Keterbukaan Informasi Anggaran, Mencegah Disclaimers

Rusdianto Samawa
12 Min Read
Edhy Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (foto: Antara)
Edhy Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (foto: Antara)

“Heheh ingat disclaimers, maka teringat kinerja tertutup soal anggaran era Susi Pudjiastuti. Bayangkan, disclaimers 3 kali tahun 2015, 2016, 2017 dan 2018. Hanya tahun 2014 tidak disclaimers. Hahaha. Sejak ia jadi menteri disclaimers mewarnai kinerjanya. Sekarang, masuk era SIDAK SIKAT masa kepemimpinan Edhy Prabowo dalam pengelolaan APBN KKP. Harapan semua stakeholder agar meningkatkan kinerja anggaran dan mencegah disclaimers kembali. Dukung program SIDAK SIKAT agar keterbukaan anggaran KKP semakin baik.”

jf.id – Di tengah keterbukaan informasi dan transparansi publik, pemerintah masih saja tidak disiplin mencantumkan semua anggaran belanja barang dan jasa. Sebagaimana, Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah kritik Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2017 – 2018, bahwa: dari Rp 994 triliun belanja barang dan jasa pemerintah tahun lalu, hanya Rp 908 triliun yang dilaporkan di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Jadi ada sekitar Rp 86 triliun lebih anggaran belanja barang dan jasa tidak diumumkan pada publik.

Padahal, berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010, seluruh belanja barang dan jasa harus diumumkan dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang kemudian diungkap melalui monev.lkpp.go.id. Anggaran barang dan jasa sangat rawan dikorupsi. Pada 2017, kasus korupsi dari anggaran pengadaan barang dan jasa mencapai 241 kasus, naik dari tahun sebelumnya yang hanya 195 kasus.

Itulah yang harus dievaluasi agar Kementerian Kelautan dan Perikanan kedepan tidak lagi mendapat Opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) disebut disclaimers. Karena disclaimers ini sempat mewarnai wajah sektor Kelautan dan Perikanan pada periode lalu 2014 – 2019. Disclaimers selama 3 kali kurun waktu 5 tahun membuat mundurnya cara dan metode pengelolaan anggaran di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

ICW tahun 2017 saat itu menyebut KKP era Susi Pudjiastuti kementerian paling jelek masalah pengelolaan dan keterbukaan informasi anggaran. Jarang sekali tersedia informasi anggaran dari level kecil hingga besar secara rinci. Publik hanya disajikan laporan anggaran tahunan. Tetapi proses pemakaian anggaran tidak dipublikasi secara baik dan benar.

Ada banyak akuntan yang telah bekerja verifikasi keuangan KKP periode 2014 – 2019, mereka menyimpulkan: disclaimers atau paling lugas: tindakan penyimpangan anggaran yang menyebabkan disclaimers sehingga berdampak pada kerugian negara. Sebut saja contohnya: pengadaan kapal bantuan perikanan, pengadaan Keramba Jaring Apung (KJA), Pembangunan gedung Politeknik Perikanan Jembrana Bali, Pembangunan Pelabuhan Perikanan Nasional dibeberapa Provinsi dan lain sebagainya.

Opini disclaimer oleh banyak akuntan tersebut, artinya menolak memberikan pendapat atau tidak ada opini yang diberikan. Opini jenis ini diberikan jika auditor tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan wajar atau tidak.

Opini jenis ini bisa diterbitkan jika auditor menganggap ada ruang lingkup audit yang dibatasi oleh pemerintah terhadap sesuatu yang diaudit, misalnya karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan laporan sudah disajikan dengan wajar. Tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion) setelah melalui proses audit yang ketat dan berlangsung periodik, misalnya perbulan, pertahun, dan permingguan.

Opini disclaimers inilah yang menghiasi penyerapan anggaran di KKP periode 2014 – 2019. Bahkan, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) terhadap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyimpulkan bahwa laporan yang diberikan sangat jauh dari transparansi, ketebukaan, serta, kejujuran.

Hasil penilaian terhadap prestasi KKP RI dalam penggunaan anggaran belanja negara mengindikasikan bahawa KKP RI termasuk kementerian yang sangat tidak transparan dalam pemakaian anggaran tanpa ada tolak ukur yang jelas.

Kedepan agar tidak terjadi hal demikian dan belajar dari pengalaman periode lalu, maka sebaiknya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tetap memberi rasa optimistis dalam menjalankan program prioritas secara baik sehingga APBN tepat sasaran dan berguna bagi masyarakat dan menciptakan lapangan kerja baru.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperoleh anggaran tahun 2020 sebesar Rp 6,5 triliun. Secara jumlah sangat kecil, namun tetap harus dimaksimalkan agar KKP bisa merealisasikan tepat sasaran. Walaupun porsentasenya sekitar 10 persen dapat backup program nasional.

Padahal sebelumnya anggaran KKP pernah sampai Rp11 triliun lebih. Namun, skala penganggarannya berangsur turun hingga Rp5 triliun dan sekarang Rp6,45 triliun. Perolehan disclaimers atas pengelolaan anggaran di KKP pada periode lalu, jelas berdampak pada turunnya anggaran. Artinya, periode era sebelumnya penyebab sedikitnya serapan anggaran yang ada sehingga dapat dikatakan: keberhasilan pengelolaan anggaran era sebelumnya sangat tidak sesuai sistem sudah berjalan.

Bahkan, Menteri Edhy Prabowo berpesan saat pelaksaan Rapat Kerja Pengawas (rakerwas) diharapkan: “saling keterbukaan bagi yang mengawasi dan diawasi, yang diawasi jangan merasa dicurigai dan yang mengawasi jangan merasa dia punya power bisa ngapa-ngapain buat yang diawasi. Penting menciptakan Good Governance dilingkungan KKP, khususnya dalam hal pengawasan: “Diawasi saja ada pencurian apalagi tidak diawasi ini, semua harus mawas diri.”

Dalam waktu jangka panjang, KKP harus lebih detail menelaah dan mereview rencana kerja serta anggaran yang telah disusun oleh masing-masing Satuan Kerja sehingga diharapkan dokumen perencanaan yang dihasilkan dapat sesuai dengan kaidah perencanaan dan penganggaran yang telah ditetapkan. Selain itu, harus terpublikasi sesuai perencanaan dan realisasi diberbagai kanal informasi sehingga stakeholder dapat menilainya.

Penting juga, merevisi kegiatan yang tidak begitu penting untuk dilaksanakan dalam waktu dekat sehingga rencana kerja pemerintah yang disinkronkan dengan kebijakan penyusunan program dan anggaran diharapkan terlaksana tahun 2020 sehingga terukur realisasi program prioritas pemerintah dan sesuai dengan kebijakan penyusunan program dan anggaran yang ada.

Akselerasi program KKP untuk mencapai target, perlu penguatan pada pengelolaan anggaran serta implementasi program kerja KKP. Jangan lagi ada keinginan penghematan anggaran yang selama ini digaungkan oleh Kementerian era Susi Pudjiastuti, karena sejatinya membuat program tersebut tak bisa dimaksimalkan sehingga serapan anggaran tak jelas.

KKP harus belajar dari kegagalan sebelumnya, dimana era sebelumnya, KKP juga mendapat opini TMP dari BPK. Penyebabnya, adalah pemeriksaan atas pengadaan 750 kapal untuk nelayan. Jika dilihat dalam ketentuan yang ada, pengadaan itu seharusnya selesai sesuai tahun buku yaitu ada di Desember 2016. Namun, selama proses, KKP hanya mampu merampungkan 48 kapal dan pengadaan pun diperpanjang hingga Maret 2017.

Tak hanya itu, Program Bantuan Premi Asuransi Nelayan (BPAN) yang bertujuan untuk memberikan bantuan premi asuransi kepada nelayan tak berjalan sesuai rencana karena banyak nelayan yang belum mendapatkan akses terhadap asuransi nelayan. Kalaupun mendapat asuransi, proses klaimnya dinilai sangat rumit.

Periode lalu, program alih Alat Penangkapan Ikan (API) juga belum berjalan baik. Padahal, program sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dianggap masih belum menyelesaikan tanggung jawab terkait distribusi penggantian alat tangkap yang telah dilarang.

Itu merupakan contoh kegiatan KKP yang selalu menemui kendala dan gagal dilaksanakan sehingga berdampak pada macetnya program tersebut. Begitupun, program KKP era Edhy Prabowo agar lebih simpel dan gampang untuk dilaksanakan, terutama program prioritas seperti pengembangan budidaya dan penangkapan ikan.

Maka, untuk menunjang kinerja program yang baik, sudah tepat KKP era Edhy Prabowo melaunching aplikasi SIDAK (Sistem Informasi Data Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Aparat Pengawas Internal Pemerintah – APIP) sebagai sistem online yang diluncurkan di Inspektorat Jenderal (Itjen). Diharapkan sistem ini, pengawasan menjadi lebih efisien, hemat biaya dan tindaklanjut bisa lebih cepat.

Keberadaan SIDAK membuat program KKP berjalan maksimal dan terukur, manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat khususnya nelayan dan stakeholder kelautan dan perikanan. Intinya mengawal APBN bisa tepat sasaran dan berguna bagi masyarakat, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang melesat.

Kelebihan aplikasi SIDAK ini mempermudah pengawas dan auditor di pusat maupun daerah menginput langsung laporan hasil temuan dan rekomendasi ke sistem secara online. Temuan dan rekomendasi selanjutnya ditindaklanjuti oleh pengawas di Inspektorat Jenderal KKP.

Selain itu, KKP juga harus mempercepat pola penerapan aplikasi Sistem Perizinan Kilat (SILAT) yang diperuntukkan bagi nelayan maupun pelaku usaha yang ingin mengurus perizinan di Ditjen Perikanan Tangkap KKP. Dengan SILAT, proses perizinan yang tadinya 14 hari menjadi satu jam saja.

Selain itu, penting sebagai usulan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar kerjasama IAC (Internal Audit Charter) dengan KKP bisa dimanfaatkan untuk mengaudit secara formal di internal tentang pelaksanaan keuangan APBN pada periode 20015 – 2019 sehingga lebih terbuka. Sebagaimana, pesan komitmen dalam piagam tersebut ditegaskan, bahwa: para pemangku kepentingan terhadap pentingnya fungsi audit intern atas penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Memang harus diakui Keterbukaan Informasi Publik atas anggaran APBN sangat penting dalam menjalankan kepatuhan terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Walaupun, diluar domain penganggaran KKP dinilai berhasil dalam menyampaikan berbagai informasi mengenai program dan kebijakan strategis sektor kelautan dan perikanan secara transparan kepada masyarakat. Yang harus diperbaiki hanya masalah publikasi anggaran yang belum transparan.

Era menteri KKP Susi Pudjiastuti mengakui banyak keteledoran pegawai-pegawai KKP dalam manajemen anggaran. Maka penting, agar tidak terjadi demikian, keterbukaan informasi menjadi hal penting, terutama bagi pemerintah sebagai badan publik.

Sekarang, masuk era SIDAK SIKAT masa kepemimpinan Edhy Prabowo dalam pengelolaan APBN KKP. Untuk itu, semoga setelah menyediakan sejumlah layanan aplikasi informasi SIDAK SIKAT yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Harapan semua stakeholder agar KKP meningkatkan kinerja anggaran dan mencegah disclaimers kembali. Dukung program SIDAK SIKAT agar keterbukaan anggaran KKP semakin baik. Seiring dengan revolusi industri 4.0 yang tengah berkembang, terus berinovasi mengikuti perkembangan industri digital dan memenuhi kebutuhan informasi masyarakat yang dapat diakses dengan mudah.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article