Ini Bahayanya Shigella, Bakteri yang Menyiksa Tentara Israel di Gaza

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
4 Min Read

jfid – Tentara Israel yang bertugas di Gaza mungkin menghadapi musuh yang tak terlihat, tapi tak kalah mematikan: bakteri Shigella.

Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi usus yang disebut shigellosis, yang ditandai dengan diare, demam, dan kram perut.

Dalam beberapa kasus, diare bisa berdarah dan menyebabkan dehidrasi, kejang, kerusakan ginjal, dan bahkan kematian.

Shigella sangat menular. Bakteri ini dapat menyebar melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan tinja orang yang terinfeksi.

Ad image

Misalnya, ini bisa terjadi jika seseorang tidak mencuci tangan dengan baik setelah buang air besar atau setelah menyentuh benda yang terkontaminasi. Bakteri ini juga bisa masuk ke tubuh melalui makanan atau air yang tercemar.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, shigellosis biasanya sembuh dengan sendirinya dalam waktu seminggu.

Namun, dalam beberapa situasi, dokter mungkin meresepkan antibiotik untuk mengobati infeksi dan mencegah penularan lebih lanjut.

Sayangnya, bakteri Shigella semakin kebal terhadap banyak jenis antibiotik, sehingga pengobatan menjadi lebih sulit dan berisiko.

Shigella memiliki empat kelompok: S. dysenteriae, S. flexneri, S. boydii, dan S. sonnei. Di negara-negara berkembang, S. flexneri adalah penyebab utama shigellosis, sedangkan di negara-negara maju, S. sonnei lebih umum ditemukan.

Di Israel, S. sonnei bertanggung jawab atas lebih dari 85% kasus shigellosis, yang terjadi secara siklik setiap dua tahun sekali.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ada dua subkelompok S. sonnei yang beredar di Israel: subkelompok I dan II. Subkelompok I tampaknya endemik dan berasal dari Israel, sedangkan subkelompok II lebih dekat dengan isolat yang berasal dari Mesir dan Iran.

Kedua subkelompok ini menunjukkan tingkat resistensi yang tinggi terhadap ampicillin dan trimethoprim/sulfamethoxazole, dan tingkat resistensi yang rendah terhadap quinolone dan sefalosporin generasi ketiga.

Para peneliti menduga bahwa subkelompok II dibawa oleh orang-orang Bedouin yang sering berpindah-pindah di perbatasan Israel-Mesir, dan kemudian menyebar ke komunitas Arab lainnya di Israel.

Sementara itu, subkelompok I didominasi oleh komunitas Yahudi Ortodoks, yang hidup dalam kondisi padat penduduk dan memiliki banyak anak di bawah usia lima tahun.

Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran shigellosis di Israel adalah kebiasaan makan bersama, yang sering dilakukan oleh tentara Israel di Gaza.

Dalam sebuah studi, ditemukan bahwa 40% dari 88 kasus shigellosis di antara tentara Israel di Gaza terkait dengan makan bersama.

Selain itu, kondisi sanitasi yang buruk, kurangnya air bersih, dan stres psikologis juga dapat meningkatkan risiko infeksi.

Untuk mencegah dan mengendalikan wabah shigellosis, CDC merekomendasikan beberapa langkah, antara lain:

  • Mencuci tangan dengan sabun dan air selama setidaknya 20 detik secara rutin
  • Menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan
  • Menghindari makanan atau air yang tidak pasti kebersihannya
  • Menghindari kontak seksual dengan orang yang mengalami diare atau baru sembuh dari diare
  • Mengisolasi orang yang terinfeksi sampai diare berhenti
  • Melaporkan kasus shigellosis kepada otoritas kesehatan setempat

Meskipun para peneliti terus berusaha mengembangkan vaksin shigella, sampai saat ini belum ada yang tersedia.

Oleh karena itu, pencegahan dan pengobatan yang tepat tetap menjadi kunci untuk melawan bakteri Shigella, yang bisa menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan keselamatan tentara Israel di Gaza.

Share This Article