KAMI Hadir KITA Hadir, Kamu?

Rasyiqi
By Rasyiqi
6 Min Read
Deklarasi KAMI (sumber foto: CNN)
Deklarasi KAMI (sumber foto: CNN)

jfID – Ketika KAMI hadir mengumumkan posisinya di 18 Agustus 2020 di patung proklamasi mendeklarasikan keinginan mereka, saya kagum. Ketika masing-masing membicarakan pernyataan para deklarator, saya tambah kagum, ketika ada di acara ILC saya seneng karena e-Rp di sebutkan sebagai salah satu solusi.

Dan saya pun harus menunjukan posisi selalu pemrakarsa beberapa ide yang sama dengan mereka.

Saya kagum di tengah masalah kompleksitas bernegara dimana saat ini Indonesia ekonomi nya kearah resesi dan masih di cengkram pandemi covid. KAMI deklarasi manuver politik, kekaguman saya adalah kekaguman bertanya, apa analisanya ya mendeklrasi KAMI? Kok sekarang?

Jujur, menurut saya, maaf loh ya, menurut saya kayaknya kurang tepat waktunya, namun saya kan bodo. Jadi kagum lah sama orang pinter.

Kemudian menggunakan kata atau istilah KAMI. Saya juga kagum, mengapa memilih kata segmented yang berarti sempit. Ini strategi jenius yang mungkin saya yang bodo ini harus belajar.

Maksudnya begini, dalam pelajaran sederhana yang saya tahu, pemilihan kata menentukan cara “manusia merespond”.

ilustrasikan sederhana, pilihan kata dalam kalimat ini :
“Saya membaca buku”, “saya” yang diletakkan di depan kalimat menunjukan ke EGO an. Karena itu kalau kita lagi mendengar seseorang lagi curhat atau seseorang di cap tukang pamer atau orang egois, maka ia tersering berkata, saya tuh..saya biasanya.., saya waktu itu.., saya nih.., saya kemarin.., dan seterusnya selalau meletakkan “saya , saya, saya” di awal kalimat, jujur deh yang mendengarnya lama-lama eneg juga.

Kalau seseorang dikatakan santun, maka kalimatnya bukan saya nya di taruh di depan kalimat tetapi objek nya di dahulukan, contoh : “buku di baca saya”, “kemarin di pasar ramai orang dagangan laku, alhamdulillah saya senang sekali”.

Itu ilustrasi gaya bahasa pasif dimana objek didahulukan, sementara gaya bahasa aktif subjek ke aku an didulukan. Jadi kata KAMI menurut saya sebaiknya di ganti. Jangan KAMI, jangan KITA, jangan-jangan nanti ada KAMU..ah jadi kayak anak ABG deh!, ABG apa, abegan! Hahaha tukang ngambeg.

“KAMI” itu segregasi, KAMI itu membelah. Langsung aja di sisi lawan menciptakan KITA, jiah..adu aja terus.

Kemudian apa yang membuat kagum selanjutnya setelah kekaguman memilih kata KAMI adalah dalam pembacaan deklarasi individu para foundernya.

Banyak sekali mereka terdiri dari orang pinter-pinter, yang juga menggunakan kalimat yang bercenderungan menunjukan mereka pintar. Walau si sontoloyo ini juga sering melakukan hal yang sama, namun mungkin ada sedikit beda “ how to offernya” cara menawarkannya.

Bedanya begini, saya beri ilustrasi sedikit lagi agar faham.

Sering kita membaca di sebuah brosur atau tulisan atau perkataan yang diawali dengan TAHU KAH ANDA.

Contoh, “tahu kah anda” bahwa kelelawar kalau keluar dari gua selalu arahynya kekanan.

Kalimat tahu kah anda memberikan kesan SAYA TAHU, anda TIDAK TAHU. Maka kalimat dengan cara mengucapkan seperti ini menunjukkan SAYA PINTAR anda yang mendengar atau yang membaca tidak. Ini gerah banget bawah sadar pikiran banyak orang yang menjadi responnya.

Yang baik komunikasinya bagaimana?

Kalimatnya begini, SEBAGAI MANA KITA KETAHUI kelelawar kalau keluar dari gua selalu berbelok kearah kanan terlebih dahulu.

Dalam kalimat ini, yang mendengar atau yang membaca mungkin belum tahu, tetapi tanpa digurui di akhir kalimat semua MENJADI TAHU. Kesantunannya dapat, keegoannya hilang.

Nah itulah yang menjadi fokus-fokus saya pada mereka yang di panggung, ada sarannya kedepan di ubah ya. Termasuk lawannya pendukung incumben. Kalian sering menggunakan kalimat pemecah, apa lagi buzeezerp, beeeh!

Sekali lagi mohon maaf, mungkin tidak penting hal seperti ini namun hal begini selalu membuat saya kepikiran. Kami jadi tidak mewakili saya, secara pribadi, termasuk perjuanganya juga saya tidak terwakili, jadi kepada kami monggo kalian lanjutkan perjuangan kalian.

Saya tidak bisa dukung dan pasti tidak anti. Lah wong saya bukan kami, juga bukan kita, saya ini wong bodo ngaku pinter, ngak nyandak, ngak nyampe ilmu nya di banding dengan ilmu mereka.

Juga ngak nyampe ilmu ekonomi sontoloyo ini sehingga solusi sepaket termasuk SOTWARE, sistem, SDM untuk e-Rp sebagai solusi anti dedolarisasi dan solusi mengantisipasi untuk counter insurgency melawan e-remimbi pasti ngak bakal terlaksana.

Ilmu IMF dan para pakar serta pejabat masih jauh di atas, juga para pendukung invetasi asing foriegn direct investment jauh lebih bermanfaat untuk mengangkat economic at war dan solusi resesi Indonesia.

Yuk sedulu kita jagongan aja, sambil sarungan makan jagung bakar plus nge-teh di kampung, uenak pol, adem ati. #peace

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article