Jerman Terancam Krisis Demokrasi Akibat Meningkatnya Radikalisme Sayap Kanan

ZAJ
By ZAJ
3 Min Read

jfid – Jerman, negara yang dikenal sebagai salah satu pilar demokrasi di Eropa, kini menghadapi ancaman serius dari dalam. Sebuah studi jangka panjang oleh Yayasan Friedrich Ebert, sebuah lembaga yang bersekutu dengan Partai Sosial Demokrat Jerman, menunjukkan bahwa jumlah warga Jerman yang berpandangan ekstrem kanan meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Studi tersebut dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Bielefeld yang melakukan survei terhadap sekitar 2.000 orang berusia antara 18 dan 90 tahun pada Januari dan Februari 2023.

Hasilnya mengejutkan: 8% responden saat ini memiliki orientasi yang jelas ke pemikiran ekstremis sayap kanan. Angka ini naik drastis dari sekitar 2-3% dalam penelitian sebelumnya.

Salah satu indikator yang mengkhawatirkan adalah meningkatnya dukungan terhadap konsep kediktatoran dengan satu partai dan pemimpin yang kuat di Jerman.

Saat ini, di semua kelompok umur, antara 5-7% dari responden mendukung ide tersebut. Hasil ini dua kali lipat dari angka rata-rata jangka panjang.

Peneliti Andreas Zick, kepala Institut Penelitian Interdisipliner tentang Konflik dan Kekerasan di Universitas Bielefeld, mengatakan bahwa faktor ekonomi berperan penting dalam mempengaruhi sikap ekstremis sayap kanan.

“Negara ini semakin dianggap sedang dilanda krisis nasional. Dan krisis ini berdampak lebih parah terhadap masyarakat kurang mampu,” ujar Zick.

Menurut Zick, di antara mereka yang berpenghasilan rendah yang disurvei, hampir tiap satu dari dua orang, 48%-nya, memandang diri mereka terkena dampak krisis secara personal. Ini berbeda dengan 27,5% dari mereka yang berpenghasilan menengah dan hanya 14,5% dari mereka yang berpenghasilan tinggi.

Akibatnya, kepercayaan masyarakat Jerman terhadap pemerintah dan demokrasi merosot tajam. Meski demikian, mayoritas masyarakat masih mendukung bentuk pemerintahan tersebut.

Namun, setidaknya 38% berpandangan sejalan dengan teori konspirasi, 33% berpandangan populis, dan 29% bersikap etnonasionalis, otoriter, dan pemberontak.

Angka-angka tersebut rata-rata naik sekitar sepertiga bila dibandingkan dengan survei yang dilakukan selama pandemi COVID-19 pada 2020 dan 2021.

Skeptisisme, atau bahkan penolakan terhadap media tradisional juga meningkat: 32% dari responden bahwa media telah berkolusi dengan politisi.

Studi ini dipublikasikan dengan judul The distanced mainstream (Arus utama yang menjauh) oleh tiga peneliti yang dipimpin oleh Zick. Studi ini merupakan bagian dari proyek Mitte-Studie (Studi Pusat) yang telah dilakukan sejak 2002 untuk mengukur sikap-sikap politik dan sosial di Jerman.

Studi ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan masyarakat Jerman untuk menjaga nilai-nilai demokrasi dan toleransi di tengah tantangan zaman.

Radikalisme sayap kanan bukan hanya mengancam keamanan dan stabilitas negara, tetapi juga merusak keharmonisan dan solidaritas antara warga negara.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article