Pendamping PKH Targetkan Tahun 2020, Warga Capai Graduasi Mandiri

Rasyiqi
By Rasyiqi
7 Min Read

jf.id – Program Kementrian Sosial bagi Penerima Bantuan Keluarga Harapan (PKH) keberadaanya harus berdasarkan warga yang memang betul-betul termasuk dalam katagori miskin yang termaktub dalam sumber Basis Data Terpadu (BDT) yang kemudian dimasukkan ke Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Nex Generation (SIX-NG) yang dilakukan Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT). Senin, 20/01/2020.

Menurut BPS, ada 14 kriteria untuk menentukan keluarga atau rumah tangga miskin, dan ke 14 kriteria tersebut berhak untuk mendapatkan bantuan Sosial PKH, Yakni;

Pertama, rumah atau tempat tinggal kurang dari 8 M2 per orang. Terkait dengan hal ini, di Kecamatan Praya Barat Daya, pada tahun 2020 rumah yang berukuran 8 M2 sudah tidak ada, hal itu diakui oleh Pendamping Program PKH setempat, Bakri, S. Pd yang telah melakukan verifikasi faktual dari Desa ke Desa.
“alhamdulillah untuk tahun 2019 kemarin dan tahun 2020, sudah dapat dibenahi, data itu kami peroleh setelah melalui verifikasi SLRT dari Desa Ke Desa” tandasnya.

Kedua, Lantai tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu dan atau kayu murahan.
“kalau warga disini menyebutnya dengan istilah rumah Das, dan sudah tidak ada lagi, rata-rata rumahnya sudah memakai tembok dan permanen” lanjutnya.

Ketiga, Dinding tempat tinggal dari bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah, atau tembok tanpa diplester.
“kalau rumah yang belum di plester itu banyak, dan itu rata-rata, tetapi yang memakai bambu “lasah” tidak ada” sebutnya.

Keempat, Tidak memiliki fasilitas buang air besar, bersama-sama dengan rumah tangga lain.
“ini juga menjadi masalah, sebab sebagian besar masih mengandalkan kali, lahan luas, dan lainnya untuk BAB, dan itu antara kebiasaan atau tidak padahal mereka sudah punya jamban atau WC” lanjutnya.

Kelima, Penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
“semua dari 370 an orang KPM sudah berlangganan dengan PLN, dan sampai pelosok kampung sudah teraliri listrik” sebutnya.

Keenam, Sumber air minum berasal dari sumur, mata air tidak terlindung, sungai, air hujan.
“kekeringan sering melanda dan ini menjadi problem utama dari warga yang saya dampingi, kekurangan air sebab lebih banyak warga yang belum berlangganan dengan aliran air dari PDAM ketimbang sumur” tandasnya.

Ketujuh, Bahan bakar yang digunakan untuk memasak adalah kayu bakar, arang, minyak tanah.
“karena simple untuk mendapatkan bahannya, kayu bakar menjadi prioritas untuk bahan bakar masak, tanpa uang meski disamping itu juga warga menggunakan gas LPG” imbuh Bakri.

Kedelapan, hanya mengkonsumsi daging, susu dan ayam dalam satu kali seminggu.
“sebenarnya kalau warga mau konsumsi ayam, sangat mudah, tinggal tangkap dan sembelih sebab semuanya ternak ayam, pun begitu jika warga dibiasakan dengan konsumsi susu, tinggal beli di warung terdekat dan semua warga mampu” cetus Bakri.

Kesembilan, hanya sanggup membeli satu stel pakaian dalam setahun.
“keberadaan pasar di Desa menjadi perubah status ini, saya kira selama ini tidak ada yang sampai begitu, sebab harga pakaian di pasar bisa di jangkau dengan harga yang relatif murah” lanjutnya.

Kesepuluh, tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas dan poliklinik.
“kalau kasus ini banyak, tetapi rata-rata sudah memiliki BPJS Kesehatan sehingga bisa tertanggulangi” sebutnya.

Kesebelas, hanya sanggup makan sekali arau dua kali dalam sehari.
“alhamdulillah tidak ada yang sampai kelaparan apalagi tidak makan, semuanya sudah bisa mandiri secara pangan, rata-rata punya sawah dan ladang sebagai sumber penghasilan” Sebutnya.

Keduabelas, pendidikan tertinggi Kepala Keluarga sampai SD, tidak tamat SD atau tidak sekolah.
“memang problem terbesar adalah masalah sekolah, maklum dulu masih jarang orang sekolah disini, akan tetapi kalau Kepala Rumah Tangganya berumur 30 an – 40 an, rata-rata SMP ke Atas” sebutnya.

Ketiga belas, tidak memiliki tabungan atau barang yang bisa di jual minimal Rp. 500.000,00.
“semuanya punya sepeda motor, dan barang berharga lainnya” sebutnya.

Keempat belas, sumber pendapatan adalah petani, buruh tani, dengan penghasilan rata-rata di bawah Rp. 600.000;00 per bulan.
“kalau dikatakan petani di Kec. Praya Barat Daya itu miskin, saya kira salah, sebab lahannya sampai menghasilkan 1-2 ton sekali panen” tandasnya.

Terkait dengan ke 14 item kriteria miskin diatas, Pendamping PKH Kecamatan Praya Barat Daya saat di minta keterangannya menerangkan bahwa meskipun tidak ada ke 14 kriteria tersebut dalam rumah tangga, BDT yang menentukan layak atau tidak nya untuk mendapatkan sumbangan PKH.

“ya, memang betul ada 14 kriterianya tetapi harus disandingkan dengan data BDT, jika tidak ada namanya di data BDT, otomatis tidak dapat bantuan PKH tersebut” ujar Bakri, Pendamping PKH Kec. Praya Barat Daya.

Kriteria kelayakan mendapatkan bantuan PKH tampaknya tidak mesti berdasarkan kriteria yang tertera dalam data BPS akan tetapi tergantung dengan di entri atau tidaknya di BDT dalam SLRT.

“intinya masyarakat masuk BDT dulu, Insyaallah dapat bantuannya, tetapi banyak yang saya temukan, meski sudah keluar namanya di BDT namun tidak mengambil bantuan karena merasa mampu” tandasnya.

Selain terdapat masyarakat yang secara terang-terangan tidak mengambil bantuan, diakuinya masih banyak pula masyarakat yang enggan keluar meski faktanya sudah mampu.

“sudah kita peringati, tetapi itulah susahnya, makanya perlahan-lahan kami sebagai pendamping di lapangan memperingatinya, agar nanti kami sebagai pendamping menginginkan masyarakat yang sudah mampu agar keluar secara sukarela atau graduasi mandiri” cetus Bakri.

Tercatat, sekitar 370 Kelompok Penerima Manfaat (KPM) yang di dampingi oleh Bakri, rata-rata sudah mau mencapai Graduasi Mandiri.

“belum ada akan tetapi hendak menuju kesejahteraan yang lebih meningkat, insyaallah 2020 sudah mencapai itu” sebut Bakri.

Laporan: M Rizwan

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article