilih Bumbung Kosong Bagian dari Demokrasi

Herry Santoso
3 Min Read
Ilustrasi Pilkada Bumbung Kosong
Ilustrasi Pilkada Bumbung Kosong

jfID – FENOMENA bumbung kosong di Pilkada Kabupaten Kediri belakangan semakin menyeruak atmosfer politik di Bumi Jayabaya tersebut. Kecenderungan mencoblos bumbung kosong atau kolom kosong sebagai manifestasi demokrasi. Sebab masyarakat Kabupaten Kediri umumnya berasumsi (1) mendambakan seorang pemimpin yang berpengalaman (2) mempertahankan keberhasilan Kediri dalam upaya mewujudkan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan yang merata (3) ingin memilih pemimpin yang dalam proses penyaringannya melibatkan masyarakat bawah dan bukan calon drop-dropan/karbitan dari pusat, dan (4) menjembatani aspirasi masyarakat bawah yaitu seorang pemimpin yang selama ini dikenal oleh rakyat Kediri.

      Keempat indikator tersebut yang sejatinya menjadi ruh daripada setiap digelar suksesi kepemimpinan di daerah termasuk di Kabupaten Kediri. Sebab rakyat Kabupaten Kediri tidak ingin terjebak istilah istilah politik buy a cat in a sack (membeli kucing dalam karung) yang pada beberapa kasus demokratisasi di dunia ketiga hanya akan melahirkan figur pemimpin yang identik dengan pembodohan rakyat untuk (dalam) belajar berdemokrasi 

(fooling tge people into learning democracy ), sebab sekaligus kenyataannya ia tak lebih sekadar tipe pemimpin bajingan yang akan menjarah kekayaan rakyat (the type of ruffian leader who would plunder the wealth of the people).

Bumbung Kosong

      Fenomena merebaknya ‘bumbung kosong’ sebagai pertanda bahwa telah terjadi “kebuntuan demokrasi” lantaran terkooptasi oleh doktrin politik top down.

(instruksi dari atas ke bawah) yang seolah-olah merampas hak-hak rakyat. Kebuntuan demokrasi juga cenderung terjadi jika (a) hanya orang pusat yang merasa paling punya hak mengatur masyarakat bawah (b) hanya orang pusat yang merasa paling mampu menentukan nasib orang bawah dan (c) jika “hak” orang bawah berganti menjadi “kewajiban”. 

       Ketiga indikasi itu yang pada digilirannya tidak mampu mendewasakan demokrasi hanya lantaran partisipasi politik rakyat terbonsai oleh ambisi orang-orang yang mabuk kekuasaan (power-drunk people ) dan itu adalah sebuah petaka dalam perjalanan demokrasi. Demokrasi yang digadang-gadang kelak menjadi kanal dalam menuju kemakmuran dan keadilan sosial, alhasil hanya akan menjadi kalungan puisi indah tanpa kenyataan !

     Guna mereduksi ketidakadilan itu hanya ada satu cara yang elegan yaitu mencoblos bumbung  kosong ! Nah…..***

Herry Santoso adalah pemerhati masalah sosial politik dan kebudayaan, jurnalis aktif tinggal di Kediri, Jawa Timur

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article