jfid – Theodor Herzl adalah seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam sejarah bangsa Yahudi. Ia adalah penggagas gerakan zionisme, yaitu ideologi yang menuntut pembentukan negara Yahudi di tanah Palestina.
Ia juga dikenal sebagai bapak rohani negara Israel, meskipun ia meninggal sebelum negara itu terwujud.
Namun, siapa sangka bahwa nasib keluarga dan keturunan Herzl sangat menyedihkan dan ironis. Mereka tidak pernah menikmati hasil perjuangan Herzl dan bahkan menjadi korban dari kebencian dan kekerasan yang melanda bangsa Yahudi.
Theodor Herzl: Jurnalis, Penulis, dan Aktivis Zionis
Theodor Herzl lahir pada 2 Mei 1860 di Pest, Hongaria, yang saat itu masih bagian dari Kekaisaran Austria. Ia berasal dari keluarga Yahudi yang kaya dan terdidik.
Ayahnya, Jakob Herzl, adalah seorang pengusaha yang sukses. Ibunya, Jeanette Herzl, adalah seorang wanita yang berpendidikan tinggi dan fasih berbahasa Jerman.
Herzl memiliki seorang kakak perempuan, Pauline, yang meninggal karena tifus ketika ia berusia 18 tahun. Keluarga Herzl kemudian pindah ke Wina, Austria, tempat Herzl menempuh pendidikan hukum di Universitas Wina.
Herzl tidak begitu tertarik dengan hukum dan lebih memilih untuk menekuni karier sebagai jurnalis dan penulis. Ia bekerja untuk surat kabar Neue Freie Presse, salah satu media terkemuka di Eropa. Ia juga menulis beberapa drama dan novel yang cukup populer.
Sebagai seorang Yahudi yang terasimilasi dengan budaya Eropa, Herzl awalnya tidak begitu peduli dengan nasib bangsanya. Ia bahkan sempat mendukung ide baptisan massal bagi Yahudi sebagai cara untuk mengatasi antisemitisme.
Namun, pandangan Herzl berubah ketika ia menyaksikan kasus Dreyfus, yaitu skandal militer yang melibatkan seorang perwira Yahudi Prancis, Alfred Dreyfus, yang dituduh melakukan pengkhianatan dan dihukum secara tidak adil. Herzl, yang saat itu bertugas sebagai koresponden di Paris, terkejut melihat gelombang antisemitisme yang melanda Prancis, salah satu negara paling maju dan demokratis di Eropa.
Ia menyadari bahwa Yahudi tidak akan pernah diterima sebagai warga negara yang setara di mana pun mereka berada. Ia juga menyadari bahwa solusi satu-satunya bagi Yahudi adalah memiliki negara sendiri.
Pada tahun 1896, Herzl menerbitkan pamflet yang berjudul Der Judenstaat (Negara Yahudi), yang menjadi manifesto gerakan zionisme. Dalam pamflet tersebut, Herzl mengajukan gagasan bahwa masalah Yahudi adalah masalah politik yang harus diselesaikan oleh dewan dunia.
Ia menyerukan pembentukan sebuah negara Yahudi di Palestina, tanah leluhur bangsa Yahudi, atau di tempat lain yang cocok. Ia juga menyerukan migrasi Yahudi ke negara tersebut secara teratur dan damai.
Ide Herzl menarik perhatian dan dukungan dari banyak Yahudi di seluruh dunia, terutama dari Eropa Timur, yang mengalami diskriminasi dan penganiayaan. Pada tahun 1897, Herzl menyelenggarakan Kongres Zionis Pertama di Basel, Swiss, yang dihadiri oleh sekitar 200 delegasi dari berbagai negara.
Dalam kongres tersebut, Herzl terpilih sebagai presiden Organisasi Zionis, yang bertugas untuk mewujudkan cita-cita negara Yahudi. Herzl juga mengibarkan bendera Zionis, yang berwarna biru dan putih dengan bintang Daud di tengahnya, yang kemudian menjadi bendera Israel.
Herzl kemudian memulai serangkaian inisiatif diplomatik untuk membangun dukungan bagi negara Yahudi. Ia berusaha menjalin hubungan dengan Kekaisaran Ottoman, yang saat itu menguasai Palestina, dengan menawarkan bantuan finansial dan politik.
Ia juga berusaha mendapatkan dukungan dari Kekaisaran Jerman, yang merupakan sekutu Ottoman, dengan mengadakan pertemuan dengan Kaisar Wilhelm II. Namun, upaya Herzl tidak membuahkan hasil, karena Ottoman menolak untuk melepaskan Palestina dan Jerman tidak mau terlibat dalam masalah Yahudi.
Pada tahun 1903, Herzl menghadapi tantangan baru ketika terjadi pogrom (pembantaian) Yahudi di Kishinev, Rusia, yang menewaskan lebih dari 40 orang dan melukai ratusan lainnya. Herzl merasa perlu untuk segera menyediakan tempat perlindungan bagi Yahudi yang terancam.
Ia kemudian menerima tawaran dari pemerintah Inggris untuk mendirikan sebuah koloni Yahudi di Uganda, Afrika Timur, sebagai solusi sementara. Dalam Kongres Zionis Keenam, Herzl mengusulkan Skema Uganda, yang disetujui oleh Menteri Kolonial Inggris, Joseph Chamberlain, atas nama pemerintah Inggris.
Namun, usulan Herzl ini menimbulkan kontroversi dan penolakan dari sebagian besar anggota Organisasi Zionis, terutama dari mereka yang berasal dari Eropa Timur. Mereka berpendapat bahwa Uganda bukanlah tanah air bangsa Yahudi dan bahwa hanya Palestina yang dapat menjadi negara Yahudi.
Mereka juga menuduh Herzl telah mengkhianati cita-cita zionisme. Herzl berusaha meyakinkan mereka bahwa Skema Uganda hanyalah sementara dan tidak menggantikan Palestina sebagai tujuan akhir. Namun, ia tidak berhasil mengatasi perpecahan yang terjadi di dalam gerakan zionis.
Theodor Herzl: Kematian dan Warisan
Herzl mengalami tekanan yang besar akibat perjuangannya untuk negara Yahudi. Ia juga mengalami masalah kesehatan, terutama jantung, yang dideritanya sejak kecil. Pada tahun 1904, Herzl mengunjungi sebuah desa di Austria, Reichenau an der Rax, untuk beristirahat.
Namun, pada 3 Juli 1904, ia meninggal karena serangan jantung di usia 44 tahun. Ia dimakamkan di Wina, sesuai dengan keinginannya.
Herzl meninggalkan seorang istri, Julie Naschauer, yang ia nikahi pada tahun 1889, dan tiga orang anak, Paulina, Hans, dan Margarethe (Trude).
Namun, keluarga Herzl tidak pernah menikmati kebahagiaan dan kedamaian. Mereka malah mengalami nasib yang tragis dan menyedihkan, yang mencerminkan ironi dari perjuangan Herzl.
Julie Naschauer adalah seorang wanita yang cantik dan cerdas, yang berasal dari keluarga Yahudi kaya di Wina. Namun, ia tidak pernah mendapatkan cinta dan perhatian dari suaminya, yang selalu sibuk dengan urusan zionisme.
Ia juga tidak mendukung ide suaminya tentang negara Yahudi dan lebih memilih untuk tinggal di Eropa. Ia sering merasa kesepian dan depresi, dan mengalami masalah keuangan setelah kematian suaminya. Ia meninggal pada tahun 1907, tiga tahun setelah kematian Herzl, karena penyakit ginjal.
Paulina Herzl adalah anak pertama dan satu-satunya putri dari Herzl dan Julie. Ia lahir pada tahun 1890 dan tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan berbakat. Ia juga mendukung cita-cita ayahnya tentang negara Yahudi dan berharap untuk hidup di sana suatu hari nanti. Namun, ia juga mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia mengidap penyakit mental dan menjadi pecandu obat-obatan.
Ia meninggal pada tahun 1930, di usia 40 tahun, karena overdosis heroin. Ia dimakamkan di samping ayahnya di Wina.
Hans Herzl adalah anak kedua dan putra pertama dari Herzl dan Julie. Ia lahir pada tahun 1891 dan tumbuh menjadi seorang pemuda yang cerdas dan tampan. Ia juga mendukung cita-cita ayahnya tentang negara Yahudi dan berkeinginan untuk menjadi pemimpin zionis.
Namun, ia juga menghadapi tantangan dalam hidupnya. Ia menjadi seorang Katolik karena tekanan antisemitisme di Eropa. Ia juga mengidap penyakit mental dan menjadi depresi.
Ia akhirnya melakukan bunuh diri dengan cara menembak kepalanya sendiri, menggunakan pistol, pada saat pemakaman Paulina. Ia dimakamkan di samping kakaknya di Wina.
Margarita Herzl adalah anak ketiga dan putri bungsu dari Herzl dan Julie. Ia lahir pada tahun 1893 dan tumbuh menjadi seorang gadis yang manis dan penyayang. Ia juga mendukung cita-cita ayahnya tentang negara Yahudi dan berharap untuk tinggal di sana suatu hari nanti.
Namun, ia juga mengalami nasib yang tragis dalam hidupnya. Ia menikah dengan seorang Yahudi bernama Richard Neumann, yang kemudian ditangkap oleh Nazi dan dibunuh di kamp konsentrasi.
Ia sendiri juga dibawa ke kamp konsentrasi Theresienstadt, di Cekoslowakia, pada tahun 1943, di mana ia meninggal karena penyakit dan kelaparan. Ia tidak memiliki makam yang diketahui.
Stefan Theodor Neumann adalah anak satu-satunya dari Margarita dan Richard, dan cucu satu-satunya dari Herzl. Ia lahir pada tahun 1918 dan tumbuh menjadi seorang pemuda yang berbakat dan berani. Ia juga mendukung cita-cita kakeknya tentang negara Yahudi dan berusaha untuk berjuang demi kemerdekaannya.
Ia menjadi anggota dari Irgun, sebuah organisasi paramiliter Yahudi yang melawan penjajahan Inggris di Palestina. Namun, ia juga mengalami depresi karena kematian orangtuanya yang tewas dalam Holocaust.
Ia akhirnya melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari sebuah jembatan di Washington, Amerika Serikat, pada tahun 1946. Ia dimakamkan di sana dengan nama Stefan Theodor Norman.
Dengan kematian Stefan, keturunan Herzl pun berakhir. Mereka tidak pernah menyaksikan berdirinya negara Israel, yang terjadi pada tahun 1948, dua tahun setelah kematian Stefan.
Mereka juga tidak pernah menikmati hasil perjuangan Herzl, yang dihormati sebagai bapak bangsa Israel. Mereka malah menjadi korban dari kebencian dan kekerasan yang melanda bangsa Yahudi.
Nasib keluarga dan keturunan Herzl sangat menyedihkan dan ironis. Mereka mencerminkan paradoks dari perjuangan Herzl, yang berusaha untuk menciptakan sebuah negara yang damai dan sejahtera bagi bangsa Yahudi, namun harus menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan.
Mereka juga mencerminkan tragedi dari sejarah bangsa Yahudi, yang selalu mengalami penganiayaan dan pembantaian di mana pun mereka berada.
Mereka adalah saksi dari mimpi yang belum terwujud, dan harapan yang belum terpenuhi. Mereka adalah nasib tragis keturunan Theodor Herzl, bapak zionisme dan pendiri negara Israel.