Madura juga Indonesia

Rasyiqi
By Rasyiqi
9 Min Read
Simposium Merawat Keberagaman antar suku (Foto: Anwar)
Simposium Merawat Keberagaman antar suku (Foto: Anwar)

jfid – Jika ditanya, siapa suku yang paling nasionalis? Tentu jawabannya suku Madura. Hal itu bisa dilihat dari baju adat Madura yang berwarna loreng merah putih.

Di satu sisi jawaban tersebut lebih condong pada guyonan belaka. Karena nasionalisme bangsa Indonesia tidak bisa hanya diukur dari seragam atau identitas kesukuan.

Rasa cinta tanah air seharusnya dibuktikan dengan aksi nyata. Contoh paling terkecil, tertib bayar pajak. Tapi jika diteliti lebih jauh lagi, kesungguhan masyarakat Madura dalam mencintai negara sulit mencari tandingannya.

Salah satu tolok ukurnya adalah pembangunan. Meskipun pulau Madura masih menjadi bagian integral dari pulau Jawa, tapi dalam hal pengembangan infrastruktur jauh tertinggal dari induknya yaitu Jawa Timur.

Madura hanya punya kebanggaan jembatan Suramadu sebagai sarana penyambung dengan pulau Jawa. Kita tahu, provinsi ini menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia dalam hal sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA) dan dalam hal pembangunan infrastrukturnya khususnya Kota Surabaya yang menjadi ibu kota Provinsi Jawa Timur.

Lucunya, kegagahan Surabaya dan kota di sekitarnya tidak menular ke pulau Madura. Padahal Madura menjadi penyokong utama perekonomian Jawa Timur. Seandainya Madura menjadi provinsi, tentu sudah sangat siap dalam hal kemandirian pangan dan energi.

Buktinya, suplai minyak dan gas bumi (migas) dari Kabupaten Sumenep mampu menyuplai 60 persen kebutuhan gas Jawa Timur. Belum lagi produksi migas di lepas pantai Sampang dan Bangkalan. Sementara Jawa Timur menjadi penyuplai 30 persen kebutuhan energi nasional.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, potensi migas Kabupaten Sumenep sekitar 6 triliun kaki kubik. Kandungan migas tersebut diprediksi mampu berproduksi hingga 30 tahun ke depan. Rinciannya, di Kabupaten Sumenep saat ini terdapat dua perusahaan migas yang melakukan eksploitasi offshore. Yaitu PT Ophir dan PT Kangean Energy Indonesia (KEI). Ophir yang berproduksi di pulau Gili Genting mampu menghasilkan 100 juta kaki kubik gas bumi per hari.

Sementara sumur migas milik PT KEI di blok Kangean yang terdiri dari 14 titik sumur mampu berproduksi sekitar 800 juta kaki kubik migas per hari.

Hasil produksi tersebut tidak dimanfaatkan oleh perusahaan di pulau Madura. Tapi dikirim melalui pipa bawah laut sepanjang 430 KM ke Porong Sidoarjo. Lalu berikutnya dialirkan kepada sejumlah perusahaan di Jawa Timur seperti Perusahaan Gas Negara (PGN), PT PLN Jawa Bali dan PT Petrokimia.

Dalam waktu dekat, juga terdapat dua perusahaan migas yang akan melakukan eksploitasi di Sumenep. Yaitu PT Energi Mineral Langgeng (EML) yang akan beroperasi onshore di Kecamatan Saronggi dan PT Husky CNOOC Madura Limited (HCML) yang segera beroperasi di perairan Sapudi dan Raas.

Sementara di Kabupaten Sampang terdapat beberapa perusahaan migas yang beroperasi. Di antaranya PT Ophir – Santos Sampang Pty yang mempunyai produksi harian minyak sebesar 149 BOPD dan gas sebesar 33 MMSCFD. Termasuk juga PT HCML yang diprediksi memiliki kandungan migas 110 miliar MMSCFD.

Sedangkan di Kabupaten Bangkalan, terdapat PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) sebagai operator migas yang mampu memproduksi minyak mencapai 7.500 BOPD dan gas bumi sebesar 120 MMSCFD.

Selain itu, produksi tembakau Madura merupakan yang terbesar dan kualitas terbaik se-Indonesia. Misalnya tembakau jenis Prancak-95 yang dibudidayakan di Desa Prancak Kecamatan Pasongsongan Sumenep. Selain memiliki kandungan nikotin rendah, tembakau jenis tersebut juga dibudidayakan secara khusus di Tiongkok. Sejumlah perusahaan rokok raksasa di Indonesia seperti PT HM Sampoerna, PT Gudang Garam, PT Wismilak dan PT Djarum hampir semua bahan bakunya dari tembakau Madura.

Kemudian, Madura juga terkenal sebagai pulau garam. Karena 30 persen konsumsi garam nasional disuplai dari Madura. Rinciannya, produksi garam Sumenep 235 ribu ton per tahun, Pamekasan 114 ribu ton per tahun, Sampang 346 ribu ton, Bangkalan 12 ribu ton. Dari total luas lahan 15 ribu hektar. Sementara produksi garam nasional sekitar 1,5 juta ton per tahun.

Belum lagi hasil pertanian jagung. Luas lahan pertanian jagung di Kabupaten Sumenep mencapai 117.125 hektare. Sementara produksi jagung mencapai 3 ton per hektare. Rata-rata produksi jagung mencapai 234.250 ton hingga 351.375 ton setiap tahun. Sehingga Sumenep menyuplai 40 persen kebutuhan jagung Jawa Timur, ini belum termasuk tiga kabupaten lain di Madura. Intinya, Jawa Timur yang merupakan lumbung jagung nasional ternyata sebagian besar disuplai dari pulau Madura.

Bahkan populasi sapi dan produksi daging sapi Madura menjadi yang terbesar nasional. Populasi sapi terbesar di Indonesia ada di Jawa Timur dengan jumlah 4,5 juta ekor. Sementara sekitar 1 juta ekor berasal dari Madura. Tentu Jawa Timur kecipratan hasilnya. Bahkan coba tanyakan kepada pemilik hiburan dunia malam di Kota Metropolis, dari mana pengunjung paling banyak? Pasti jawabannya dari Madura. Hehe…

Semua keunggulan itu belum mampu menggoda pemerintah pusat dan Pemprov Jawa Timur untuk meningkatkan pembangunan di pulau Madura. Tapi kenyataannya, masyarakat Madura tidak ada yang minta merdeka dari Indonesia kan? Masih kurang nasionalis?

Meski ada ketidak seimbangan antara sumber daya alam yang dikeruk dari pulau Madura dengan feedback terhadap pembangunan di pulau garam, toh masyarakat Madura tetap khusuk menyanyikan lagu Indonesia Raya saat upacara memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Ada satu hal lagi yang menegaskan bahwa suku Madura sangat nasionalis-pancasilais. Di Kabupaten Sumenep terdapat beberapa suku pendatang. Di antaranya suku Bugis, Bajo, Mandar dan tentu Arab serta Tionghoa. Mereka tidak pernah bentrok dengan masyarakat lokal Madura. Pada tahun 2018 suku-suku tersebut melakukan deklarasi merawat kedamaian diinisiasi suku Madura. Bahkan dalam hal kehidupan beragama, di Desa Pabian Kecamatan Kota Sumenep, terdapat tiga tempat ibadah beda agama yang berdampingan. Yaitu mesjid, gereja dan klenteng. Jemaahnya masing-masing juga rukun dan saling menghargai.

Hanya saja, usaha pemerintah untuk membangun pulau Madura patut dihargai. Pasca jembatan Suramadu, Kementerian Perhubungan telah membangun pelabuhan bertaraf nasional di Kecamatan Pasean Pamekasan tahun 2010-an. Walaupun sampai saat ini belum dioperasikan. Pada tahun 2017, pemerintah pusat juga meningkatkan status bandara Trunojoyo Sumenep dari perintis menjadi bandara komersial.

Bahkan tahun 2019, Kabupaten Sumenep menjadi pilot project bantuan dua unit kapal rumah sakit terapung dari pemerintah pusat untuk melayani warga di kepulauan terpencil. Peresmiannya dihadiri langsung oleh Menteri Perhubungan dan Menteri Kesehatan RI. Selain itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga berencana menghidupkan kembali sarana transportasi kereta api di Madura. Sejak dulu relnya sudah ada. Dan beberapa bantuan infrastruktur lainnya yang tidak bisa disebutkan semuanya.

Tapi pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat maupun provinsi Jawa Timur di pulau Madura belum sebanding dengan eksploitasi alam Madura oleh pemerintah. Walaupun Madura juga Indonesia.

Tentang Penulis: Ainul Anwar seorang Intelektual dan Jurnalis yang bertugas di Sumenep.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article