“Tidak Ada yang Namanya Bangsa Palestina,” Sebuah Pernyataan Kontroversial dari Perdana Menteri Israel Pertama Wanita

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
5 Min Read
“tidak Ada Yang Namanya Bangsa Palestina,” Sebuah Pernyataan Kontroversial Dari Perdana Menteri Israel Pertama Wanita
“tidak Ada Yang Namanya Bangsa Palestina,” Sebuah Pernyataan Kontroversial Dari Perdana Menteri Israel Pertama Wanita

jfid – Golda Meir, yang dikenal sebagai “Iron Lady” Israel, adalah salah satu tokoh politik paling berpengaruh dan kontroversial di dunia. Ia adalah perdana menteri Israel keempat dan wanita pertama yang menjabat posisi tersebut.

Ia juga merupakan wanita pertama yang menjadi kepala pemerintahan di Timur Tengah, dan kepala pemerintahan atau negara terpilih wanita keempat di dunia.

Meir lahir dengan nama Golda Mabovitch di Kiev, Ukraina, pada tahun 1898. Ia tumbuh besar di Amerika Serikat dan meninggal di Yerusalem pada tahun 1978.

Ia adalah bagian dari pola migrasi Yahudi yang umum pada zaman itu, ketika orang-orang melarikan diri dari penganiayaan di Pale of Settlement – wilayah kekaisaran Rusia tempat orang Yahudi diperbolehkan menetap – untuk hidup baru di Barat.

Ad image

Meir terlibat dalam pembangunan sebuah Israel yang Yahudi dan Zionis, dan menjadi tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Israel dari Mandat Britania pada tahun 1948.

Ia juga memainkan peran penting dalam konflik-konflik antara Israel dan negara-negara Arab tetangganya, termasuk Perang Enam Hari pada tahun 1967 dan Perang Yom Kippur pada tahun 1973.

Namun, Meir juga menuai banyak kritik dan kontroversi karena sikapnya terhadap bangsa Palestina, yang mengklaim hak atas tanah yang sama dengan Israel. Salah satu pernyataan Meir yang paling terkenal dan sering dikutip adalah: “Tidak ada yang namanya bangsa Palestina”.

Pernyataan ini dibuat oleh Meir dalam sebuah wawancara dengan Frank Giles, wakil editor The Sunday Times, pada tanggal 15 Juni 1969, untuk menandai dua tahun berakhirnya Perang Enam Hari.

Dalam wawancara tersebut, Meir ditanya tentang munculnya gerakan pembebasan Palestina, yang disebut Fedayeen, sebagai faktor baru di Timur Tengah. Meir menjawab:

Tidak ada yang namanya bangsa Palestina. Kapan ada sebuah bangsa Palestina yang merdeka dengan sebuah negara Palestina? Ini adalah Suriah selatan sebelum Perang Dunia Pertama dan kemudian ini adalah Palestina termasuk Yordania. Bukan seolah-olah ada sebuah bangsa Palestina di Palestina yang menganggap dirinya sebagai sebuah bangsa Palestina dan kami datang dan melempar mereka keluar dan mengambil negeri mereka dari mereka. Mereka tidak ada.

Pernyataan Meir ini menunjukkan penolakan kerasnya terhadap identitas dan sejarah bangsa Palestina, yang ia anggap sebagai hasil buatan dari propaganda Arab.

Meir berpendapat bahwa orang-orang Palestina hanyalah orang-orang Arab biasa yang tidak memiliki klaim khusus atas tanah Palestina. Ia juga berusaha menjustifikasi kekerasan Israel terhadap orang-orang Palestina dengan mengatakan bahwa mereka adalah musuh yang ingin menghancurkan Israel.

Pernyataan Meir ini telah menimbulkan banyak reaksi dan tanggapan dari berbagai pihak, baik yang mendukung maupun yang menentangnya. Beberapa pendukung Meir mengatakan bahwa ia hanya menyatakan fakta sejarah bahwa bangsa Palestina belum ada sebagai sebuah entitas nasional sebelum akhir tahun 1960-an, dan bahwa mereka tidak pernah memiliki sebuah negara sendiri.

Mereka juga mengatakan bahwa Meir tidak menyangkal adanya orang-orang Palestina sebagai individu atau kelompok, tetapi hanya menyangkal adanya bangsa Palestina yang berbeda.

Namun, banyak penentang Meir yang mengatakan bahwa pernyataannya adalah bentuk dari penyangkalan identitas dan sejarah bangsa Palestina, yang telah hidup di wilayah tersebut selama berabad-abad.

Mereka juga mengatakan bahwa nasionalisme Palestina berkembang sebagai respons terhadap Zionisme dan kolonisasi Israel atas tanah mereka. Mereka menilai pernyataan Meir sebagai sebuah penghinaan dan provokasi terhadap hak-hak dan aspirasi bangsa Palestina.

Pernyataan Meir ini juga telah menjadi bahan analisis dan kritik dari berbagai sudut pandang akademis, politis, dan budaya. Beberapa sejarawan, ahli hukum, dan aktivis telah meneliti dan menantang klaim-klaim Meir tentang asal-usul, identitas, dan hak-hak bangsa Palestina. Mereka juga telah menunjukkan bagaimana pernyataan Meir ini mencerminkan ideologi Zionis yang menganggap Palestina sebagai “tanah tanpa rakyat untuk rakyat tanpa tanah”, dan bagaimana pernyataan ini telah mempengaruhi persepsi dan kebijakan dunia terhadap konflik Israel-Palestina.

Pernyataan Meir ini tetap menjadi salah satu kutipan paling terkenal dan kontroversial dalam sejarah politik Timur Tengah. Pernyataan ini juga menjadi simbol dari rasa ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang dirasakan oleh banyak orang Palestina di bawah pendudukan Israel. Pernyataan ini juga menjadi tantangan bagi mereka yang berusaha mencari solusi damai dan adil bagi kedua belah pihak.

Share This Article