Hari Kebangkitan Nasioanal, Covid-19 dan Filosofi Sapu Lidi

Rasyiqi
By Rasyiqi
4 Min Read
Ilustrasi filosofi Sapu Lidi (foto:jurnalfaktual.id)
Ilustrasi filosofi Sapu Lidi (foto:jurnalfaktual.id)

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas merah)” -Soekarno-

jfID – Di tengah wabah Covid-19 yang melanda, kita masih sering melihat tingkah masyarakat (baik itu politisi, eksekuitif, tokoh agama, bahkan sel syaraf paling kecil) saling menyalahkan satu sama lain. Hingga tak bisa dihindari saling kritik dan tuding, seringkali kita lihat, dan akhirnya Covid-19 belum juga menunjukkan tanda-tanda akan pergi dari bangsa ini.

Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Seluruh lapisan masyarakat sudah saatnya merenungkan kembali intisari dari ajaran para the founding father. Kita tahu Perjalanan bangsa ini memiliki rangkaian sejarah yang begitu heroik dan bisa dijadikan suri tauladan untuk generasi sekarang dalam menyikapi problematika.

Sudah seharusnya, kita meneropong kembali sejarah Hari kebangkitan Nasional (Harkitnas) tepatnya 20 Mei. Dan kita sebagai generasi menemukan esensi dari sejarah tersebut. Hanya pada rasa kebersamaan dan gotong-royong satu sama lain problematika bisa diselesaikan. Bukan malah terjebak pada saling tuding yang tak ada ujung pangkalnya, yang akhirnya problem tersebut tak kunjung usai.

Sekali lagi, hanya di atas dasar persatuan bangsa ini tegak dan bisa melewati segala batu sandungan. Dan mari kita pelajari dan maknai secara esensi sejarah kebangkitan nasional ini, Guna kita melawan pandemi Covid-19. Berat sama di pikul ringan sama di jinjing.

Kita ingat bagaimana sapu lidi, jika hanya setangkai maka akan mudah patah dan tak bisa digunakan untuk membersihkan halaman yang kotor. Tapi saat satu lidi di satukan dengan beberapa lidi yang lain hingga menjadi satu ikat (sapu) maka ia tak mudah di patahkan bahkan sapu lidi bisa digunakan untuk membersihkan halaman rumah yang kotor.

Kita tahu 20 Mei 1908 Boedi Oetomo didirikan oleh sejumlah mahasiswa School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), yaitu Soetomo, Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, R. Angka Prodjosoedirdjo, Mochammad Saleh, R. Mas Goembrek, Soeradji Tirtonegoro, dan Soewarno.

STOVIA adalah sekolah khusus pendidikan dokter pribumi di Batavia pada masa penjajahan Belanda. Gagasan Soetomo mendirikan organisasi ini terinspirasi dari dokter Wahidin Sudirohusodo, yang ingin meningkatkan martabat rakyat dan bangsa.

Latar belakang berdirinya Boedi Oetomo bertopang pada kesadaran para mahasiswa akan masa depan Indonesia yang bergantung di tangan mereka. Organisasi ini pada awalnya hanya bersifat sosial, ekonomi, dan budaya. Tidak ada unsur politik di dalamnya. Boedi Oetomo bertujuan untuk memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, ilmu pengetahuan dan seni budaya bangsa Indonesia. Nama Boedi Oetomo sendiri terbentuk atas usulan seorang anggota bernama Soeradji. 

Begitulah sejarah singkat dari lahirnya kebangkitan Nasional. Tanpa sebuah kesadaran bersama tak mungkin bangsa ini merdeka, meskipun kemerdekaan baru bisa diproklamasikan di tahun 17 agustus1945. Namun 20 Mei 1908 merupan cikal bakal dari lahirnya kebangkitan nasional.

Penulis: Ahmad Wafi

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article