Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan PT GKM yang meminta izin untuk menambang mineral di wilayah pesisir dan pulau terluar di Sulawesi. Keputusan ini menjadi kemenangan bagi warga setempat yang khawatir akan dampak negatif penambangan terhadap lingkungan dan mata pencaharian mereka.
PT GKM merupakan perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Perusahaan ini menggugat Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWPPK) ke MK.
Pasal-pasal tersebut melarang penambangan mineral di wilayah pesisir dan pulau terluar, kecuali jika dapat dibuktikan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan serta tidak merugikan masyarakat sekitarnya.
PT GKM berpendapat bahwa pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, karena menghalangi hak konstitusional perusahaan untuk melakukan usaha di bidang pertambangan. Perusahaan ini juga mengklaim bahwa penambangan yang dilakukan sudah memenuhi standar lingkungan dan tidak mengganggu hak-hak masyarakat.
Namun, gugatan PT GKM ditentang oleh sejumlah pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta masyarakat sipil.
Mereka menilai bahwa gugatan PT GKM tidak beralasan dan bertujuan untuk mengabaikan perlindungan terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang merupakan sumber daya alam strategis bagi bangsa Indonesia.
Salah satu pihak yang menjadi pemohon kontra (kontra-memori) adalah Koalisi Masyarakat Peduli Pulau Wawonii (KMPW), yang terdiri dari warga setempat, aktivis lingkungan, akademisi, dan tokoh agama.
KMPW menunjukkan bukti-bukti bahwa penambangan PT GKM telah merusak ekosistem pesisir dan laut, mengancam keberadaan flora dan fauna endemik, serta menghilangkan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada sektor perikanan, pertanian, dan pariwisata.
KMPW juga mengungkapkan bahwa PT GKM telah melakukan intimidasi, kriminalisasi, dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga yang menolak penambangan. Beberapa kasus yang dilaporkan antara lain adalah pembakaran rumah warga, penganiayaan aktivis, penangkapan sewenang-wenang, hingga pembunuhan terhadap salah seorang tokoh adat.
Setelah melakukan persidangan selama beberapa bulan, MK akhirnya memutuskan untuk menolak gugatan PT GKM secara bulat.
Dalam putusan Nomor 103/PUU-XX/2022 yang dibacakan pada tanggal 30 Agustus 2023, MK menyatakan bahwa pasal-pasal yang digugat tidak bertentangan dengan UUD 1945, melainkan sejalan dengan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup, pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, serta penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat.
MK juga menegaskan bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik khusus yang memerlukan perlakuan khusus dalam hal pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, pemanfaatan wilayah tersebut harus diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan, penelitian, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan, pertanian organik, peternakan, serta pertahanan dan keamanan negara.
MK menilai bahwa penambangan mineral tidak termasuk dalam prioritas tersebut, karena berpotensi menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat dipulihkan.
Keputusan MK ini disambut dengan suka cita oleh warga pesisir Sulawesi, khususnya Pulau Wawonii. Mereka mengapresiasi sikap MK yang berpihak pada kepentingan rakyat dan lingkungan.
Mereka juga berharap bahwa keputusan ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah hukum terhadap PT GKM dan perusahaan-perusahaan lain yang melakukan penambangan ilegal di wilayah pesisir dan pulau terluar.