Asal Muasal Madura

Deni Puja Pranata
8 Min Read
Gambar Ilustrasi Pulau Madura
Gambar Ilustrasi Pulau Madura

jfid – Madura dulu dan sebuah peradaban. Al kisah, disuatu kerajaan bernama Medang Kamulan, ada seorang raja bergelar Sang Hiyang Tunggal. Kerajaan yang kala itu era Hindu-Budha. Singkat cerita, Sang Hiyang Tunggal mempunyai seorang putri, ia bernama Putri Bendara.

Tiba-tiba putri Bendara hamil, tanpa hubungan, tanpa kekasih, tanpa persetubuhan, ‘dalam cerita’ putri raja semakin hari perutnya membuncit.

Raja Medang Kamulan, Sang Hiyang Tunggal murka. Melihat putrinya hamil tanpa dipersunting seorang suami. Maka, demi menutup aib Kerajaan, Sang Hiyang Tunggal mengutus Paman Patih Medang Kamulan untuk membunuh putri Bendara.

Kisah yang menyedihkan, raja tega ingin membunuh putri kandungnya sendiri, hanya untuk menutupi aib Kerajaan. Akhirnya, Patih Medang Kamulan membawa putri Bendara keluar istana. Karena titah raja untuk membunuh sang putri Bendara. Maka, Paman Patih Medang Kamulan, membawa sang putri keluar Istana.

Paman Patih Medang Kamulan sama sekali tidak tega, dengan nasib sang putri. Maka, Paman Patih Medang Kamulan memutuskan, untuk menyembunyikan sang putri Bendara di suatu tempat.

Dalam babat tanah Jawa dikisahkan, tempat persembunyian putri kerajaan Medang Kamulan. Disaat air laut pasang, sungguh tak terlihat kedua bukit yang indah itu. Dan saat air laut surut, tampak terlihat dua bukit yang berjauhan. (Saat ini dikenal dengan Gunung Pajuddan dan Gunung Geger).

Enam bulan kemudian, lahirlah seorang bayi dari rahim sang putri. Bayi laki-laki bernama Raden Segoro. Anak kontroversial inilah yang menjadi sebab cikal bakal manusia pertama dan peradaban di Madura.

Raden Segoro hidup disebuah gua, saat ini bernama gua Pajuddan, tepat di Desa Pajuddan, Kecamatan Ganding. Kehidupannya sebagai pengembara dan orang yang setia menjaga sang Ibu kandungnya.

Dari tempat persemayamannya di suatu Gua, Raden Segoro ingin hijrah ketempat pemukiman yang baru. Dalam perjalanan pengembaraannya, Raden Segoro akhirnya sampai disebuah bukit, ya, bukit Gegger, tepatnya di Kabupaten Bangkalan.

Keruntuhan Medang Kamulan

Tepat diusianya yang ke 18 tahun. Raden Segoro dikenal sebagai pemuda yang Kontroversial. Pemuda tanpa bimbingan seorang guru, Raden Segoro sakti Mandraguna. Raden Segoro memang bisa dikata Sakti sejak lahir.

Kala itu, ada sebuah infasi dari Kerajaan Tartar. Kerajaan Medang Kamulan, adalah satu-satunya kerajaan yang menjadi sasaran utama. Penyerangan Pasukan Tartar ke Kerajaan Medang Kamulan, banyak memakan korban.

Peperangan sengit, akhirnya Raja Sang Hiyang Tunggal memanggil Patih. Dipagilnya paman Patih, adalah suatu tanda, jika situasi Genting terjadi di Medang Kamulan.

“Menghadap Yang mulia”, ucap Paman Patih.
Sang Hiyang Tunggal: Paman, keadaan Kerajaan semakin susah. Jika, dibiarkan berlarut, maka Medang Kamulan akan segera luluh lantak. Paman, Medang Kamulan butuh bantuan seorang kesatria yang sakti mandraguna, untuk menghadapi para begundal dari Tartar itu.

Jawab Paman Patih: Ampun yang mulia, hamba mendengar, di sebuah tempat pesemayaman putri Bendara, berhembus kabar diseantero Jawa, jika ada seorang kesatria sakti mandraguna.

Tiba-tiba, air mata raja yang bengis jatuh. Dan Sang Hiyang Tunggal, ingat, pada Putri semata wayangnya.

Apa? Apakah putri yang selalu aku rindukan, masih hidup? Bukankah aku perintahkan Paman untuk membunuhnya? Bibir sang Raja gemetar.

Paman Patih: Ampun Paduka yang mulia, hamba tidak tau pasti, apakah putri Bendara masih hidup atau diterkam Harimau. Karena, 18 tahun silam, hamba hanya mengantar tuan putri kesebuah pulau sepi.

Titah Rajah: Pengawal, aku perintahkan, kawal Paman Patih ke tempat dimana orang sakti mandraguna itu
berada. Dan mintalah bantuan padanya, untuk menyelamatkan nasib Medang Kumalan.

Derap langkah prajurit terdengar dari jarak 5 mil ke Bengawan Solo. Paman Patih Medang Kamulan yang dikawal, setidaknya 100 lebih pasukan khusus dan terlatih. Menuju tempat yang disebut Madu Oro

3 malam kemudian, rombongan Paman Patih dari Medang Kamulan tiba disebuah hutan yang penuh pohon jati. Tidak lama kemudian, prajurit Medang Kamulan melihat seseorang terbang diatas semak semak belukar. Siapa itu? Tanya sesama Prajurit.

Mungkin orang itu yang Raja maksud. Paman Patih mendekat pada seseorang yang asing itu.

Paman Patih: “Maaf Tuan muda” apakah disini ada pemukiman?

Raden Segoro: Ada Tuan, tapi jauh, jarak tempuhnya seperti ombak laut Kamal. Itupun hanya seorang perempuan dan seorang Ibuku.

Paman Patih terkejut, mendengar kata seorang perempuan. Dibenaknya, ia selalu membayangkan nasib putri Raja Medang Kumalan.

Tuan muda, bolehkah saya bertanya. Apakah ditanah ini ada seseorang yang sakti Mandraguna.

Raden Segoro: Maaf Tuan, ditanah ini kami hidup berdua, dan saya tidak pernah mendengar orang sakti Mandraguna.

Firasat Paman Patih semakin besar, jika seorang pemuda didepannya itu adalah orang sakti mandraguna yang dikenal di seantero Jawa.

Lalu Paman Patih Medang Kamulan menjelaskan secara perlahan, maksud dan tujuannya datang ke Tanah tandus yang dikelilingi Laut.

Tuan muda, maksud kedatangan kami, meminta bantuan para pendekar sakti mandraguna ditanah ini. Karena, kerajaan kami dalam situasi Genting. Pasukan Tartar menyerbu Kerajaan kami. Dan kami, diutus oleh Sang Hiyang Tunggal untuk meminta bantuan pendekar sakti Mandraguna ditanah ini.

Apakah tuan bisa membantu kami? Untuk menyelamatkan manusia di Kerajaan Medang Kumalan.

Raden Segoro menjawab: Tuan, tadi sudah saya katakan, jika ditanah ini, tidak ada orang Sakti mandraguna, jikapun ada, itu adalah Ibuku, Ibu Bendara. Karena ia mampu merawatku dengan seorang diri.

Paman Patih Bersimpuh, Ampun Pangeran, sebut Patih pada Raden Segoro.

Seratus Pasukan Medang Kamulan bingung, juga diikuti kebingungan Raden Segoro, dengan melihat simpuh orang yang rambutnya sudah memutih.

Sujud Paman Patih, diikuti Ratusan Prajurit Medang Kamulan, walau dengan kebingungan.

Tuan, Tuan Pangeran, apakah Tau, jika Ibu Tuan adalah putri Sang Yang Tunggal. Dan Tuan Pangeran adalah satu satunya cucu Raja Medang Kamulan.

Raden Segoro tampak kebingungan, dengan ucapan Paman Patih. Karena sebelumnya, Raden Segoro tidak pernah mendengar jika punya Kakek dari Kerajaan Medang Kamulan.

Baiklah Paman, mari kita pergi menemui Ibu. Tiba-tiba pertemuan Paman Patih dan Putri Bendara mengharukan. Tangis dari Paman Patih dan Putri Bendara tak bisa dibendung.

Saat Paman Patih menceritakan dengan sedih, nasib Negerinya. Putri Bendara mengutus Raden Segoro untuk berjuang melawan begundal pasukan Tartar. Diciuminya kedua kaki sang Ibu sebagai sebuah Zimat ampuh bagi Raden Segoro.

Dalam pertempuran kedua, saat Raden Segoro memimpin Pasukan Medang Kamulan, akhirnya Pasukan Tartar dipukul Mundur.

Api Semangat dari prajurit Medang Kamulan menyala, ketika perang dipimpin Raden Segoro. Pasukan Tartar takluk. Dan Medang Kamulan mengangkat bendera kemenangan.

Kemudian, Sang Hiyang Tunggal, menyerahkan mahkota kerajaan pada Raden Segoro. Dan semua pasukan Medang Kumalan berpindah ke Madu Oro (Saat ini Madura). Inilah kisah cikal bakal manusia di Madura.

Epos Sejarah

Selasa 23 Juli 2019

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article