jfid – Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej sebagai tersangka dugaan penerimaan suap dan gratifikasi. Eddy diduga menerima aliran dana sekitar Rp 7 miliar melalui dua orang asisten pribadinya. Kasus ini bermula dari laporan yang dilayangkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) pada Maret 2023.
Laporan IPW
Pada 14 Maret 2023, IPW melaporkan Eddy atas dugaan penerimaan gratifikasi terkait jasa konsultasi hukum dan pengesahan status badan hukum. IPW menyebutkan bahwa uang gratifikasi tersebut diduga diterima melalui orang terdekat Eddy, yaitu Yogi Arie Rukmana dan Yoshi Andika Mulyadi. IPW juga menyerahkan sejumlah bukti terkait laporannya, seperti bukti transfer, chat, dan dokumen lainnya.
Klarifikasi Eddy
Enam hari setelah adanya laporan dari IPW, Eddy mendatangi gedung KPK untuk menjalani klarifikasi. Saat itu, Eddy menilai aduan dari IPW tendensius mengarah ke fitnah. Eddy juga membantah adanya hubungan antara dirinya dengan Yogi dan Yoshi, yang disebut sebagai asisten pribadinya. Eddy mengaku hanya mengenal keduanya sebagai rekan kerja di bidang hukum.
Penyelidikan KPK
KPK kemudian melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. KPK juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendapatkan data transaksi keuangan terkait dugaan aliran dana gratifikasi. Selain itu, KPK juga memeriksa sejumlah saksi, termasuk Yogi dan Yoshi, yang diduga sebagai perantara penerimaan gratifikasi.
Penyidikan KPK
Pada 9 November 2023, KPK resmi menaikkan status kasus tersebut ke tahap penyidikan. KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu Eddy sebagai penerima suap dan gratifikasi, Yogi dan Yoshi sebagai pemberi suap dan gratifikasi, serta seorang pejabat di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) berinisial A sebagai pihak yang memfasilitasi pemberian suap dan gratifikasi.
KPK menjerat Eddy dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Eddy diduga menerima suap dan gratifikasi terkait pengurusan sejumlah perizinan dan pengesahan status badan hukum di Kemenkumham.
KPK juga menjerat Yogi, Yoshi, dan A dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka diduga memberi suap dan gratifikasi kepada Eddy untuk mempercepat dan mempermudah proses perizinan dan pengesahan status badan hukum di Kemenkumham.
Reaksi Eddy
Eddy belum memberikan tanggapan resmi terkait status tersangkanya. Namun, sebelumnya Eddy pernah menyatakan siap menghadapi proses hukum jika memang terbukti bersalah. Eddy juga mengaku tidak akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wamenkumham. Eddy mengatakan bahwa keputusan mengenai jabatannya ada di tangan Presiden Joko Widodo.