Larang Tangkap Induk Lobster

Rusdianto Samawa
6 Min Read
Penangkapan Induk Lobster (foto: CNBC)
Penangkapan Induk Lobster (foto: CNBC)

Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia


jf.id – Kemaren pada Rabu 5 Februari 2020 Pemangku Kepentingan (KP2) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaksanakan Konsultasi Publik Pertama. Semua pejabat pemangku kepentingan hadir, termasuk Menteri KKP Edhy Prabowo. Peserta hadir seluruh stakeholder yang mendapat undangan dengan perwakilan 2 – 10 orang. Di daftar hadir lebih dari 200-an lebih orang, sampai penuh tempat duduk.

Menilai keberhasilan Edhy Prabowo, kategori target bahwa: Kegiatan Konsultasi Publik merupakan sebuah keberhasilan periode ini karena mampu menghadirkan organisasi stakeholder untuk mendengar masalah-masalah yang selama ini mereka hadapi. Ya, sesuai amanat Presiden untuk menjembatani komunikasi antara pemerintah dengan stakeholders: nelayan: tangkap dan budidaya, pengusaha, kapal penangkapan ikan, Kapal eks Asing, dan bahkan pengusaha kapal penangkapan ikan asing.

Namun, ada yang menarik dalam forum kegiatan tersebut, dominasi oleh: Nelayan penangkap lobster, pengusaha lobster, eksportir ikan hidup, lobster, kepiting dan rajungan. Kehadiran mereka semua menambah informasi tentang dinamika sektor Kelautan dan Perikanan. Kesimpulannya: “Era Susi Pudjiastuti ambruk hancur: dari izin kapal lama bertahun-tahun, ekspor turun, banyak impor, tidak transparan anggaran, Vessel Monitoring System (VMS), Korupsi: KJA, kapal, impor garam ikan, dan lain sebagainya.

Itulah penilaian banyak peserta terhadap kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan periode 2014 – 2019 maupun disclaimernya prestasi Susi Pudjiastuti dalam kepemimpinanya tidak sesuai yang diberitakan.

Kemaren waktu kegiatan serap saran dan masukan dari stakeholders, terungkap dalam beberapa statemen anggota KP2 bahwa data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa: benih lobster diperairan Indonesia sangat melimpah mencapai sekitar 12,35 miliar benih per tahun.

Dilansir sindonews (5 Februari 2020) dalam keterangan Wakil Ketua Bidang Riset dan Pengembangan KP2 KKP Bayu Priambodo menerangkan, potensi hidup benih lobster di alam memang sangat kecil, yakni 1:10.000. Artinya, dari 10.000 benih yang punya potensi hidup hingga besar adalah satu ekor saja.

Bayu Priambodo juga katakan bahwa: begitu induk-induk lobster menetaskan telur di laut, dia dititipkan pada mekanisme alam, mekanisme arus dan mekanisme alam regional. Sehingga bila benih-benih tersebut tidak dimanfaatkan menjadi nilai ekonomis, akan mati sia-sia. Cara memanfaatkan paling efektif adalah dengan budidaya (pembesaran) lobster. Pelarangan sebaiknya hanya untuk lobster bertelur. Prinsip utamanya jangan ganggu indukan yang ada telurnya. Kalau ambil induk, itu mempercepat kepunahan.

Sementara itu, Koordinator Penasehat Menteri, Rokhmin Dahuri mengaku ada empat langkah KKP dalam menangani persoalan benih lobster. Pertama akan membudidayakan (pembesaran) lobster, pengembangbiakan benih (hatchery), restocking, dan ekspor dalam jumlah sangat terbatas dan terkendali (kuota). Karena kalau ekspor langsung dimatikan, justru yang akan terjadi adalah black market dan yang kaya oknum-oknum saja.

Dua keterangan ahli diatas memang menjadi kerumitan untuk dipahami publik, bukan dalam arti tidak rasional. Tetapi butuh penjelasan lebih lanjut. Ada yang bilang, kalau tangkap benih lobster justru menjadi paradoks karena benih itu yang menjadi generasi untuk menggantikan indukan.

Argumentasi publik dan netizein ini memang berdasarkan psikologis pada teori kepunahan. Teori kepunahan hidup seperti manusia. Tetapi, publik dan netizein tidak memahami bahwa: manusia dilarang saling terkam, saling bunuh membunuh. Karena itulah dikatakan mahluk rasional memiliki ilmu pengetahuan.

Tetapi, manusia dibanding dengan Lobster dan benih lobster itu tidak sebanding. Lobster merupakan hewan hidup dilaut. Memiliki tingkat kepunahan sangat tinggi. Ya, sesuai yang dikatakan ahli diatas, bahwa: tingkat pertahanan hidup benih lobster 1:10.000. Artinya diantara 10.000 itu hanya satu yang akan hidup.

Kemudian, ada juga yang melarang menangkap benih lobster dan lebih baik menangkap induknya. Nah, penjelasan ini mestinya harus utuh dan objektif. Justru menangkap induk lobster itu membuat kepunahan sendiri. Penjelasannya: induk bisa bertelur 1-2 kali dalam setahun, ini menurut buku ekonomi Lobster 2019 ya. Satu indukan, sekali bertelur bisa capai ratusan ribu telur. Tentu jumlah telurnya bervariasi sesuai besar induknya. Tetapi telur ini memiliki ancaman yang sangat besar atau tingkat pertahanan hidupnya kecil kemungkinan. Inilah yang perlu diselamatkan agar ditangkap.

Lalu bagaimana kalau menangkap indukan, tidak menangkap benihnya. Justru menangkap induk itu membuat kepunahan. Artinya tidak akan bisa lagi bertelur dalam waktu 1 – 2 kali dalam setahun. Jadi sesimpel itu cara berfikir. Cuma sekarang, tugas Menteri KKP menentukan besaran karapas indukan yang akan dilarang dan menentukan juga jenis warna, ukuran dan umur siklus hidup benih lobster yang akan diekspor sesuai kuota yang akan ditentukan itu.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article