Bangkalan Harus Mengemis ke Jokowi

Rasyiqi
By Rasyiqi
3 Min Read
Ahmad Annur, pengamat kebijakan publik (foto: Redaksi)
Ahmad Annur, pengamat kebijakan publik (foto: Redaksi)

jfid – Satu bulan yang lalu, penulis sedikit mengikuti perdebatan
tentang pengelolaan keuangan RSUD Syarifah Ambami Rato Ebuh (Syamrabu) Bangkalan yang dijadikan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Ada beberapa fraksi yang pro-kontra dalam hal ini, diantaranya Gabungan PKS-HANURA dan GOLKAR-PAN serta Fraksi PKB.

Pada intinya, dari perdebatan tersebut hanya bicara tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Bangkalan yang terbesar yaitu dari RSUD Syamrabu mencapai Rp 128 Miliar.

Dalam nota keuangan RAPBD tahun 2020, pendapatan asli daerah (PAD) Bangkalan ditetapkan sebesar Rp 260.505.079.645.90, sementara penerimaan dari badan layanan umum daerah (BLUD) Rp. 128.748.000.000.

Menurut hemat penulis, PAD Bangkalan saat ini sangat tidak sehat. Sehingga Bangkalan harus mengemis banyak uang perimbangan ke Jokowi, Perlu diketahui bahwasanya sumber APBD 2020 kabupaten Bangkalan berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp 260 miliar dan dana perimbangan Rp 1,4 triliun. Sementara dari lain-lain pendapatan yang sah Rp 569 miliar.

Sedikitnya PAD Bangkalan ini berdasarkan hasil kajian penulis, ternyata ada kebocoran PAD yang harus dibenahi di Bangkalan.

Misalkan dari retribusi parkir, banyak tempat parkir yang tidak masuk ke PAD, bahkan dalam catatan BPK Jawa Timur Dinas Perhubungan mencetak karcis sebanyak 641.000, namun dinas perhubungan hanya merealisasikan pendapatan retribusi sebanyak 347.721 karcis dalam setahun.

Padahal sudah mafhum, di Bangkalan ini semua pertokoan dan ruas jalan menjadi tempat parkir, geser sedikit kena parkir, sampai ada istilah “Bangkalan Kota Parkir”, lalu mengalir kemana uang parkir tersebut?.

Selain daripada itu, sektor rumah makan wajib pajak juga banyak yang tidak masuk PAD. Hal ini karena Bapedda kurang memperhatikan wajib pajak rumah makan. Bayangkan, pembayaran pajak dari salah satu rumah makan di Bangkalan, seharusnya dalam satu bulan membayar sebesar Rp.80.370.909,00. Malah hanya melakukan pembayaran pajak setiap bulannya sebesar Rp.10.000.000,00. Lalu sisanya ini masuk kepada siapa?

Belum lagi banyak rumah makan yang tidak terdaftar tapi dapat pungutan pajak.

Kebocoran PAD Bangkalan juga ada di pajak reklame. Di kabupaten Bangkalan reklame ada 332 titik, dan terdapat 102 titik reklame yang tidak dibayar pajaknya. Itu artinya, Bapedda Bangkalan lebih banyak duduk santai daripada bekerja mengoptimalkan PAD Bangkalan dengan cara menyisir semua jenis retribusi. Ini masih belum bicara tentang kebocoran di rumah sakit, dan beberapa SKPD di Bangkalan.

Menurut hemat penulis, untuk menanggulangi kebocoran PAD ini, pemerintah Bangkalan sudah harus serius bekerja dan sudah seharusnya membuat SOP wajib pajak yang terintegrasi ke semua OPD dan bisa diakses oleh publik, agar masyarakat juga bisa mengawasi uang yang akan mengalir ke kas daerah.

Penulis adalah : Ahmad Annur,
Pengamat kebijakan publik di CIDe

Catatan Redaksi: Opini diatas, sepenuhnya tanggung jawab Penulis.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article