jfid – Konflik berkelanjutan antara Palestina dan Israel telah mendorong masyarakat Malaysia untuk meningkatkan upaya mereka dalam memboikot produk yang terkait dengan Israel.
Hal ini berdampak besar pada bisnis, termasuk jam operasional yang dipersingkat dan pengurangan gaji untuk karyawan.
Namun, ekonom dan asosiasi konsumen berpendapat bahwa gerakan boikot ini berpotensi menguntungkan produk lokal karena individu mencari alternatif untuk merek yang terkait dengan Israel.
Mereka juga menyampaikan pandangan bahwa dampak boikot kemungkinan besar akan terbatas pada waralaba di Malaysia daripada mempengaruhi markas global merek yang terkena dampak.
Ekonom Associate Professor Dr. Nuradli Ridzwan Shah Mohd Dali menyoroti potensi boikot untuk merangsang penjualan produk lokal seiring pergeseran preferensi konsumen.
Dia menekankan bahwa pergeseran dalam perilaku konsumen ini dapat memperbesar ukuran dan daya beli pasar lokal, mendorong pertumbuhan bisnis domestik.
“Selalu ada alternatif untuk produk internasional yang dapat dipilih konsumen. Jika Anda terbiasa membeli burger dari restoran cepat saji, ada juga penjual jalanan yang menggunakan bahan lokal,” katanya kepada New Straits Times.
Nuradli menunjukkan bahwa di Malaysia, memboikot adalah pilihan, bukan kewajiban, karena negara ini adalah pasar terbuka dengan sentimen konsumen yang beragam.
Untuk membuat boikot lebih berdampak, dia menyarankan agar konsumen menjelajahi industri tertentu, khususnya produk terkait semikonduktor, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap produk domestik bruto Israel.
Namun, dia menyarankan konsumen untuk meneliti merek atau perusahaan yang mereka boikot untuk menghindari “kerusakan kolateral”.
Dia berhati-hati terhadap tuduhan terhadap waralaba yang dimiliki Malaysia memberikan dana kepada Israel, mendesak sikap netral untuk mencegah dampak negatif.
“Memang bisa dimengerti (untuk memboikot) karena gerakan solidaritas. Tetapi mengelompokkan perusahaan ‘A’ di Malaysia dan perusahaan ‘B’ di Israel sebagai memberikan donasi kepada yang terakhir adalah kesalahpahaman,” katanya.
Tidak diragukan lagi, sejak serangan pada Oktober, pasar saham Israel telah menurun karena konflik dan gerakan boikot yang terjadi secara global.
“Meskipun ada pro dan kontra, fokus harus pada aspek positif, seperti peningkatan permintaan untuk merek lokal,” tambahnya.
Azmi Hassan, senior fellow di Nusantara Academy for Strategic Research, mencatat bahwa dampak finansial dari orang Malaysia yang menggunakan hak mereka untuk memboikot adalah minimal karena ukuran pasar negara ini relatif kecil.
Tidak seperti situasi di Inggris atau Amerika Serikat, di mana produk Israel langsung lebih umum, kontribusi Malaysia terhadap produk yang mendukung Israel tidak signifikan.