jfid – Baru-baru ini, isu mengenai nasab Ba’alawi dan habaib menjadi topik hangat di masyarakat dan media.
Persoalan ini mendapat sorotan dari Habib Bahar Bin Smith dan Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, yang masing-masing memberikan pandangan mereka.
Polemik ini berawal dari pernyataan Rhoma Irama, seorang penyanyi dangdut terkenal, yang menyebut adanya ajaran negatif dalam doktrin habaib dan Ba’alawi.
Rhoma mengklaim bahwa terdapat doktrin yang menyatakan seorang habib tetap masuk surga meskipun melakukan dosa besar seperti mabuk dan berjudi.
Menanggapi hal ini, Habib Bahar Bin Smith menyatakan ketidaksetujuannya dan menuduh Rhoma Irama menyebarkan fitnah.
Dalam video yang diunggah di YouTube, Habib Bahar mempertanyakan validitas klaim Rhoma dan menantangnya untuk menunjukkan bukti konkret.
“Terus Rhoma Irama bilang mau fitnah katanya ada doktrin ba’alawi, doktrin habaib kalau ada habib itu pasti, walaupun maksiat dia mabuk, judi katanya masuk surga,” ungkap Habib Bahar.
“Makanya saya tanya siapa habibnya? Di mana dan kapan dia ngomong? Kalau memang ada habibnya yang bilang gitu saya yang bantai dia di depan Rhoma Irama saudara-saudara,” tegasnya.
Habib Bahar juga menegaskan bahwa tidak ada ajaran yang menyatakan seorang habib akan selamat dari neraka jika melakukan maksiat.
Ia meminta Rhoma Irama untuk lebih berhati-hati dalam berbicara dan tidak menyebarkan fitnah terhadap habaib.
Dalam situasi ini, Gus Yahya turut memberikan pandangan melalui sebuah video di YouTube tvNU.
Ia mengajak umat muslim untuk berpikir positif atau husnudzon terkait nasab Nabi Muhammad SAW dan menghindari perdebatan yang tidak bermanfaat.
“Ada riwayat oral dari mulut ke mulut, sampean urus nasabnya Kanjeng Nabi Muhammad sampai Nabi Ibrahim kan repot juga. Apalagi sampai Nabi Adam sudah repot semua,” ujar Gus Yahya.
Ia menekankan pentingnya husnudzon dan menjelaskan bahwa nasab tidak hanya berasal dari jalur laki-laki saja, tetapi bisa juga melalui jalur perempuan.
Gus Yahya juga menekankan agar umat muslim tidak terjebak dalam perdebatan yang meresahkan dan tidak ada satu nasab yang lebih diistimewakan dari yang lain. Ia mengajak untuk saling menghargai tanpa melihat asal keturunan.
“Tidak ada yang bisa mengklaim saya lebih mulia, saya paling mulia. Ini sama mulianya. Sekalipun ada yang pakai namanya (habib atau gelar semacamnya), kita bisa muliakan hakul yakin. Ini sama saja halnya dengan Lailatul Qadar yang dirahasiakan, supaya kita memuliakan semuanya tanpa kecuali,” pesan Gus Yahya.
Dengan adanya dua pandangan ini, diharapkan masyarakat dapat melihat isu ini secara lebih bijak dan mengedepankan sikap husnudzon serta saling menghormati satu sama lain.