PKB Pertanyakan Survei SMRC Pasangan Amin Terendah: Apa Sebabnya?

Deni Puja Pranata By Deni Puja Pranata
5 Min Read

jfid – Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Amin yang diusung oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) mendapat elektabilitas terendah dalam survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Survei yang dilakukan pada 5-8 September 2023 ini menempatkan pasangan Amin hanya meraih 16,5 persen jika dibandingkan dengan pasangan Prabowo Subianto-Erick Thohir dan Ganjar Pranowo-Ridwan Kamil. Sementara, elektabilitas Ganjar-Ridwan Kamil tertinggi dengan 35,4 persen. Diikuti Prabowo-Erick 31,7 persen. https://saifulmujani.com/anies-baswedan-muhaimin-iskandar-165-persen/

Hasil survei ini menuai reaksi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), salah satu partai pengusung pasangan Amin. Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, menilai hasil survei SMRC sangat berbeda jauh dengan hasil survei internal KPP. Ia mengatakan bahwa peningkatan elektoral Amin sangat luar biasa berdasarkan big data yang dimiliki oleh koalisi. Ia juga menyoroti metode survei SMRC yang memasangkan pasangan Amin dengan pasangan yang belum fix. “Pasangan yang ada Amin dipasangkan dengan yang masih jomblo, yang belum fix. Tapi tidak ada masalah bagi kami, karena justru pasangan Amin sedang menunggu siapa saja nanti yang akan bertarung atau pasangan siapa saja yang dideklarasikan,” ujar Jazilul Fawaid.

Untuk mendapatkan wawasan lebih mendalam tentang isu ini, kami menghubungi dua narasumber ahli politik yang memiliki pengalaman dan keahlian di bidangnya. Mereka adalah Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A., peneliti senior pusat penelitian politik LIPI dan peneliti utama politik BRIN³, dan Dr. Rizal Sukma, M.A., Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS). Berikut adalah cerita dan pandangan mereka tentang isu ini.

Prof. Dr. R. Siti Zuhro: “Pasangan Amin Perlu Kerja Keras untuk Meningkatkan Elektabilitas”

Ad image

Prof. Dr. R. Siti Zuhro adalah seorang profesor riset ilmu politik yang telah banyak meneliti dan menulis tentang isu-isu seputar desentralisasi, reformasi birokrasi, demokrasi lokal dan politik nasional (seputar pemilu dan pilkada). Ia juga pernah menjadi anggota tim pakar revisi UU 32/2004 tentang Pemda (2007-2009) dan RUU Pilkada (2010-2014) di Kemendagri RI, serta anggota tim pakar Komite 1 DPD RI (2007, 2010-2011).

Menurut Prof. Siti Zuhro, hasil survei SMRC yang menempatkan pasangan Amin terendah tidak bisa dianggap enteng oleh koalisi pengusungnya. Ia mengatakan bahwa pasangan Amin perlu kerja keras untuk meningkatkan elektabilitasnya di tengah persaingan yang ketat dengan pasangan lainnya.

“Survei SMRC ini menunjukkan bahwa pasangan Amin masih kurang dikenal oleh publik, terutama oleh pemilih dari basis partai pengusungnya sendiri. Misalnya, dari hasil survei SMRC, hanya 20 persen pemilih PKB yang akan mencoblos pasangan Amin, lebih besar kepada Ganjar dan Prabowo. Ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara keputusan elit partai dengan preferensi pemilih di bawah,” kata Prof. Siti Zuhro.

Prof. Siti Zuhro menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya elektabilitas pasangan Amin. Pertama, ia mengatakan bahwa pasangan Amin belum memiliki visi dan misi yang jelas dan konsisten untuk memimpin Indonesia ke depan. “Pasangan Amin belum menunjukkan apa yang menjadi keunggulan dan kelebihan mereka dibandingkan dengan pasangan lainnya. Mereka belum menawarkan gagasan dan program yang bisa menarik minat dan simpati pemilih. Mereka juga belum menjelaskan bagaimana mereka akan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa ini, seperti pandemi, ekonomi, kesejahteraan, hukum, dan sebagainya,” ujarnya.

Kedua, Prof. Siti Zuhro mengatakan bahwa pasangan Amin juga belum memiliki jaringan dan koalisi yang kuat dan solid di tingkat nasional maupun daerah. “Pasangan Amin hanya diusung oleh tiga partai, yaitu PKB, PKS, dan NasDem, yang total suaranya di Pemilu 2023 hanya sekitar 25 persen. Ini masih jauh di bawah ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ditetapkan oleh UU Pemilu sebesar 37,5 persen.

Share This Article