Konsep Multi Rezim Hukum Satgas 155: Disclaimer

Rusdianto Samawa
8 Min Read
Sosialisasi capaian KKP era Susi Pudjiastuti (foto: Dok. KKP)
Sosialisasi capaian KKP era Susi Pudjiastuti (foto: Dok. KKP)

“Tinjauan terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2017 Tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Ilegal Fishing)”

Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)


jf.id – Kesalahan Yuridis Peraturan Menteri ini, yakni tidak terdapatnya pertimbangan dasar hukum seperti UU TNI, UU pertahanan, UU perikanan, UU Keamanan Laut, UU kepolisian RI, UU kejaksaan dan UUD 1945. Aneh bin ajaib peraturan menteri seperti ini. Diawal sudah disclaimer keberadaan lembaga Satgas 115.

Kefatalan dalam pembuatan Permen ini, penempatan unsur menimbang pada faktor kebutuhan, bukan aspek logika penegakan hukum murni sehingga terkesan teorities yang dangkal. Permen ini bukan penyelamatan terhadap stakeholders kelautan dan perikanan Indonesia. Tetapi, justru mematikan unsur usaha ekonomi secara sekaligus. Fatalnya, permen ini mengatur 3 hal yakni over fishing, destructive fishing dan ilegal fishing.

Lihat unsur menimbangnya hanya: a). bahwa praktek kejahatan di bidang perikanan di Indonesia telah merusak sumber daya perikanan, ekosistem laut, perekonomian, dan sosial masyarakat sehingga perlu ditangani secara terpadu; b). bahwa untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing) yang keanggotaannya terdiri atas beberapa kementerian/lembaga negara; c). bahwa untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing), perlu menyusun Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum bagi Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing);

Pengukuhan Satgas 115 itu berdasarkan pertimbangan diatas, sehingga dianggap perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Ilegal Fishing).

Sebagai peraturan mestinya mendasarkan pola koordinasi dan penetapannya mengingat konstitusi yang disebutkan diatas tadi, yakni harus sesuai hirarki dan mekanisme penyusunan peraturan perundang-undangan. Namun, permen ini hanya menyebut Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 235) sebagai landasannya.

Secara teori hukum dan hirarki penyusunan perundang-undangan, bahwa permen ini mestinya pelaksana taktis Undang-undang, bukan meneruskan Peraturan Presiden yang sudah mengatur hal yang sama. Ya, Peraturan Menteri itu sebagai pelaksana dari peraturan perundang-undangan walaupun kedudukannya permen juga harus mendapat persetujuan Menteri Hukum dan HAM.

Yang paling krusial yakni penetapan pola penganggaran yang mestinya diatur oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, bukan diatur melalui permen yang kemudian menjelaskan alur anggaran operasional melalui Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).

Mengapa harus Menkeu? karena Peraturan Presiden sudah menjelaskan tentang anggaran operasional bersumber dari APBN. Soal Menteri Keuangan yang melakukan koordinasi antar Kementerian dan Lembaga itu merupakan tugasnya untuk membiayai operasional Satgas 115 sebagai mandat Peraturan Presiden. Sehingga alurnya menjadi benar-benar transparan.

Kalau proses sumber anggaran operasional yang selama ini dapatkan oleh Satgas 115 di PSDKP sangat sulit untuk pertanggung jawabkan karena alur dan struktur pengaanggarannya saja sudah keliru. Sehingga laporan PSDKP setiap tahun tak ada mencantumkam masalah Satgas 115. Ada apa?. Ini sangat rentan korupsi dan gratifikasi.

Hal-hal yang perlu ditinjau dalam pemahaman penegakan hukum dan tindak pidana Kelautan dan Perikanan, yakni memakai prinsip “Multi Rezim.”

Dalam lampiran Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Selaku Komandan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing) Nomor 1/PERMEN-KP/SATGAS/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing), bahwa: unsur-unsur yang bersifat lintas instansi dan kewenangan koordinasi yang luas, Satgas 115, melalui unsur-unsurnya, diharapkan dapat mengoptimalkan segala instrumen hukum dengan konsep multi rezim hukum (multidoor) serta mengoptimalkan koordinasi baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga penegakan hukum terhadap Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Ilegal Fishing) menjadi efektif dan efisien.

Maksud konsep multi rezim hukum adalah menggunakan tidak hanya satu undang-undang untuk menjerat pelaku kejahatan, namun juga undang-undang lain yang berkaitan dengan kegiatan perikanan, dalam hal ditemukan fakta-fakta adanya kejahatan lain. Undang-undang apa saja?. Kok tidak ada dalam Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri.

Konsep ini saja sudah disclaimer karena dalam Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri ini saja tidak terdapat dasar-dasar pokok pertimbangan yang menjelaskan berantas ilegal fishing harus pendekatan Undang-Undang. Mestinya menyebut: “penegakan hukum sesuai hukum positif Indonesia dan konstitusi internasional.” Ribet pemahaman kalau pakai bahasa dan kalimat: “Multi Rezim.” Karena tidak ada konsep penegakan hukum tindak pidana perikanan berdasarkan: “Multi Rezim.”

Hal ini yang dianggap penting juga sebagai tafsir dari konsep “Multi Rezim,” bahwa kejahatan dibidang perikanan erat dengan kejahatan-kejahatan lainnya dan seringkali bersifat lintas negara, antara lain namun tidak terbatas pada tindak pidana perdagangan orang, penyelundupan, pelayaran, ketenagakerjaan, keimigrasian, dan lain-lain.

Pantas saja, kapal-kapal hasil penangkapan diperairan Indonesia sangat lamban di adili pengadilan untuk menentukan status hukum: “bersalah atau tidak.” Justru ngebet ingin Bom Kapal (Boat Bombing) dan tenggelamkan dengan cara menembak. Ini politik pencitraannya. Kemudian, media membumbui rasa menamut-nakuti, sekaligus unggah rasa nasionalisme publik: “Kalau tidak tenggelamkan nanti kembali kepada yang punya.” Akhir dari drama ini: “Mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti dibilang hebat.”

Penegakan hukum dengan konsep: “Multi Rezim Hukum” gagal koordinasikan tugas-tugas bersama lembaga lainnya seperti Bakamla, TNI AL, Kepolisian, Kejaksaan dan PPNS. Konteks penegakan hukum setelah penangkapan terhadap kapal ilegal dari berbagai negara, proses pengadilan sangat lamban dan malah terkesan “Kapal Deportasi.”

Banyak terekam jejaknya dilepaskan kembali (deportasi). Kalau memang serius Satgas 115 pada saat melaksanakan operasi, Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, upaya hukum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Mestinya tidak ada deportasi keberbagai negara asal kapal tersebut.

Pada Pasal 1 ayat 3 dan 4, menjelaskan: 3). Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) adalah kegiatan perikanan yang tidak sah atau kegiatan perikanan yang dilaksanakan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. 4). Penangkapan Ikan yang tidak dilaporkan (Unreported Fishing) adalah kegiatan tidak melaporkan hasil tangkapan atau melaporkan hasil tangkapan yang tidak sesuai dengan hasil tangkapan yang sebenarnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.

Pasal 1 ayat 3 dan 4 dalam permen tersebut, berhubungan langsung dengan 17 alat tangkap yang dilarang melalui Permen 02 Tahun 2015 dan Permen 71 Tahun 2016. Hal inilah yang membuat ketidakjelasan orientasi Satgas 115 dalam pelaksanaannya sehingga konsep yang menganut sistem: “Multi Rezim Hukum” dapat dikatakan: “Disclaimers.”

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article