jfid – Firli Bahuri, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kontroversial, kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, dia diduga terlibat dalam kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Kasus ini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh Polda Metro Jaya. Namun, hingga kini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum mengambil langkah apapun untuk menonaktifkan Firli Bahuri dari jabatannya. Mengapa demikian?
Salah satu alasan yang mungkin adalah Jokowi tidak ingin dituduh melakukan intervensi terhadap lembaga penegak hukum. Jokowi mengaku belum mendapatkan informasi secara detail tentang kasus tersebut. Dia juga menyerahkan sepenuhnya kewenangan penanganan kasus kepada masing-masing lembaga, baik KPK, Polri, maupun Kejaksaan.
“Saya belum tahu permasalahannya secara detail. Saya belum mendapatkan informasi secara detail karena masalahnya masih simpang siur seperti ini; dan saya kalau komentar, nanti saya ada yang bilang mengintervensi,” kata Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (7/10/2023) .
“Jangan sampai kalau saya mengomentari lebih awal, ada yang menyampaikan (saya melakukan) intervensi. Ini tadi saya menunggu informasi yang detail mengenai peristiwa ini dan sebetulnya itu menjadi kewenangan, baik di kepolisian, baik yang di KPK, baik di kejaksaan,” tambahnya .
Alasan lain yang mungkin adalah Jokowi tidak ingin terburu-buru dalam mengambil keputusan. Jokowi mungkin masih menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan yang lebih konkret dan meyakinkan sebelum memutuskan nasib Firli Bahuri. Selain itu, Jokowi juga mungkin mempertimbangkan dampak politik dan sosial dari langkah yang akan diambilnya.
“Jokowi harus berhati-hati dalam menangani kasus ini. Dia harus memastikan bahwa tidak ada campur tangan politik atau tekanan dari pihak-pihak tertentu. Dia juga harus memperhatikan aspirasi masyarakat yang menginginkan KPK bekerja secara profesional dan independen,” kata pengamat politik dari Universitas Indonesia Arbi Sanit .
“Jokowi juga harus mempertimbangkan proses hukum yang berlaku. Dia tidak bisa seenaknya menonaktifkan pimpinan KPK tanpa alasan yang kuat dan mekanisme yang jelas. Dia harus mengikuti aturan yang ada dalam UU KPK dan Peraturan Presiden tentang pengangkatan dan pemberhentian pimpinan KPK,” tambahnya .
Namun, alasan-alasan tersebut tidak serta merta membuat Jokowi lepas tangan dari kasus ini. Jokowi tetap memiliki tanggung jawab sebagai kepala negara dan pemerintah untuk mengawasi kinerja lembaga-lembaga negara, termasuk KPK. Jokowi juga harus menjaga citra dan kredibilitas KPK sebagai lembaga antikorupsi yang diharapkan masyarakat.
“Jokowi harus segera mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat tentang kasus ini. Jika terbukti ada pelanggaran hukum atau kode etik oleh Firli Bahuri, maka Jokowi harus segera mengambil langkah tegas untuk menonaktifkan atau memberhentikannya. Jika tidak, maka Jokowi akan dinilai abai dan tidak peduli dengan pemberantasan korupsi,” kata aktivis antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo .
“Jokowi juga harus memastikan bahwa proses penegakan hukum berjalan secara adil dan transparan. Jika ada indikasi adanya rekayasa atau intervensi dalam kasus ini, maka Jokowi harus mengusutnya dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terlibat. Jokowi harus menunjukkan bahwa dia tidak main-main dalam memberantas korupsi,” tambahnya .
Dengan demikian, alasan Jokowi belum menonaktifkan Firli Bahuri mungkin bukan karena dia tidak mau, tapi karena dia belum bisa. Jokowi masih membutuhkan informasi yang lebih lengkap dan meyakinkan sebelum mengambil keputusan.
Jokowi juga harus berhati-hati dalam menangani kasus ini agar tidak menimbulkan kontroversi atau konflik. Namun, Jokowi juga tidak boleh diam dan mengabaikan kasus ini. Jokowi harus segera bertindak jika ada bukti yang kuat dan mekanisme yang jelas untuk menonaktifkan atau memberhentikan Firli Bahuri. Jokowi harus membuktikan bahwa dia adalah presiden yang tegas dan berkomitmen dalam pemberantasan korupsi