By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Jurnal FaktualJurnal FaktualJurnal Faktual
  • Opinion News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Siasat
    • Sosial
    • Tahta
  • #Pilpres 2024
Search
  • Arta
  • Fakta vs. Mitos
  • Raga
  • Rupa-Rupa
  • Sains
  • Sasana
  • Tech
  • Wellness
  • Tentang
  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Periklanan
Reading: Kemerdekaan dan Kapitayan
Notification Show More
Aa
Jurnal FaktualJurnal Faktual
Aa
  • Terbaru
  • Terpopuler
  • History
  • Your Feed
  • Your Interests
  • Your Saves
Search
  • Arta
    • Energi
    • Fiskal
    • Makro
    • Moneter
    • Money
    • Startup
    • UMKM
  • Berita
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Fakta vs. Mitos
  • Opini
    • Siasat
    • Sosial
    • Tahta
  • Plesir
    • Destinasi
    • Ekspedisi
  • Raga
    • Bola
    • Golf
  • Rupa-Rupa
    • Hiburan
    • Kisah
    • Sosmed-an
  • Sains
    • Alam Semesta
    • Discovery
    • Riset
  • Sasana
    • Histori
    • Karir
    • Pendidikan
    • Self-Dev
  • Tech
    • Cyber Security
    • Gedget
    • Innovatech
    • Life Tech
    • Softtech
  • Wellness
    • Fisik
    • Mental
    • Ramuan

Top Stories

Explore the latest updated news!
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan RI (foto:CNN)

Nadiem Hanya ‘Hangat-Hangat’ Tahi Ayam

Ilustrasi Wong Cilik

Benarkah Wong Cilik Pemegang Kartu Kekuasaan ?

Gambar Ilustrasi Pulau Madura

Asal Muasal Madura

Situasi Rumah dan keadaan korban saat terkena Bondet/Bom Ikan (Foto: Redaksi)

Jelang Pilkades Pragaan, Bondet Meledak di Rumah Warga

Kepulan asap tebal, akibat aksi pembakaran kantor Bupati Jayawijaya, Provinsi Papua (Foto: screenshot Vidio yang dikirim Rio Sanjaya)

Wamena Rusuh, Kantor Bupati Jayawijaya di Bakar

Indra Wahyudi Wakil Pimpinan DPRD Sumenep, saat ditegur Ketua DPC Demokrat Sungkono Siddik (Foto: koranmadura.com)

Indra Wahyudi, Tuhan Media Ecek-Ecek

Ilustrasi Kekeringan di Kabupaten Bangkalan (Foto: Republika.co.id)

Ini Daftar Wilayah yang Dipetakan Rawan Kekeringan di Kabupaten Bangkalan Tahun 2019

Have an existing account? Sign In
  • Tentang
  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Periklanan
Copyright © 2023 JurnalFaktual. All Rights Reserved
Opini

Kemerdekaan dan Kapitayan

Heru Harjo Hutomo
Last updated: 23/07/30
Heru Harjo Hutomo 2 bulan ago
Share
6 Min Read
"Semar Tan Semar," 60x100 cm, kapur di atas papan (Heru Harjo Hutomo, 2020)
"Semar Tan Semar," 60x100 cm, kapur di atas papan (Heru Harjo Hutomo, 2020)
SHARE

jfid – Kemerdekaan, dalam khazanah budaya Jawa, disebut sebagai kamardhikan yang berakar kata mardhika. Sebenarnya, istilah itu berkaitan pula dengan istilah mardi yang bermakna ikhtiar atau upaya. Di Banyuwangi terdapat salah satu aliran spiritual yang berbasiskan budaya Jawa dan sufisme. Aliran itu terkenal dengan sebutan Purwa Ayu Mardi Utomo (PAMU).

Di lingkaran nahdliyin, secara akademis aliran ini pernah dikenal luas berkat salah satu catatan Abdurrahman Wahid yang berjudul “Kematian Seorang Pangeran.” Dapat dikatakan, barangkali, catatan inilah awal mula keterlibatan beberapa orang NU dalam hal advokasi pada kalangan kapitayan—meskipun saat ini kebanyakan dari mereka sudah mandiri atau memilih dhewek (“Dhewek” dan Teologi Ketakmanjaan Jawa, Heru Harjo Hutomo, https://alif.id).

Namun keterlibatan orang-orang yang berlatarbelakang nahdliyin sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum Abdurrahman Wahid mencatatkan pengalaman ataupun kepeduliannya pada kalangan kapitayan. Sebab, PAMU ataupun PDKK, yang sama-sama merupakan warisan peristiwa Perang Jawa atau Perang Dipanegaran yang terjadi pada tahun 1825-30, juga kumandang dengan nama Arab tarekat Akmaliyah dimana beberapa kyai NU pun, bahkan di lingkaran strukturalnya, menjadi salah satu pengikutnya (“Sunyata,” dlm. K.Ng.H. Agus Sunyoto Eksemplar Moral dan Intelektual, Santriwikrama, Malang, 2021).

Dalam esainya itu, secara khusus Abdurrahman Wahid ditunggu kedatangannya oleh sesepuh PAMU di Banyuwangi. Dan konon, dalam catatannya itu, Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa sesepuh itu sengaja mengundurkan saat kematiannya hanya untuk bertemu dengan sang cucu KH. Hasyim Asy’ari. Terlepas dari latar-belakangnya dan latar-belakang keluarganya, Abdurrahman Wahid tanpa rikuh pun singgah di Banyuwangi dan menemui sang sesepuh yang secara rendah hati mengenalkan pribadinya sebagai “Wong Jawa-Buddha.”

- Advertisement -

Dari peristiwa itu cukup menarik ketika sang sesepuh PAMU menunjukkan sikap yang “asor” atau merendah pada sang cucu kyai besar pendiri NU. Dengan mengatakan bahwa dirinya adalah wong Jawa-Buddha seolah-olah sang sesepuh itu ingin menunjukkan perlakuan orang-orang yang mengklaim sebagai Islam pada diri dan para pengikutnnya—sebuah perlakuan yang ternyata masih lestari hingga kini: memandang rendah orang lainnya.

Baca Juga

Operasi Intelijen CIA: Dari Kudeta Hingga Pembunuhan
Mengidolakan Nabi Muhammad Sekaligus Mengagumi Karl Marx
DN Aidit: Pimpinan PKI yang Khatam Al-Qur’an
Gambar yang menggambarkan proyek Kereta Cepat dan masalah jebakan utang
Miris! Indonesia Rela Korbankan Kedaulatan dan Kesejahteraan Demi Proyek Kereta Cepat?
Pulau Rempang: Tempat Lord Membangun Mimpi, Warga Mempertahankan Realita

Namun bukan kesadaran seorang Abdurrahman Wahid dan para pengikutnya atas eksistensi orang-orang kapitayan yang ingin saya paparkan di sini. Pun bukan kemampuan sang sesepuh itu dalam mengundurkan saat kematiannya. Yang menarik adalah bagaimana mungkin seorang yang tak terkenal, kecuali di lingkaran sendiri, sampai dapat mengundang seorang yang besar dan terkenal dimana, barangkali, kaumnya acap merendahkan dirinya dan para pengikutnya.

Apakah sang sesepuh PAMU itu hanya ingin menasehati secara halus seorang Abdurrahman Wahid, yang saat itu sudah terkenal sebagai salah satu pemimpin umat Islam, yang terkenal dengan kemampuannya untuk tanggap ing sasmita, bahwa ada baiknya balikkanlah tudinganmu ke dirimu sendiri?

Konon, di pesantren berlaku sebuah adagium untuk tak melihat siapa yang berkata, tapi lebih pada apa yang dikatakannya. Meskipun hanya seorang sepuh yang tak terkenal kecuali di lingkaran sendiri, sang sesepuh itu seperti ingin menunjukkan tentang siapakah Abdurrahman Wahid. Sebab, di lingkaran kejawen atau kearifan-kearifan lokal lainnya, berlaku sebuah keyakinan bahwa seseorang tak mungkin bertemu atau berjodoh dengan sebuah aliran spiritual ketika tak ada “wiji” atau benih yang mengalir di nadinya.

Atas hal itu, pada suatu waktu, secara bangga Abdurrahman Wahid pernah mengatakan bahwa dirinya adalah masih keturunan Ki Ageng Pengging, sang murid Syekh Siti Jenar. Atau versi lain, ia masih keturunan Syekh Siti Jenar lewat jalur Pangeran Panggung, anak Sunan Kalijaga dengan salah satu isterinya yang merupakan anak perempuan Syekh Siti Jenar. Dengan demikian, ketika seumpamanya seorang Abdurrahman Wahid ikut-ikutan merendahkan para penganut aliran PAMU ataupun Akmaliyah lainnya, berarti ia juga merendahkan para leluhurnya, yang otomatis juga dirinya sendiri.

- Advertisement -

Secara ideologis ataupun kultural, jauh sebelum Sunan Kalijaga menjadi pula seorang ahli tata ruang, konon Syekh Siti Jenar sudah memerankan peran itu. Selain mengadopsi tata mandala di era Majaphit sebagai sebuah tata geopolitik, konon ayah Syekh Bardud itu juga menjadi arsitek pembangunan pesantren yang mesti dekat dengan sungai (Gebang Tinatar dan Gelar Santri di Balik Nama Besar Ronggawarsita, Heru Harjo Hutomo, https://etnis.id).

Maka, dengan berkaca pada persinggungan PAMU dengan seorang Abdurrahman Wahid, kemerdekaan yang kini tengah kita rayakan sudah semestinya juga berlatar ke depan dimana istilah kemerdekaan berkaitan dengan istilah mardi atau ikhtiar. Dengan demikian, istilah merdeka ternyata adalah sebuah kata kerja yang musykil untuk diukur. Ketika seseorang mengatakan kata merdeka, berarti ia memilih untuk dhewek atau memiliki otonomi diri dan tak terombang-ambing laiknya buih di samedera biru. Sebab, di balik istilah mardhika atau merdeka ternyata tersimpan pula pengertian kardi yang berarti kehendak.      

Heru Harjo Hutomo: Penulis, perupa dan pemusik, penulis buku Jalan Jalang Ketuhanan: Gatholoco dan Dekonstruksi Santri Brai (2011), Ma-Hyang: Melibatkan yang Silam Pada yang Mendatang (2020), Kahanan: Melongok dari yang Tak Pokok (2021), Sangkan-Paran (2021).

- Advertisement -
TAGGED: Kamardikan, Kemerdekaan, Opini Kemerdekaan

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Heru Harjo Hutomo 30/07/2023 30/07/2023
Share This Article
Facebook Twitter Pinterest Whatsapp Whatsapp LinkedIn Telegram Copy Link Print
Apa Reaksimu?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Previous Article Kongres KMI Ke-1, Nur Hakim Kembali Terpilih Menjadi Direktur
Next Article "Gula Klapa," 29x37 cm, abu rokok di atas kertas, Heru Harjo Hutomo, 2019. 76 Tahun Indonesia Merdeka dan Warisan-Warisan Kesilamannya 

Anda juga akan membaca..

Opini

Operasi Intelijen CIA: Dari Kudeta Hingga Pembunuhan

3 hari ago
Opini

Mengidolakan Nabi Muhammad Sekaligus Mengagumi Karl Marx

4 hari ago
Opini

DN Aidit: Pimpinan PKI yang Khatam Al-Qur’an

4 hari ago
Gambar yang menggambarkan proyek Kereta Cepat dan masalah jebakan utang
Opini

Miris! Indonesia Rela Korbankan Kedaulatan dan Kesejahteraan Demi Proyek Kereta Cepat?

1 minggu ago
Opini

Pulau Rempang: Tempat Lord Membangun Mimpi, Warga Mempertahankan Realita

1 minggu ago
Opini

Mengapa Pilihan Capres Anda Tidak Harus Sama dengan Kyai Anda

1 minggu ago
Opini

Menyelamatkan Negeri dari Kegagalan Institusi

1 minggu ago
Headline

Visi Geopolitik Sultan Iskandar Muda: Membangun Aceh sebagai Poros Maritim Nusantara

1 minggu ago
Show More
Jurnal FaktualJurnal Faktual
Follow US
Copyright © 2023 jfid. All Rights Reserved
  • Tentang
  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Periklanan
Go to mobile version
adbanner
AdBlock Terdeteksi
Situs kami adalah situs yang didukung iklan. Kami paham anda tak suka iklan, tapi inilah caranya agar anda bisa menikmati layanan gratis.
Okay, I'll Whitelist
Welcome Back!

Sign in to your account

Register Lost your password?