Hukum Sebagai Penyembah Problem Sosial

bramadapp
2 Min Read
Kapasitas sesak penjara (foto: bbc)
Kapasitas sesak penjara (foto: bbc)

jfid – Satu permasalahan yang sudah dibicarakan oleh pemerintah dan DPR sejak satu dekade lewat adalah kapasitas berlebih (over capacity) penjara. Sampai-sampai menteri minta tambahan budget triliunan untuk bangun penjara baru. Sampai-sampai ada wacana privatisasi penjara.

Inti problem kapasitas berlebih penjara adalah pemidanaan berlebih (over criminalization) dan pemolisian berlebih (over policing). Ini disebabkan DPR doyan membuat undang-undang berisi lusinan pasal pidana.

Padahal, pelaku ‘kejahatan’ yang menumpuk di penjara sekarang didominasi oleh korban problem sosial, dan problem sosial tak akan selesai hanya dengan pemolisian dan pemidanaan. Penyalahguna narkotika, maling kelas teri, dan pekerja seks adalah korban dari kejahatan lebih serius (perdagangan narkotika, korupsi, dan perdagangan orang).

Apalagi jika kita bicara bias dalam “criminal justice system“, di mana ‘hamba hukum’ punya persepsi bias sosial sejak kelahirannya (bias ras, gender, kelas sosial-ekonomi, agama, dan lain-lain). ‘Hamba hukum’ bukan ksatria pengusung ‘pedang’ keadilan tapi pejaga keberlangsungan sistem yang diciptakan kelas elite.

‘Kejahatan’ kecil–yang sejatinya problem sosial–dihadapi dengan pemolisian dan pemidanaan agresif. Sebaliknya, kejahatan serius–korupsi, kejahatan HAM dan kemanusiaan, kejahatan lingkungan oleh korporasi–diselesaikan “secara musyawarah untuk mufakat”.

Lebih parah, masyarakat–berkat pengaruh media dan kekuasaan–mempersepsi hukum sebagai sarana “balas dendam” (retributive justice), dan akhirnya penjara jadi “pabrik balas dendam”. Mereka sedikit-sedikit lapor polisi, khusunya saat ini dalam kasus penghinaan, pencemaran nama, dan hoaks, padahal ini juga problem sosial berupa lemahnya budaya literasi. Karena tak mampu mengkritik, orang akhirnya menghina. Karena tak terbiasa mengidentifikasi fakta, orang akhirnya hanya percaya pada desas-desus. Ini tanda masyarakat sakit, dan bukan tanda masyarakat sehat walafiat.

Kita gagal melihat fungsi lain dari hukum, yang jauh lebih penting: restorative justice; hukum sebagai penyembuh problem sosial.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article