☕☕ Kopi Merdeka, 75 atau 33

Herry Santoso
2 Min Read
"Pagelaran," 60x100 cm, kapur di atas papan, Heru Harjo Hutomo, 2020
"Pagelaran," 60x100 cm, kapur di atas papan, Heru Harjo Hutomo, 2020
jfID - Angka paradoks dalam kemerdekaan. Malah kata Mbah Wongso, kita cenderung berada di titik nadir anomali kemiskinan yang identik dengan angka 33 alias kere. Padahal 75 tahun kita telah merdeka!

   " Kita berada di era _neocolonialism, Le !"_ tegas Mbah Wongso kemarin.

  "Kok bisa, Mbah?" tukasku _nggak mudheng._
  Mbah Wongso si pelaku sejarah itu terkekeh. Menurutnya masih terjadi penindasan dan penghisapan oleh sesama manusia. Malah ia menyintir kalimat yang acapkali dikatakan Bung Karno dalam pidatonya _Exploitation de l'homne par l'homme._

  " Betapa tidak?" ujar kakek usia 80 tahunan yang masih tampak energik itu, "Sumber daya alam (SDA)  kita di tangan investor asing. Kekuasaan terjebak dinasti-isme dan oligargy. Kita,  sebagai kaum jelata hanya kebagian remah-remah kekuasaan!" cetusnya berapi-api.

   "Lho, Mbah Kung maunya ingin jadi apa, sih?" tukasku agak sinis.

   "Kamu itu lho yang seharusnya jadi pelaku ekonomi, pelaku teknologi! Karena di pundakmu negara ini berada! Tapi kenyataannya, meski kamu sarjana ekonomi cuma jadi _jongos politik_ para penggenggam kekuasaan. Ke Barat ke Timur cuma mengampanyekan kekuasaan yang serakah!" tegas Mbah Wongso.
   Aku diam. Bukannya mengamini, tetapi memang _nggak mudheng_ blaaasss...*(Herry Santoso)****

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article